Kisah Perlawanan Sengit Kaum Khawarij Terhadap Khalifah Ali bin Abu Thalib
Minggu, 07 Februari 2021 - 18:22 WIB
"Allah sudah memerintahkan kepada Rasul-Nya, Daud: 'Hai Daud, engkau telah kami jadikan Khalifah di bumi, maka laksanakanlah hukum dengan adil di antara sesama manusia, dan janganlah engkau menuruti hawa nafsu, sebab hal itu akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan memperoleh siksa amat berat" (As Shad:26).
"Juga Allah telah berfirman," kata Zafr: "Barang siapa tidak menetapkan hukum menurut apa yang telah diturunkan Allah, mereka itu adalah orang-orang kafir." (Al-Ma'idah: 44).
"Oleh karena itu", kata Zafr selanjutnya, "bersumpahlah kalian untuk melawan orang yang dulu kita dukung ajarannya. Orang itu sekarang sudah mengikuti hawa nafsu, mengabaikan hukum Allah, berlaku zalim dalam menetapkan hukum dan melaksanakannya. Oleh karena itu perjuangan melawan orang-orang seperti itu adalah wajib bagi kaum mukminin."
Baca juga: Memberontak, Putra Amr bin Al-Ash: Ayah Akan Berbaring Bersama Muawiyah di Neraka!
"Aku bersumpah, demi Allah, seandainya tak ada seorang pun yang mau berjuang menghapus kemungkaran itu, atau tidak ada orang yang mau membantu perjuangan melawan orang-orang bathil dan durhaka itu, aku akan memerangi mereka seorang diri sampai aku berjumpa dengan Allah SWT. Biarlah Allah sendiri yang menjadi saksi, dengan lidah aku telah berjuang memperbaiki keadaan sesuai dengan kehendak-Nya dan menurut keridhoan-Nya."
"Saudara-saudara, hantamlah muka dan kepala mereka dengan pedang, sampai Allah 'Azaa wa Jalla ditaati oleh mereka. Jika orang itu sudah mau taat kepada Allah sebagaimana yang kalian inginkan, Allah akan mengaruniakan pahala kepada kalian sebagai orang-orang yang telah membuktikan ketaatan dan telah melaksanakan perintah-Nya. Jika kalian mati terbunuh, apakah yang lebih penting daripada berjalan menuju keridhoan Allah dan sorga-Nya?"
"Ketahuilah saudara-saudara, mereka sekarang sudah siap untuk mempertahankan hukum yang sesat. Marilah kita semua keluar menuju ke sebuah daerah yang telah kita sepakati dalam pertemuan kita ini. Kalian telah menjadi pembela-pembela kebenaran di tengah-tengah ummat manusia. Sebab kalian sudah mengumandangkan kebenaran dan tetap bertekad hendak berkata benar."
"Marilah kita pergi ke Madain yang telah kita sepakati itu, kita buka pintunya dan kita kerahkan penduduknya, kemudian kita kirimkan utusan kepada saudara-saudara kita di Bashrah, agar mereka mau bergabung dengan kita!"
Sesudah agitasi Zafr ini, tampil Zaid bin Hushn At Tha'iy, saudara Zafr, dengan kata-kata: "Di daerah itu nanti akan ada orang-orang yang merintangi kalian masuk, dan mereka pun akan mencegah kalian menduduki daerah itu. Oleh karena itu sebaiknya kita segera menulis surat kepada saudara-saudara kita di Bahsrah. Beritahukan mereka tentang keluarnya kalian sekarang ini. Setibanya di sana, berhentilah kalian di Nehrawan!"
Semua pidato itu mendapat sambutan hangat dan yang hadir menyatakan persetujuan bulat. Kemudian ditulislah sepucuk surat kepada teman-teman mereka di Bashrah.
Isinya sebagai berikut : "…Orang-orang yang dulu kami dukung seruannya (yakni Ali bin Abu Thalib) sekarang sudah mengangkat orang untuk menetapkan tahkim terhadap agama Allah. Mereka membiarkan orang-orang durhaka menguasai hamba-hamba Allah. Oleh sebab itu kami sekarang menentang mereka dan sudah meninggalkan mereka."
"Dengan cara itu kami hendak mendekatkan diri kepada Allah, dan sekarang kami sudah berada di jembatan Nehrawan. Kami ingin memberi tahukan kalian, agar kalian dapat ikut ambil bagian untuk memperoleh pahala. Wassalaam."
Jawaban dari teman-teman mereka di Bashrah mengatakan, bahwa mereka mendukung dan membenarkan tekad mereka, serta siap menjalankan perintah Allah dan bersedia ambil bagian dalam perjuangan melawan Ali bin Abu Thalib r.a. dan pendukungnya. Surat itu diakhiri dengan kata-kata: "Kami sudah bersepakat untuk segera berangkat guna bergabung dengan kalian."
Menurut rencana, mereka hendak berangkat pada malam Kamis. Sebelum berangkat mereka berkumpul sekali lagi di rumah Hurqush bin Zuhair. Setelah mengadakan pembicaraan sejenak, akhirnya mereka sepakat mengundurkan waktu keberangkatan menjadi malam Jum'at.
Kesepakatan itu berubah lagi berdasarkan saran Hurqush: "Malam Jum'at sebaiknya kalian tinggal di sini saja dulu untuk banyak-banyak beribadah kepada Allah, dan pergunakanlah sebagai kesempatan untuk meninggalkan wasiat-wasiat. Malam Sabtu barulah kalian berangkat, seorang-seorang atau dua-dua, agar jangan sampai menyolok mata orang banyak." (Bersambung)
"Juga Allah telah berfirman," kata Zafr: "Barang siapa tidak menetapkan hukum menurut apa yang telah diturunkan Allah, mereka itu adalah orang-orang kafir." (Al-Ma'idah: 44).
"Oleh karena itu", kata Zafr selanjutnya, "bersumpahlah kalian untuk melawan orang yang dulu kita dukung ajarannya. Orang itu sekarang sudah mengikuti hawa nafsu, mengabaikan hukum Allah, berlaku zalim dalam menetapkan hukum dan melaksanakannya. Oleh karena itu perjuangan melawan orang-orang seperti itu adalah wajib bagi kaum mukminin."
Baca juga: Memberontak, Putra Amr bin Al-Ash: Ayah Akan Berbaring Bersama Muawiyah di Neraka!
"Aku bersumpah, demi Allah, seandainya tak ada seorang pun yang mau berjuang menghapus kemungkaran itu, atau tidak ada orang yang mau membantu perjuangan melawan orang-orang bathil dan durhaka itu, aku akan memerangi mereka seorang diri sampai aku berjumpa dengan Allah SWT. Biarlah Allah sendiri yang menjadi saksi, dengan lidah aku telah berjuang memperbaiki keadaan sesuai dengan kehendak-Nya dan menurut keridhoan-Nya."
"Saudara-saudara, hantamlah muka dan kepala mereka dengan pedang, sampai Allah 'Azaa wa Jalla ditaati oleh mereka. Jika orang itu sudah mau taat kepada Allah sebagaimana yang kalian inginkan, Allah akan mengaruniakan pahala kepada kalian sebagai orang-orang yang telah membuktikan ketaatan dan telah melaksanakan perintah-Nya. Jika kalian mati terbunuh, apakah yang lebih penting daripada berjalan menuju keridhoan Allah dan sorga-Nya?"
"Ketahuilah saudara-saudara, mereka sekarang sudah siap untuk mempertahankan hukum yang sesat. Marilah kita semua keluar menuju ke sebuah daerah yang telah kita sepakati dalam pertemuan kita ini. Kalian telah menjadi pembela-pembela kebenaran di tengah-tengah ummat manusia. Sebab kalian sudah mengumandangkan kebenaran dan tetap bertekad hendak berkata benar."
"Marilah kita pergi ke Madain yang telah kita sepakati itu, kita buka pintunya dan kita kerahkan penduduknya, kemudian kita kirimkan utusan kepada saudara-saudara kita di Bashrah, agar mereka mau bergabung dengan kita!"
Sesudah agitasi Zafr ini, tampil Zaid bin Hushn At Tha'iy, saudara Zafr, dengan kata-kata: "Di daerah itu nanti akan ada orang-orang yang merintangi kalian masuk, dan mereka pun akan mencegah kalian menduduki daerah itu. Oleh karena itu sebaiknya kita segera menulis surat kepada saudara-saudara kita di Bahsrah. Beritahukan mereka tentang keluarnya kalian sekarang ini. Setibanya di sana, berhentilah kalian di Nehrawan!"
Semua pidato itu mendapat sambutan hangat dan yang hadir menyatakan persetujuan bulat. Kemudian ditulislah sepucuk surat kepada teman-teman mereka di Bashrah.
Isinya sebagai berikut : "…Orang-orang yang dulu kami dukung seruannya (yakni Ali bin Abu Thalib) sekarang sudah mengangkat orang untuk menetapkan tahkim terhadap agama Allah. Mereka membiarkan orang-orang durhaka menguasai hamba-hamba Allah. Oleh sebab itu kami sekarang menentang mereka dan sudah meninggalkan mereka."
"Dengan cara itu kami hendak mendekatkan diri kepada Allah, dan sekarang kami sudah berada di jembatan Nehrawan. Kami ingin memberi tahukan kalian, agar kalian dapat ikut ambil bagian untuk memperoleh pahala. Wassalaam."
Jawaban dari teman-teman mereka di Bashrah mengatakan, bahwa mereka mendukung dan membenarkan tekad mereka, serta siap menjalankan perintah Allah dan bersedia ambil bagian dalam perjuangan melawan Ali bin Abu Thalib r.a. dan pendukungnya. Surat itu diakhiri dengan kata-kata: "Kami sudah bersepakat untuk segera berangkat guna bergabung dengan kalian."
Menurut rencana, mereka hendak berangkat pada malam Kamis. Sebelum berangkat mereka berkumpul sekali lagi di rumah Hurqush bin Zuhair. Setelah mengadakan pembicaraan sejenak, akhirnya mereka sepakat mengundurkan waktu keberangkatan menjadi malam Jum'at.
Kesepakatan itu berubah lagi berdasarkan saran Hurqush: "Malam Jum'at sebaiknya kalian tinggal di sini saja dulu untuk banyak-banyak beribadah kepada Allah, dan pergunakanlah sebagai kesempatan untuk meninggalkan wasiat-wasiat. Malam Sabtu barulah kalian berangkat, seorang-seorang atau dua-dua, agar jangan sampai menyolok mata orang banyak." (Bersambung)
(mhy)