Sayyidah Hafshah, Istri Rasulullah yang Sempat Dapat Talak Satu
Senin, 18 Mei 2020 - 03:31 WIB
Abu Bakar mengulurkan tangan untuk mengucapkan selamat sekaligus meminta maaf. Ia berkata, “Janganlah engkau marah kepadaku wahai Umar karena Rasulullah pernah menyebut Hafshah, tetapi aku tidak mau menyebarkan rahasia Rasulullah. Andai beliau meninggalkan Hafshah, aku pasti menikahinya."
Pada bulan Sya’ban tahun ke-3 H seluruh kota Madinah memberkahi pernikahan Nabi dengan Hafshah binti Umar ibn Khaththab. (Baca Juga: Masya Allah, Mahar Nabi Kepada Khadijah Ternyata Rp1,3 Miliar
Dalam Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah dalam, 2018) dan Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW (M Quraish Shihab, 2018) disebutkan bahwa alasan Nabi Muhammad menikahi Sayyidah Hafshah adalah untuk memperhatikan keluarga sahabatnya, baik Umar bin Khattab maupun Khunais bi Hudzafah yang gugur di medan perang.
Demikianlah, Sayyidah Hafshah bergabung dengan para istri Rasulullah dan Ummahatul Mukminin yang suci.
Beberapa istri Rasulullah yang tinggal dalam rumah beliau saat itu adalah Sayyidah Saudah dan Sayyidah Aisyah. Ketika madu-madu berdatangan ke rumah Rasulullah,
Sayyidah Hafshah berkelompok dengan Aisyah karena ia memandang Aisyah sebagai madu yang paling dekat dengan dirinya dan yang paling layak untuk bergabung bersamanya sambil selalu mengikuti ucapan sang ayah, Umar ibn Khaththab kepadanya: “Apa artinya dirimu dibandingan dengan Aisyah dan apa artinya ayahmu dibandingkan dengan ayah Aisyah.”(Baca Juga: Ibu Kaum Mukmin, Gus Baha: Kita Berutang Banyak kepada Sayyidah Aisyah
Suatu hari Umar ibn Kaththab mendengar bahwa putrinya membantah Rasulullah hingga beliau lewati sepanjang hari dengan sangat marah. Saat itu juga ia segera pergi ke kediaman Rasulullah untuk menemui Hafshah dan menanyakan kebenaran kabar yang ia dengar itu.
Hafshah menjawab bahwa kabar itu memang benar maka Umar pun menegurnya, “Kamu tahu bahwa aku telah mengingatkanmu terhadap siksa Allah dan kemarahan Rasul-Nya. Wahai putriku, janganlah engkau tertipu oleh seseorang yang kecantikannya lebih dikagumi dan dicintai oleh Rasulullah. Demi Allah, engkau sudah tau bahwa Rasulullah tidaklah mencintaimu dan andai bukan karena aku, pastilah beliau sudah menceraikanmu.”
Sayyidah Hafshah adalah perempuan yang percaya diri dan berani. Ia melihat bahwa tidak satu pun dari para madunya yang bisa menandingi kedudukannya. Demikian pula suaminya, Rasulullah tidak akan merasa sakit dengan sikapnya yang sesekali menentang.
Dalam hadis al-Hudaibiyah dan Bai’at ar-Ridhwan, Ibnu Sa’d meriwayatkan bahwa Rasulullah—di sisi Hafshah r.a.—mengingat para sahabat yang membai’atnya di bawah pohon Hudaibiyah.
Rasulullah bersabda, “Insya Allah, tidak akan masuk neraka para ashab asy-syajarah yang berbai’at di bawahnya.” Hafshah menyahut, “Benar wahai Rasulullah.” Rasulullah pun membentaknya kemudian turunlah ayat Alquran yang mulia:
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. (Surat Maryam Ayat 71)
Rasulullah s.a.w. menjawab, “Allah SWT telah berfirman,
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا
Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut. (Surat Maryam Ayat 72)
Rasulullah berusaha menolong Hafshah sedapat mungkin. Bagi beliau, sikap yang ditunjukkan oleh Hafshah itu tidak lain sifat seorang perempuan yang menuntut kasih sayang dan sifat turunan dari sang ayah, yakni sahabat termulia Umar ibn Khaththab.
Talak Satu
Pada suatu hari Rasulullah berdua di rumah Sayyidah Hafshah dengan Mariyah Al-Qibtiyah. Mariyah atau Maria adalah seorang wanita asal Mesir yang dihadiahkan oleh Muqauqis, penguasa Mesir, kepada Rasulullah tahun 7 H. Setelah dimerdekakan lalu dinikahi oleh Rasulullah dan mendapat seorang putra bernama Ibrahim. ( )
Hal ini rupanya membuat Sayyidah Hafshah cemburu berat. Ketika Mariyah pergi, Sayyidah Hafshah menemui Rasulullah dan berkata, “Aku telah melihat siapa orang yang bersamaku. Sungguh engkau telah menghardikku dan engkau tidak akan melakukan hal itu andai bukan karena rendahnya diriku bagimu!”
Pada bulan Sya’ban tahun ke-3 H seluruh kota Madinah memberkahi pernikahan Nabi dengan Hafshah binti Umar ibn Khaththab. (Baca Juga: Masya Allah, Mahar Nabi Kepada Khadijah Ternyata Rp1,3 Miliar
Dalam Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah dalam, 2018) dan Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW (M Quraish Shihab, 2018) disebutkan bahwa alasan Nabi Muhammad menikahi Sayyidah Hafshah adalah untuk memperhatikan keluarga sahabatnya, baik Umar bin Khattab maupun Khunais bi Hudzafah yang gugur di medan perang.
Demikianlah, Sayyidah Hafshah bergabung dengan para istri Rasulullah dan Ummahatul Mukminin yang suci.
Beberapa istri Rasulullah yang tinggal dalam rumah beliau saat itu adalah Sayyidah Saudah dan Sayyidah Aisyah. Ketika madu-madu berdatangan ke rumah Rasulullah,
Sayyidah Hafshah berkelompok dengan Aisyah karena ia memandang Aisyah sebagai madu yang paling dekat dengan dirinya dan yang paling layak untuk bergabung bersamanya sambil selalu mengikuti ucapan sang ayah, Umar ibn Khaththab kepadanya: “Apa artinya dirimu dibandingan dengan Aisyah dan apa artinya ayahmu dibandingkan dengan ayah Aisyah.”(Baca Juga: Ibu Kaum Mukmin, Gus Baha: Kita Berutang Banyak kepada Sayyidah Aisyah
Suatu hari Umar ibn Kaththab mendengar bahwa putrinya membantah Rasulullah hingga beliau lewati sepanjang hari dengan sangat marah. Saat itu juga ia segera pergi ke kediaman Rasulullah untuk menemui Hafshah dan menanyakan kebenaran kabar yang ia dengar itu.
Hafshah menjawab bahwa kabar itu memang benar maka Umar pun menegurnya, “Kamu tahu bahwa aku telah mengingatkanmu terhadap siksa Allah dan kemarahan Rasul-Nya. Wahai putriku, janganlah engkau tertipu oleh seseorang yang kecantikannya lebih dikagumi dan dicintai oleh Rasulullah. Demi Allah, engkau sudah tau bahwa Rasulullah tidaklah mencintaimu dan andai bukan karena aku, pastilah beliau sudah menceraikanmu.”
Sayyidah Hafshah adalah perempuan yang percaya diri dan berani. Ia melihat bahwa tidak satu pun dari para madunya yang bisa menandingi kedudukannya. Demikian pula suaminya, Rasulullah tidak akan merasa sakit dengan sikapnya yang sesekali menentang.
Dalam hadis al-Hudaibiyah dan Bai’at ar-Ridhwan, Ibnu Sa’d meriwayatkan bahwa Rasulullah—di sisi Hafshah r.a.—mengingat para sahabat yang membai’atnya di bawah pohon Hudaibiyah.
Rasulullah bersabda, “Insya Allah, tidak akan masuk neraka para ashab asy-syajarah yang berbai’at di bawahnya.” Hafshah menyahut, “Benar wahai Rasulullah.” Rasulullah pun membentaknya kemudian turunlah ayat Alquran yang mulia:
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. (Surat Maryam Ayat 71)
Rasulullah s.a.w. menjawab, “Allah SWT telah berfirman,
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا
Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut. (Surat Maryam Ayat 72)
Rasulullah berusaha menolong Hafshah sedapat mungkin. Bagi beliau, sikap yang ditunjukkan oleh Hafshah itu tidak lain sifat seorang perempuan yang menuntut kasih sayang dan sifat turunan dari sang ayah, yakni sahabat termulia Umar ibn Khaththab.
Talak Satu
Pada suatu hari Rasulullah berdua di rumah Sayyidah Hafshah dengan Mariyah Al-Qibtiyah. Mariyah atau Maria adalah seorang wanita asal Mesir yang dihadiahkan oleh Muqauqis, penguasa Mesir, kepada Rasulullah tahun 7 H. Setelah dimerdekakan lalu dinikahi oleh Rasulullah dan mendapat seorang putra bernama Ibrahim. ( )
Hal ini rupanya membuat Sayyidah Hafshah cemburu berat. Ketika Mariyah pergi, Sayyidah Hafshah menemui Rasulullah dan berkata, “Aku telah melihat siapa orang yang bersamaku. Sungguh engkau telah menghardikku dan engkau tidak akan melakukan hal itu andai bukan karena rendahnya diriku bagimu!”