Bernazar Tak Ingin Hamil Lagi, Bagaimana Hukumnya?

Minggu, 04 April 2021 - 05:00 WIB
Seorang perempuan tidak dianjurkan bernazar untuk tidak hamil bila tidak ada alasan syari nya, bila telanjur bernazar harus dibatalkan dan membayar kaffarah. Foto ilustrasi/ist
Sebagaian kaum perempuan terutama seorang istri, memiliki rasa trauma ketika proses melahirkan. Kondisi itu, terkadang membuat mereka mengucapkan atau ber'nazar' tak ingin hamil lagi. Bagaimana hukum syariat bila bernazar seperti itu?

Dalam sebuah hadis dari Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam dikatakan bahwa ada 7 golongan yang dianggap sebagai syahid, selain mereka yang terbunuh ketika berperang demi meninggikan kalimat Allah –azza wa jalla-, dan di antara mereka adalah sebagaimana sabda Nabi shallallaahu alaihi wa sallam-:

وَالمَرْأَةُ تَمُوْتُ بِجُمْعٍ شَهِيْدَةٌ

“Dan wanita yang meninggal karena melahirkan itu syahidah.” (HR. Malik, Abu Dawud, dan An-Nasai dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)



Para ulama’,- seperti Ibn Baththal, Al-Khaththabi, Al-Qurthubi, An-Nawawi, Ibn Hajar, dan selain mereka-, menerangkan bahwa yang dimaksud dengan sabda Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam– tersebut adalah wanita yang wafat dalam keadaan mengandung anaknya , atau wafat disebabkan melahirkan anaknya ke dunia ini. (Al-Mufhim, Aun al-Ma’buud, dan Hasyiyah As-Sindi)

Mengutip penjelaskan Ustadz Muhammad Afif Naufaldi, alumni Universitas Islam Madinah di laman kosultasisyariah menjelaskan, hendaknya setiap wanita meniatkan untuk menggapai pahala yang besar ketika mengandung dan kemudian melahirkan anaknya, bahkan mendidik anaknya hingga akhir hayat.

Banyak dalil-dalil Al-Qur’an dan sunah yang menjelaskan betapa besar pahala yang akan diraih seorang ibu yang ikhlas. Di antaranya adalah berbagai nash-nash yang menerangkan pahala kesabaran.



Allah Ta'ala berfirman:

﴿َإِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ﴾

"Hanya orang bersabarlah yang akan disempurnakan pahalanya tanpa batas… [QS. Az-Zumar : 10]

Ibn Katsir –rahimahullaah– ketika menafsirkan ayat ini mengatakan:

“Ayat ini mencakup seluruh jenis kesabaran … Allah –azza wa jalla– menjanjikan pahala tanpa batas bagi mereka yang bersabar, tanpa perhitungan, atau pun pengukuran. Hal itu dikarenakan keutamaan sabar yang sangat besar di sisi Allah –azza wa jalla-, dan hanya Dialah Yang Mahamampu memudahkan segala urusan.” [Lihat: Tafsir al-Qur’aan al-Azhiim]



Berikutnya adalah berbagai nash yang menunjukkan hak yang sangat agung yang dimiliki seorang ibu atas anak-anaknya. Nash-nash ini sangat masyhur, sehingga tidak perlu kami paparkan satu persatu di sini. Akan tetapi intinya, tidaklah demikian besar hak yang dimiliki seorang ibu, melainkan dilandasi berbagai kesulitan yang ia hadapi demi mengandung, melahirkan, serta mendidik anak-anaknya.

Nah muslimah, sengaja tanpa alasan yang syar’i untuk sama sekali tidak hamil atau berketerununan, adalah hal yang terlarang dalam agama ini, walaupun dengan kesepakatan antara suami dan istri. Hal itu dikarenakan ia bertentangan dengan anjuran syariat untuk memperbanyak jumlah umat ini, yang mana anjuran ini memiliki banyak sekali hikmah yang mulia di baliknya.



Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:

تَزَوَّجُوْا الوَلُوْدَ الوَدُوْدَ، فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Nikahilah –oleh kalian wahai para lelaki- wanita yang subur nan penyayang, karena aku akan berbangga akan banyaknya jumlah umatku di Hari Akhirat kelak…” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasa’i)

Adapun jika trauma yang dialami seorang istri memang disebabkan karena rasa sakit yang membahayakan diri maupun janinnya, atau karena alasan-alasan medis lainnya, maka diperbolehkan untuk berhenti dan tidak hamil kembali. Dan jangan khawatir akan pahala anda sebagai seorang ibu, tetaplah ikhlas mendidik anak-anak yang sudah Allah –azza wa jalla– karuniakan kepada anda, dan yakinlah bahwa Allah –ta’aala– adalah Mahaluas karunia-Nya.



Hukum Nazar Tidak Ingin Hamil Lagi

Nazar secara umum adalah hal yang tidak disukai oleh Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam. Namun jika telah terucap, maka ia wajib dipenuhi, jika tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah –azza wa jalla. Adapun nazar yang mengandung maksiat, maka ia wajib dibatalkan, dan yang mengucapkannya wajib membayar kaffarah.

Kembali kepada penyebab trauma hamil seperti di atas, menurut Ustadz Muhammad Afif Naufaldi, jika memang ia trauma yang disebabkan oleh sebab yang syar’i, seperti alasan medis dan lain sebagainya, maka hukum nazar adalah tidak dianjurkan, namun ia harus dipenuhi jika telah terucap, dan wajib membayar kaffarah jika kemudian melanggar kandungan nazar tersebut.



Adapun jika trauma itu tanpa alasan yang kuat dan tidak membahayakan, maka nazar tersebut tidaklah boleh diucapkan, dan jika terlanjur terucap maka ia tergolong sebagai nazar maksiat. Dan yang wajib baginya adalah beristighfar, mengingat kembali keutamaan-keutamaan yang Allah –azza wa jalla– janjikan baginya sebagai ibu, dan harus membatalkan nazar tersebut sembari membayar kaffarah pembatalan nazar yang ukurannya sama dengan kaffarah pembatalan sumpah.

Untuk ukuran kaffarah tersebut adalah memberi makan 10 orang miskin, atau memberi pakaian kepada mereka, atau membebaskan seorang budak. Jika anda tidak mampu melaksanakan salah satu dari 3 opsi di atas, maka diwajibkan berpuasa selama 3 hari.



Wallahu A'lam
(wid)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Al Aghar Al Muzanni, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya hatiku tidak pernah lalai dari dzikir kepada Allah subhanahu wa ta'ala, sesungguhnya aku beristighfar sebanyak seratus kali dalam sehari.

(HR. Muslim No. 4870)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More