Furai'ah binti Malik, Sang Penghapal Hadis Tentang Masa Berkabung

Minggu, 11 Oktober 2020 - 18:04 WIB
loading...
Furaiah binti Malik, Sang Penghapal Hadis Tentang Masa Berkabung
Tentang penetapan masa iddah (berkabung) seorang istri yang ditinggal wafat suaminya, ternyata diperawikan oleh seorang muslimah yakni Furaiah binti Malik radhiyallahuanha. Foto ilustrasi/ist
A A A
Sosok perempuan dalam meriwayatkan hadis Rasulullah, berperan cukup besar. Selain Ummul Mukminin Aisyah Aisyah binti Abu Bakar, ternyata ada shahabiyah lain yang berkontribusi dalam periwayatan hadis-hadis nabawi. Dia adalah Furai'ah binti Malik, salah satu perawi perempuan dengan hadis-hadis yang ia riwayatkan langsung dari Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dikutip dari buku '20 Sirah Shohabiyah yang Dijamin Masuk Syurga' yang ditulis Ahmad Khalil Jum'ah, dijelaskan bagaimana sosok Furai'ah ini dan kontribusinya dalam meriwayatkan hadis Rasulullah.

(Baca juga : Memperbaiki dan Meluruskan Niat )

Furai'ah menempati kelompok shahabiyah (sahabat dari kalangan perempuan Rasulullah) dengan derajat tertinggi karena dirinya menghadiri bai’atur ridhwan pada tahun keenam hijriyah bersama Abu Dzar al-Ghifari, Sahl bin Sa’ad dan saudara laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri.

Furai'ah berasal dari Bani Khadrah, kabilah terpandang di antara penduduk Yastrib. Ialah putri dari pejuang Islam terbaik, Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa’labah bin Ubaid bin Abjar radhiyallahu’anhu. Ayahnya memiliki semangat juang yang amat tinggi. Sebelum perang Uhud berkecamuk, ia berniat mengikutsertakan anak laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, yang saat itu masih berusia 13 tahun. Walau ia merasa bahwa jagoannya itu sudah siap bertempur di medan perang, Rasulullah melarangnya mengingat usia Abu Sa’id yang masih belia.

(Baca juga : Muslimah, Hati-hati dengan Dosa yang Bersumber dari Kepala Ini )

Namun, Malik bin Sinan harus menemui ajalnya sebagai syahid pada perang Uhud dan menjadikan kedua anaknya yatim-piatu pada usia yang masih belia.

Meski kehilangan ayah tercinta, dan ibunda Anisah binti Abu Haritsah yang lebih dahulu menghadap Sang Pencipta, Furai’ah dan Abu Sa’id, tak gentar untuk tetap mengibarkan panji-panji Islam . Kepergian kedua orangtuanya mereka anggap sebagai ujian kesabaran.

Suatu ketika, mereka tak memiliki uang sepeserpun untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Abi Sa’id pun meminta saudara perempuannya itu untuk menemui Rasulullah dan melaporkan keadaan mereka.

(Baca juga : Benarkan Jumlah Perempuan di Surga Paling Banyak? )

Akan tetapi, ia mengurungkan niatnya saat mendengar Rasul berkhutbah di Masjid Nabawi. Rasulullah berkata, “Barang siapa yang menahan nafsu karena Allah Subhanahu wa ta’ala, niscaya Allah akan mencukupinya. Dan barang siapa yang meminta kekayaan karena Allah, niscaya Ia akan memberikannya kekayaan.”

Mereka berdua pun memantapkan diri untuk terus bersabar dan yakin bahwa Allah akan selalu mencukupi mereka. Karena kesabarannya, ada saja rezeki yang datang pada adik-kakak itu dari segala penjuru yang tak mereka sangka.

Penghapal Hadis

Selain terlahir dari keluarga pejuang, Furai’ah juga terlahir dari keluarga yang agamis. Ayaknya adalah seorang perawi yang rajin meriwayatkan hadis. Begitupula saudara laki-lakinya, Abu Sa’id Al-Khudri yang menempati urutan ketujuh sebagai perawi dengan riwayat hadis terbanyak.

Begitupula Furai’ah, namanya tercatat sebagai salah satu periwayat hadis dari kalangan perempuan. Furai'ah sering hadir di majelis-majelis Rasulullah. Ia memahami dan menghafal sabda-sabda beliau. Ia meriwayatkan delapan buah hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Zainab binti Ka'ab bin 'Ujrah meriwayatkan hadis darinya. Meski tidak sebanyak periwayatan Aisyah binti Abu Bakr al-Shiddiq ataupun Ummu Salamah, namun hadis yang ia riwayatkan dijadikan pijakan bagi para ulama fiqih.

(Baca juga : Kemendagri Instruksikan Daerah Genjot Perekaman E-KTP )

Salah satunya adalah hadis tentang masa berkabung (iddah) bagi wanita yang ditinggal wafat suaminya. Dalam hadis yang ia riwayatkan menerangkan bahwa janda yang karena suaminya wafat harus menjalani masa berkabungnya selama empat bulan sepuluh hari.

Kepopuleran hadis ini bermula, ketika di masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiyallahu'anhu, ada seorang laki-laki yang telah beristri meninggal dunia. Utsman mengundang Furai'ah untuk bertanya kepadanya tentang hukum yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada wanita yang ditinggal mati suaminya.

Furai'ah menceritaan kisahnya, "Ketika Utsman bin Affan, ditanya tentang masalah ini, ada orang yang memberitahukan kepadanya tentang diriku. Lalu ia mengutus orang untuk mengundangku, untuk datang. Ketika aku tiba, ia sedang berkumpul bersama banyak orang. Ia bertanya kepadaku tentang kejadian yang belum pernah kualami dan perintah apa yang diberikan Rasulullah SAW. Aku pun menceritakannya. Setelah itu, ia mengurus orang untuk menemui wanita yang ditinggal mati suaminya dan menyuruhnya agar tidak meninggalkan rumahnya sampai habis masa iddahnya."

(Baca juga : 4.233 Kamar Hotel Siap Tampung OTG di Tiga Propinsi )
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1415 seconds (0.1#10.140)