Idul Fitri dan Keselamatan Jiwa
Kamis, 21 Mei 2020 - 15:46 WIB
Benteng Terakhir Kewarasan
Pemeran utama dalam “perang” melawan penyebaran wabah covid19 ini adalah pemerintah. Sebab, pemerintahlah pemegang amanat rakyat untuk melindungi segenap rakyat Indonesia termasuk di dalamnya melindungi dari krisis pandemi.
Selama masa bencana, kondisi psikologi masyarakat cenderung panik. Kondisi ini memaksa pemerintah harus tampil prima sebagai otoritas politik yang menggelorakan semangat kepentingan publik untuk tetap waras dan bertindak sesuai dengan aturan yang ada.
Respon pemerintah pusat selama masa pandemi berlangsung memang jauh dari ekspektasi umum. Institusi dan pejabat publik kita kurang terlatih berhadapan dengan situasi krisis. Komunikasi publik yang bertentangan dengan perkembangan global, masalah transparansi informasi dan sikap empati atas kepanikan masyarakat, telah mendelegitimasi otoritas politik.
Dalam konteks ini, situasi sosial dan ekonomi tengah terganggu. Maka kekuatan masyarakat sipil keislaman seperti Muhammadiyah harus mengambil peran semakin luas dan sistemik. Hingga hari ini sudah ratusan milyar dana konsolidari persyarikatan ini untuk menanggulangi masa krisis. Sembari itu, Muhammadiyah secara hati-hati berupaya merumuskan panduan keagamaan yang tepat.
Segala upaya Muhammadiyah ini adalah bentuk jawaban atas makin menguatnya nada dan nuansa protes di ruang publik. Apalagi, menjelang masa puncak wabah, beredar tagar #IndonesiaTerserah. Ini tentu saja tidak sepenuhnya problem masyarakat. Kondisi ini mendorong Muhammadiyah harus menjadi telaga di tengah gurun kegundahan masyarakat.
Muhammadiyah harus terus merespon perkembangan krisis ini demi kemashlahatan banyak orang. Semuanya semata-mata demi kebaikan masyarakat. Mereka punya hak untuk didampingi selama masa pandemi, baik aspek ekonomi, sosial, politik dan spiritual.
Idul fitri tahun ini adalah momentum kita sebagai umat Islam dan umat manusia bekerja untuk kebaikan bersama demi terciptanya ekosistem kehidupan yang lebih baik. (m.muhammadiyah)
Pemeran utama dalam “perang” melawan penyebaran wabah covid19 ini adalah pemerintah. Sebab, pemerintahlah pemegang amanat rakyat untuk melindungi segenap rakyat Indonesia termasuk di dalamnya melindungi dari krisis pandemi.
Selama masa bencana, kondisi psikologi masyarakat cenderung panik. Kondisi ini memaksa pemerintah harus tampil prima sebagai otoritas politik yang menggelorakan semangat kepentingan publik untuk tetap waras dan bertindak sesuai dengan aturan yang ada.
Respon pemerintah pusat selama masa pandemi berlangsung memang jauh dari ekspektasi umum. Institusi dan pejabat publik kita kurang terlatih berhadapan dengan situasi krisis. Komunikasi publik yang bertentangan dengan perkembangan global, masalah transparansi informasi dan sikap empati atas kepanikan masyarakat, telah mendelegitimasi otoritas politik.
Dalam konteks ini, situasi sosial dan ekonomi tengah terganggu. Maka kekuatan masyarakat sipil keislaman seperti Muhammadiyah harus mengambil peran semakin luas dan sistemik. Hingga hari ini sudah ratusan milyar dana konsolidari persyarikatan ini untuk menanggulangi masa krisis. Sembari itu, Muhammadiyah secara hati-hati berupaya merumuskan panduan keagamaan yang tepat.
Segala upaya Muhammadiyah ini adalah bentuk jawaban atas makin menguatnya nada dan nuansa protes di ruang publik. Apalagi, menjelang masa puncak wabah, beredar tagar #IndonesiaTerserah. Ini tentu saja tidak sepenuhnya problem masyarakat. Kondisi ini mendorong Muhammadiyah harus menjadi telaga di tengah gurun kegundahan masyarakat.
Muhammadiyah harus terus merespon perkembangan krisis ini demi kemashlahatan banyak orang. Semuanya semata-mata demi kebaikan masyarakat. Mereka punya hak untuk didampingi selama masa pandemi, baik aspek ekonomi, sosial, politik dan spiritual.
Idul fitri tahun ini adalah momentum kita sebagai umat Islam dan umat manusia bekerja untuk kebaikan bersama demi terciptanya ekosistem kehidupan yang lebih baik. (m.muhammadiyah)
(mhy)