Sayyidah Hafshah, Istri Rasulullah yang Sempat Dapat Talak Satu
Senin, 18 Mei 2020 - 03:31 WIB
Kata-kata Hafshah ini sangat menyakitkan bagi Rasulullah. Namun, dengan sifat pemaaf dan logikanya, Rasulullah mendekat dan meminta ridha Sayyidah Hafshah sambil mengatakan, dengan suara lirih, bahwa Mariyah adalah haram untuk Nabi.
Setelah itu, Rasulullah berpesan agar Hafshah tidak menceritakan kepada siapa pun tentang hal yang terjadi tersebut dan menganggapnya tidak pernah terjadi.
Sementara Muhammad Husain Haekal dalam buku “Sejarah Hidup Muhammad” dalam menceritakan kasus ini menyebut ketika peristiwa itu terjadi Sayyidah Hafshah sedang pergi mengunjungi ayahnya dan bercakap-cakap di sana, Maria datang kepada Nabi tatkala ia sedang di rumah Hafshah dan agak lama.
Bila kemudian Sayyidah Hafshah kembali pulang dan mengetahui ada Maria di rumahnya, ia menunggu keluarnya Maria dengan rasa cemburu yang sudah meluap. Makin lama ia menunggu, cemburunya pun makin menjadi. Bilamana kemudian Maria keluar, Hafshah masuk menjumpai Nabi.
"Saya sudah melihat siapa yang dengan kau tadi," kata Hafshah. "Engkau sungguh telah menghinaku. Engkau tidak akan berbuat begitu kalau tidak kedudukanku yang rendah dalam pandanganmu."
Rasulullah segera menyadari bahwa rasa cemburulah yang telah mendorong Hafshah menyatakan apa yang telah disaksikannya itu serta membicarakannya kembali dengan Aisyah atau isteri-isterinya yang lain.
Dengan maksud hendak menyenangkan perasaan Sayyidah Hafshah, ia bermaksud hendak bersumpah mengharamkan Maria buat dirinya kalau Hafshah tidak akan menceritakan apa yang telah disaksikannya itu.
Sayyidah Hafshah berjanji akan melaksanakan. Tetapi rasa cemburu sudah begitu berkecamuk dalam hati, sehingga dia tidak lagi sanggup menyimpan apa yang ada dalam hatinya, dan ia pun menceritakan lagi hal itu kepada Sayyidah Aisyah.
Sayyidah Aisyah memberi kesan kepada Nabi bahwa Sayyidah Hafshah tidak lagi dapat menyimpan rahasia. Barangkali masalahnya tidak hanya terhenti pada Sayyidah Hafshah dan pada Sayyidah Aisyah saja dari kalangan isteri Nabi. Barangkali mereka semua - yang sudah melihat bagaimana Nabi mengangkat kedudukan Maria - telah pula mengikuti Hafshah dan Aisyah ketika kedua mereka ini berterang-terang kepada Nabi sehubungan dengan Maria ini, meskipun cerita demikian sebenarnya tidak lebih daripada suatu kejadian biasa antara seorang suami dengan isterinya, atau antara seorang laki-laki dengan hamba sahaya yang sudah dihalalkan.
Akhirnya, Allah menurunkan ayat-ayat Alquran,
إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا ۖ وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ
Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. (Surat At-Tahrim Ayat 4)
Cerita tentang pengharaman Nabi terhadap Mariyah atas diri beliau sendiri dan bagaimana Sayyidah Hafshah membuka rahasia itu kepada Sayyidah Aisyah lalu mereka berdua memprotes Rasulullah adalah sesuatu perkara yang banyak dibicarakan dalam kitab-kitab fikih dan tafsir tentang sebab turunnya surat At-Tahrim.
Perbuatan yang dilakukan oleh Sayyidah Hafshah ini telah menyalakan api dalam sekam tanpa disadari dan di luar kemampuannya. Hal itulah yang telah mendorong Rasulullah untuk menceraikan Sayyidah Hafshah dengan talak satu sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hajar, tetapi beliau kemudian merujuk Sayyidah Hafshah kembali.
Hal itu beliau lakukan sebagai bentuk kasih sayang kepada Umar ibn Khathab yang beliau pernah menumpahkan debu di kepalanya sambil bersabda, “Setelah ini, semoga Allah tidak memberatkan Umar dan putrinya.”
Malaikat Jibril juga turun kepada Rasulullah dan mengatakan, “Sesungguhnya, Allah memerintahkanmu untuk merujuk Hafshah sebagai kasih sayang kepada Umar r.a.”
Dalam beberapa riwayat yang lain juga disebutkan bahwa Jibril turun kepada Muhammad dan mengatakan, “Rujuklah Hafshah karena ia adalah wanita yang ahli puasa dan qiyamullail. Ia dalah istrimu di surga.”
Setelah itu, Sayyidah Hafshah menyadari betapa buruk perbuatan yang meyebabkan kemuraman dan kepedihan di hati Rasulullah karena ia telah menyebarkan rahasia beliau.
Namun hati Sayyidah Hafshah kembali damai, tenang, dan tentram setelah Rasulullah memaafkannya. Selanjutnya, ia kembali hidup dengan sang suami yang mulia sebagai istri yang baik di hadapan suaminya.
Dalam kitab Al-Ishabah, Ibnu Hajar, menuturkan bahwa Umar ibn Khaththab r.a. menemui putrinya yang sedang menangis kemudian berkata, “Apakah Rasulullah telah menceraikanmu? Sungguh beliau telah menceraikanmu satu kali lalu merujukmu kembali karena aku. Jika beliau menceraikanmu lagi, aku tidak akan berbicara kepadamu selamanya.”
Setelah itu, Rasulullah berpesan agar Hafshah tidak menceritakan kepada siapa pun tentang hal yang terjadi tersebut dan menganggapnya tidak pernah terjadi.
Sementara Muhammad Husain Haekal dalam buku “Sejarah Hidup Muhammad” dalam menceritakan kasus ini menyebut ketika peristiwa itu terjadi Sayyidah Hafshah sedang pergi mengunjungi ayahnya dan bercakap-cakap di sana, Maria datang kepada Nabi tatkala ia sedang di rumah Hafshah dan agak lama.
Bila kemudian Sayyidah Hafshah kembali pulang dan mengetahui ada Maria di rumahnya, ia menunggu keluarnya Maria dengan rasa cemburu yang sudah meluap. Makin lama ia menunggu, cemburunya pun makin menjadi. Bilamana kemudian Maria keluar, Hafshah masuk menjumpai Nabi.
"Saya sudah melihat siapa yang dengan kau tadi," kata Hafshah. "Engkau sungguh telah menghinaku. Engkau tidak akan berbuat begitu kalau tidak kedudukanku yang rendah dalam pandanganmu."
Rasulullah segera menyadari bahwa rasa cemburulah yang telah mendorong Hafshah menyatakan apa yang telah disaksikannya itu serta membicarakannya kembali dengan Aisyah atau isteri-isterinya yang lain.
Dengan maksud hendak menyenangkan perasaan Sayyidah Hafshah, ia bermaksud hendak bersumpah mengharamkan Maria buat dirinya kalau Hafshah tidak akan menceritakan apa yang telah disaksikannya itu.
Sayyidah Hafshah berjanji akan melaksanakan. Tetapi rasa cemburu sudah begitu berkecamuk dalam hati, sehingga dia tidak lagi sanggup menyimpan apa yang ada dalam hatinya, dan ia pun menceritakan lagi hal itu kepada Sayyidah Aisyah.
Sayyidah Aisyah memberi kesan kepada Nabi bahwa Sayyidah Hafshah tidak lagi dapat menyimpan rahasia. Barangkali masalahnya tidak hanya terhenti pada Sayyidah Hafshah dan pada Sayyidah Aisyah saja dari kalangan isteri Nabi. Barangkali mereka semua - yang sudah melihat bagaimana Nabi mengangkat kedudukan Maria - telah pula mengikuti Hafshah dan Aisyah ketika kedua mereka ini berterang-terang kepada Nabi sehubungan dengan Maria ini, meskipun cerita demikian sebenarnya tidak lebih daripada suatu kejadian biasa antara seorang suami dengan isterinya, atau antara seorang laki-laki dengan hamba sahaya yang sudah dihalalkan.
Akhirnya, Allah menurunkan ayat-ayat Alquran,
إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا ۖ وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ
Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. (Surat At-Tahrim Ayat 4)
Cerita tentang pengharaman Nabi terhadap Mariyah atas diri beliau sendiri dan bagaimana Sayyidah Hafshah membuka rahasia itu kepada Sayyidah Aisyah lalu mereka berdua memprotes Rasulullah adalah sesuatu perkara yang banyak dibicarakan dalam kitab-kitab fikih dan tafsir tentang sebab turunnya surat At-Tahrim.
Perbuatan yang dilakukan oleh Sayyidah Hafshah ini telah menyalakan api dalam sekam tanpa disadari dan di luar kemampuannya. Hal itulah yang telah mendorong Rasulullah untuk menceraikan Sayyidah Hafshah dengan talak satu sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hajar, tetapi beliau kemudian merujuk Sayyidah Hafshah kembali.
Hal itu beliau lakukan sebagai bentuk kasih sayang kepada Umar ibn Khathab yang beliau pernah menumpahkan debu di kepalanya sambil bersabda, “Setelah ini, semoga Allah tidak memberatkan Umar dan putrinya.”
Malaikat Jibril juga turun kepada Rasulullah dan mengatakan, “Sesungguhnya, Allah memerintahkanmu untuk merujuk Hafshah sebagai kasih sayang kepada Umar r.a.”
Dalam beberapa riwayat yang lain juga disebutkan bahwa Jibril turun kepada Muhammad dan mengatakan, “Rujuklah Hafshah karena ia adalah wanita yang ahli puasa dan qiyamullail. Ia dalah istrimu di surga.”
Setelah itu, Sayyidah Hafshah menyadari betapa buruk perbuatan yang meyebabkan kemuraman dan kepedihan di hati Rasulullah karena ia telah menyebarkan rahasia beliau.
Namun hati Sayyidah Hafshah kembali damai, tenang, dan tentram setelah Rasulullah memaafkannya. Selanjutnya, ia kembali hidup dengan sang suami yang mulia sebagai istri yang baik di hadapan suaminya.
Dalam kitab Al-Ishabah, Ibnu Hajar, menuturkan bahwa Umar ibn Khaththab r.a. menemui putrinya yang sedang menangis kemudian berkata, “Apakah Rasulullah telah menceraikanmu? Sungguh beliau telah menceraikanmu satu kali lalu merujukmu kembali karena aku. Jika beliau menceraikanmu lagi, aku tidak akan berbicara kepadamu selamanya.”