Ustaz Budi Ashari: Lihatlah ke Bawah Maka Kita Akan Banyak Bersyukur
Jum'at, 05 Februari 2021 - 22:08 WIB
Manusia memang diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Jika ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Apabila ia dapat kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang tetap mengerjakan salatnya. Demikian pesan Allah dalam Surah Al-Ma'rij ayat 19-22.
Untuk menjadi ahli syukur sebenarnya tidaklah sulit. Cukup memperhatikan nikmat yang ada saat ini bagaimana Allah mencukupi manusia dari ketidakberdayaan hingga diberi kemampuan berjalan di atas bumi.
" Syukur itu sifat mulia yang menggabungkan semua makna hikmah yang telah diberikan Allah kepada Luqman. Menjadi orangtua, harus kaya dengan rasa syukur. Pahamilah tema syukur dan hiaskan itu pada diri kita," terang Ustaz Budi Ashari dalam satu tausiyahnya.
Untuk memahami lebih jelas, maka ketahuilah lawan katanya. Kufur samadengan ingkar nikmat. Mengingkari nikmat, sekaligus akan mengingkari pemberiannya. Nikmat yang sesungguhnya besar, tidak terasa nikmat. Sesuatu yang berkurang sedikit, padahal masih dalam batas kenikmatan besar jika dibandingkan dengan orang di bawahnya, tidak terasa nikmat.
"Apalagi musibah, padahal masih banyak kenikmatan lain dalam hidupnya. Hidup ini serba kurang, gelisah, dan keluh kesah. Padahal jika melihat ke bawah, kita masih jauh lebih baik dari kebanyakan orang yang lain," kata Dai yang juga pakar Sejarah Islam.
Karenanya, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم memerintahkan untuk melihat orang yang di bawah kita secara nikmat agar tidak mudah meremehkan nikmat Allah, sekecil apapun.
Bersyukur kepada Allah, kebaikannya tidak dikirimkan kepada Allah yang disyukuri. Tetapi kembali kepada hamba yang bersyukur itu sendiri.
وَ مَنۡ یَّشۡکُرۡ فَاِنَّمَا یَشۡکُرُ لِنَفۡسِہٖ
(QS Luqman: 12)
"Sesungguhnya manfaat dan pahalanya kembali bagi mereka yang bersyukur." (Ibnu Katsir dalam tafsirnya)
Kata Fainnamaa (فَاِنَّمَا) semakin menguatkan bahwa kebaikannya syukur itu benar-benar hanya kembali kepada hamba yang bersyukur. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang senantiasa bersyukur.
Wallahu A'lam
Untuk menjadi ahli syukur sebenarnya tidaklah sulit. Cukup memperhatikan nikmat yang ada saat ini bagaimana Allah mencukupi manusia dari ketidakberdayaan hingga diberi kemampuan berjalan di atas bumi.
" Syukur itu sifat mulia yang menggabungkan semua makna hikmah yang telah diberikan Allah kepada Luqman. Menjadi orangtua, harus kaya dengan rasa syukur. Pahamilah tema syukur dan hiaskan itu pada diri kita," terang Ustaz Budi Ashari dalam satu tausiyahnya.
Untuk memahami lebih jelas, maka ketahuilah lawan katanya. Kufur samadengan ingkar nikmat. Mengingkari nikmat, sekaligus akan mengingkari pemberiannya. Nikmat yang sesungguhnya besar, tidak terasa nikmat. Sesuatu yang berkurang sedikit, padahal masih dalam batas kenikmatan besar jika dibandingkan dengan orang di bawahnya, tidak terasa nikmat.
"Apalagi musibah, padahal masih banyak kenikmatan lain dalam hidupnya. Hidup ini serba kurang, gelisah, dan keluh kesah. Padahal jika melihat ke bawah, kita masih jauh lebih baik dari kebanyakan orang yang lain," kata Dai yang juga pakar Sejarah Islam.
Karenanya, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم memerintahkan untuk melihat orang yang di bawah kita secara nikmat agar tidak mudah meremehkan nikmat Allah, sekecil apapun.
Bersyukur kepada Allah, kebaikannya tidak dikirimkan kepada Allah yang disyukuri. Tetapi kembali kepada hamba yang bersyukur itu sendiri.
وَ مَنۡ یَّشۡکُرۡ فَاِنَّمَا یَشۡکُرُ لِنَفۡسِہٖ
(QS Luqman: 12)
"Sesungguhnya manfaat dan pahalanya kembali bagi mereka yang bersyukur." (Ibnu Katsir dalam tafsirnya)
Kata Fainnamaa (فَاِنَّمَا) semakin menguatkan bahwa kebaikannya syukur itu benar-benar hanya kembali kepada hamba yang bersyukur. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang senantiasa bersyukur.
Wallahu A'lam
(rhs)