Furai'ah, Shahabiyah Periwayat Hadis yang Langsung dari Rasulullah
Jum'at, 12 Februari 2021 - 16:00 WIB
Selain karena kelembutan hati dan perangainya , banyak sosok perempuan yang dikenal karena kecerdasan intelektualnya . Dalam soal periwayatan hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam misalnya. Dikenal sosok-sosok perempuan muslimah yang sangat cerdas, seperti Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar radhiyallahu'anha.
Dari sosoknyalah, hampir seperempat jumlah hadis-hadis Rasulullah disampaikan. Selain Aisyah radhiyallahu'anha, dikenal juga sebagai perawi hadis dari kalangan perempuan yakni Ummu Salamah. Selain itu, ada sosok shahabiyah (sahabat perempuan Rasulullah) yang juga memperawikan hadis langsung dari Baginda Nabi SAW, yakni Furai'ah binti Malik.
Dikutip dari buku '20 Sirah Shahabiyah yang Dijamin Masuk Syurga' yang ditulis Ahmad Khalil Jum'ah, dijelaskan bagaimana sosok Furai'ah ini dan kontribusinya dalam meriwayatkan hadis Rasulullah.
Furai'ah menempati kelompok shahabiyah (sahabat dari kalangan perempuan Rasulullah) dengan derajat tertinggi karena dirinya menghadiri bai’atur ridhwan pada tahun keenam hijriyah bersama Abu Dzar al-Ghifari, Sahl bin Sa’ad dan saudara laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri.
Furai'ah berasal dari Bani Khadrah, kabilah terpandang di antara penduduk Yastrib. Ialah putri dari pejuang Islam terbaik, Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa’labah bin Ubaid bin Abjar radhiyallahu’anhu. Ayahnya memiliki semangat juang yang amat tinggi. Sebelum perang Uhud berkecamuk, ia berniat mengikutsertakan anak laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, yang saat itu masih berusia 13 tahun. Walau ia merasa bahwa jagoannya itu sudah siap bertempur di medan perang, Rasulullah melarangnya mengingat usia Abu Sa’id yang masih belia.
Namun, Malik bin Sinan harus menemui ajalnya sebagai syahid pada perang Uhud dan menjadikan kedua anaknya yatim-piatu pada usia yang masih belia.
Meski kehilangan ayah tercinta, dan ibunda Anisah binti Abu Haritsah yang lebih dahulu menghadap Sang Pencipta, Furai’ah dan Abu Sa’id, tak gentar untuk tetap mengibarkan panji-panji Islam . Kepergian kedua orangtuanya mereka anggap sebagai ujian kesabaran.
Suatu ketika, mereka tak memiliki uang sepeserpun untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Abi Sa’id pun meminta saudara perempuannya itu untuk menemui Rasulullah dan melaporkan keadaan mereka.
Akan tetapi, ia mengurungkan niatnya saat mendengar Rasul berkhutbah di Masjid Nabawi. Rasulullah berkata, “Barang siapa yang menahan nafsu karena Allah Subhanahu wa ta’ala, niscaya Allah akan mencukupinya. Dan barang siapa yang meminta kekayaan karena Allah, niscaya Ia akan memberikannya kekayaan.”
Mereka berdua pun memantapkan diri untuk terus bersabar dan yakin bahwa Allah akan selalu mencukupi mereka. Karena kesabarannya, ada saja rezeki yang datang pada adik-kakak itu dari segala penjuru yang tak mereka sangka.
Selain terlahir dari keluarga pejuang, Furai’ah juga terlahir dari keluarga yang agamis. Ayaknya adalah seorang perawi yang rajin meriwayatkan hadis. Begitupula saudara laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri yang menempati urutan ketujuh sebagai perawi dengan riwayat hadis terbanyak.
Begitupula Furai’ah, namanya tercatat sebagai salah satu periwayat hadis dari kalangan perempuan. Furai'ah sering hadir di majelis-majelis Rasulullah. Ia memahami dan menghafal sabda-sabda beliau. Ia meriwayatkan delapan buah hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Zainab binti Ka'ab bin 'Ujrah meriwayatkan hadis darinya. Meski tidak sebanyak periwayatan Aisyah binti Abu Bakr al-Shiddiq ataupun Ummu Salamah, namun hadis yang ia riwayatkan dijadikan pijakan bagi para ulama fiqih.
Salah satunya adalah hadis tentang masa berkabung (iddah) bagi wanita yang ditinggal wafat suaminya. Dalam hadis yang ia riwayatkan menerangkan bahwa janda yang karena suaminya wafat harus menjalani masa berkabungnya selama empat bulan sepuluh hari.
Kepopuleran hadis ini bermula, ketika di masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiyallahu'anhu, ada seorang laki-laki yang telah beristri meninggal dunia. Utsman mengundang Furai'ah untuk bertanya kepadanya tentang hukum yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada wanita yang ditinggal mati suaminya.
Furai'ah menceritaan kisahnya, "Ketika Utsman bin Affan, ditanya tentang masalah ini, ada orang yang memberitahukan kepadanya tentang diriku. Lalu ia mengutus orang untuk mengundangku, untuk datang. Ketika aku tiba, ia sedang berkumpul bersama banyak orang. Ia bertanya kepadaku tentang kejadian yang belum pernah kualami dan perintah apa yang diberikan Rasulullah SAW. Aku pun menceritakannya. Setelah itu, ia mengurus orang untuk menemui wanita yang ditinggal mati suaminya dan menyuruhnya agar tidak meninggalkan rumahnya sampai habis masa iddahnya."
Dari sosoknyalah, hampir seperempat jumlah hadis-hadis Rasulullah disampaikan. Selain Aisyah radhiyallahu'anha, dikenal juga sebagai perawi hadis dari kalangan perempuan yakni Ummu Salamah. Selain itu, ada sosok shahabiyah (sahabat perempuan Rasulullah) yang juga memperawikan hadis langsung dari Baginda Nabi SAW, yakni Furai'ah binti Malik.
Dikutip dari buku '20 Sirah Shahabiyah yang Dijamin Masuk Syurga' yang ditulis Ahmad Khalil Jum'ah, dijelaskan bagaimana sosok Furai'ah ini dan kontribusinya dalam meriwayatkan hadis Rasulullah.
Furai'ah menempati kelompok shahabiyah (sahabat dari kalangan perempuan Rasulullah) dengan derajat tertinggi karena dirinya menghadiri bai’atur ridhwan pada tahun keenam hijriyah bersama Abu Dzar al-Ghifari, Sahl bin Sa’ad dan saudara laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri.
Furai'ah berasal dari Bani Khadrah, kabilah terpandang di antara penduduk Yastrib. Ialah putri dari pejuang Islam terbaik, Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa’labah bin Ubaid bin Abjar radhiyallahu’anhu. Ayahnya memiliki semangat juang yang amat tinggi. Sebelum perang Uhud berkecamuk, ia berniat mengikutsertakan anak laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, yang saat itu masih berusia 13 tahun. Walau ia merasa bahwa jagoannya itu sudah siap bertempur di medan perang, Rasulullah melarangnya mengingat usia Abu Sa’id yang masih belia.
Namun, Malik bin Sinan harus menemui ajalnya sebagai syahid pada perang Uhud dan menjadikan kedua anaknya yatim-piatu pada usia yang masih belia.
Meski kehilangan ayah tercinta, dan ibunda Anisah binti Abu Haritsah yang lebih dahulu menghadap Sang Pencipta, Furai’ah dan Abu Sa’id, tak gentar untuk tetap mengibarkan panji-panji Islam . Kepergian kedua orangtuanya mereka anggap sebagai ujian kesabaran.
Suatu ketika, mereka tak memiliki uang sepeserpun untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Abi Sa’id pun meminta saudara perempuannya itu untuk menemui Rasulullah dan melaporkan keadaan mereka.
Akan tetapi, ia mengurungkan niatnya saat mendengar Rasul berkhutbah di Masjid Nabawi. Rasulullah berkata, “Barang siapa yang menahan nafsu karena Allah Subhanahu wa ta’ala, niscaya Allah akan mencukupinya. Dan barang siapa yang meminta kekayaan karena Allah, niscaya Ia akan memberikannya kekayaan.”
Baca Juga
Mereka berdua pun memantapkan diri untuk terus bersabar dan yakin bahwa Allah akan selalu mencukupi mereka. Karena kesabarannya, ada saja rezeki yang datang pada adik-kakak itu dari segala penjuru yang tak mereka sangka.
Selain terlahir dari keluarga pejuang, Furai’ah juga terlahir dari keluarga yang agamis. Ayaknya adalah seorang perawi yang rajin meriwayatkan hadis. Begitupula saudara laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri yang menempati urutan ketujuh sebagai perawi dengan riwayat hadis terbanyak.
Begitupula Furai’ah, namanya tercatat sebagai salah satu periwayat hadis dari kalangan perempuan. Furai'ah sering hadir di majelis-majelis Rasulullah. Ia memahami dan menghafal sabda-sabda beliau. Ia meriwayatkan delapan buah hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Zainab binti Ka'ab bin 'Ujrah meriwayatkan hadis darinya. Meski tidak sebanyak periwayatan Aisyah binti Abu Bakr al-Shiddiq ataupun Ummu Salamah, namun hadis yang ia riwayatkan dijadikan pijakan bagi para ulama fiqih.
Salah satunya adalah hadis tentang masa berkabung (iddah) bagi wanita yang ditinggal wafat suaminya. Dalam hadis yang ia riwayatkan menerangkan bahwa janda yang karena suaminya wafat harus menjalani masa berkabungnya selama empat bulan sepuluh hari.
Kepopuleran hadis ini bermula, ketika di masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiyallahu'anhu, ada seorang laki-laki yang telah beristri meninggal dunia. Utsman mengundang Furai'ah untuk bertanya kepadanya tentang hukum yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada wanita yang ditinggal mati suaminya.
Furai'ah menceritaan kisahnya, "Ketika Utsman bin Affan, ditanya tentang masalah ini, ada orang yang memberitahukan kepadanya tentang diriku. Lalu ia mengutus orang untuk mengundangku, untuk datang. Ketika aku tiba, ia sedang berkumpul bersama banyak orang. Ia bertanya kepadaku tentang kejadian yang belum pernah kualami dan perintah apa yang diberikan Rasulullah SAW. Aku pun menceritakannya. Setelah itu, ia mengurus orang untuk menemui wanita yang ditinggal mati suaminya dan menyuruhnya agar tidak meninggalkan rumahnya sampai habis masa iddahnya."