Akhir Tragis Cucu Abu Bakar, Lehernya Dipenggal Lalu Disalib
Senin, 03 Mei 2021 - 21:01 WIB
ABDULLAH bin Zubair atau Ibnu Zubair adalah putra dari pasangan Zubair bin Awwam dan Asma binti Abu Bakar . Zubair juga merupakan keponakan dari istri pertama Nabi Muhammad, Siti Khadijah .
Ada kisah menarik antara Abdullah bin Zubair, saat masih anak-anak, dengan Umar bin Khattab . Kisah ini bermula ketika Umar sedang berjalan-jalan di kota Madinah. Ketika itu banyak anak kecil yang sedang bermain di jalan, namun ketika mereka melihat Umar, anak-anak itu lari tunggang langgang meninggalkan jalanan tersebut.
Hanya saja, ada satu anak yang tidak lari. Umar lalu mendekati anak tersebut dan bertanya, "Hai anak, kenapa kau tidak ikut lari bersama mereka ? "
Anak kecil itu menjawab, "Kenapa aku harus lari, sedang aku tidak bersalah padamu?"
Umar lalu menepuk-nepuk pundak anak itu, dan berkata "Sungguh suatu saat nanti, engkau akan menjadi seorang yang besar"
Pada umur 36 tahun, masa khalifah ke-4, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Zubair bersama dengan adik ibunya, Aisyah binti Abu Bakar , ayahnya Zubair bin Awwam serta sepupu ibunya Thalhah bin Ubaidillah mereka terlibat fitnah besar dan terjadilah Pertempuran Unta atau Jamal di daerah Basrah. Peperangan ini mengakibatkan hampir 20.000 orang muslimin meninggal, termasuk ayahnya sendiri, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubadillah.
Selama masa kekuasaan Muawiyah, Ibnu Zubair tidak aktif dalam politik , tetapi pada masa Yazid I, ia menolak untuk berbaiat terhadap khalifah yang baru.
Setelah kematian Husain bin Ali di Pertempuran Karbala, Ibnu Zubair kembali ke Hejaz, di mana ia menyatakan dirinya sebagai khalifah yang sebenarnya, dan dia mulai membentuk pasukan.
Secepatnya ia mengonsolidasikan kekuasaannya dengan mengirim seorang gubernur ke Kufah. Segera, Ibnu Zubair memantapkan keuasaannya di Iraq, Selatan Arabia dan bagian terbesar Syam, serta sebagian Mesir.
Ibnu Zubair memperoleh keberuntungan yang besar karena ketidakpuasan rakyat terhadap kekuasaan Bani Umayyah. Salah seorang pendukungnya adalah Muslim bin Syihab, ayah dari Ibnu Syihab al-Zuhri yang kemudian menjadi cendekiawan muslim terkenal.
Di sisi lain, Yazid mencoba untuk menghentikan pemberontakan Ibnu Zubair dengan menyerbu Makkah pada tahun 64 H, ia mengirim pasukan yang dipimpin oleh Husain bin Numair.
Pada saat pengepungan Makkah, Husain menggunakan katapel. Peluru katapel ini pernah menghancurkan Ka'bah. Tetapi karena mendengar kematian Yazid yang tiba-tiba, maka Husain bin Numair menghentikan pengepungan tersebut dan kembali ke Damaskus. Maka Ibnu Zubair dapat terbebaskan dan ia membangun kembali Ka'bah yang berantakan karena serbuan pasukan Umayyah. Kematian Yazid yang tiba-tiba ini mengakibatkan pula makin berantakannya kekuasaan Bani Umayyah dan perang saudara antar Bani Umayyah.
Hal ini mengakibatkan kekuasaan Islam terbagi menjadi dua bagian dengan dua khalifah yang berbeda, tetapi hal ini tidak bertahan lama. Perang saudara Umayyah dapat disudahi, dan Mesir dan Syria diambil alih oleh Marwan I. Pemberontakan Khawarij di Iraq terhadap Ibnu Zubair pun terjadi, hal ini mengakibatkan kekuasaan Ibnu Zubair hanya dapat bertahan di Hejaz.
Tentu saja, Banu Umaiyah terus berjuang menaklukkan Ibnu Zubair. Mereka melancarkan serangan yang bertubi-tubi, yang sebagian besar di antaranya berakhir dengan kekalahan dan kegagalan. Hingga akhirnya datanglah masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik menunjuk Hajjaj ats-Tsaqafi untuk menyerang Makkah.
Hajjaj ats-Tsaqafi dikenal bengis, buas dan kejam. Mengenai pribadi jenderal perang Banu Umayah ini, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengatakan: "Andainya setiap ummat datang dengan membawa kesalahan masing-masing, sedang kami hanya datang dengan kesalahan Hajjaj seorang saja, maka akan lebih berat lagi kesalahan kami dari mereka semua..!"
Dengan mengerahkan anak buah dan orang-orang upahannya, Hajjaj datang memerangi Makkah. Dikepungnya kota itu serta penduduknya, selama lebih kurang enam bulan dan dihalanginya mereka mendapat makanan dan air, dengan harapan agar mereka meninggalkan Ibnu Zubair sebatang kara, tanpa tentara dan sanak saudara.
Ada kisah menarik antara Abdullah bin Zubair, saat masih anak-anak, dengan Umar bin Khattab . Kisah ini bermula ketika Umar sedang berjalan-jalan di kota Madinah. Ketika itu banyak anak kecil yang sedang bermain di jalan, namun ketika mereka melihat Umar, anak-anak itu lari tunggang langgang meninggalkan jalanan tersebut.
Hanya saja, ada satu anak yang tidak lari. Umar lalu mendekati anak tersebut dan bertanya, "Hai anak, kenapa kau tidak ikut lari bersama mereka ? "
Anak kecil itu menjawab, "Kenapa aku harus lari, sedang aku tidak bersalah padamu?"
Umar lalu menepuk-nepuk pundak anak itu, dan berkata "Sungguh suatu saat nanti, engkau akan menjadi seorang yang besar"
Pada umur 36 tahun, masa khalifah ke-4, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Zubair bersama dengan adik ibunya, Aisyah binti Abu Bakar , ayahnya Zubair bin Awwam serta sepupu ibunya Thalhah bin Ubaidillah mereka terlibat fitnah besar dan terjadilah Pertempuran Unta atau Jamal di daerah Basrah. Peperangan ini mengakibatkan hampir 20.000 orang muslimin meninggal, termasuk ayahnya sendiri, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubadillah.
Selama masa kekuasaan Muawiyah, Ibnu Zubair tidak aktif dalam politik , tetapi pada masa Yazid I, ia menolak untuk berbaiat terhadap khalifah yang baru.
Setelah kematian Husain bin Ali di Pertempuran Karbala, Ibnu Zubair kembali ke Hejaz, di mana ia menyatakan dirinya sebagai khalifah yang sebenarnya, dan dia mulai membentuk pasukan.
Secepatnya ia mengonsolidasikan kekuasaannya dengan mengirim seorang gubernur ke Kufah. Segera, Ibnu Zubair memantapkan keuasaannya di Iraq, Selatan Arabia dan bagian terbesar Syam, serta sebagian Mesir.
Ibnu Zubair memperoleh keberuntungan yang besar karena ketidakpuasan rakyat terhadap kekuasaan Bani Umayyah. Salah seorang pendukungnya adalah Muslim bin Syihab, ayah dari Ibnu Syihab al-Zuhri yang kemudian menjadi cendekiawan muslim terkenal.
Di sisi lain, Yazid mencoba untuk menghentikan pemberontakan Ibnu Zubair dengan menyerbu Makkah pada tahun 64 H, ia mengirim pasukan yang dipimpin oleh Husain bin Numair.
Pada saat pengepungan Makkah, Husain menggunakan katapel. Peluru katapel ini pernah menghancurkan Ka'bah. Tetapi karena mendengar kematian Yazid yang tiba-tiba, maka Husain bin Numair menghentikan pengepungan tersebut dan kembali ke Damaskus. Maka Ibnu Zubair dapat terbebaskan dan ia membangun kembali Ka'bah yang berantakan karena serbuan pasukan Umayyah. Kematian Yazid yang tiba-tiba ini mengakibatkan pula makin berantakannya kekuasaan Bani Umayyah dan perang saudara antar Bani Umayyah.
Hal ini mengakibatkan kekuasaan Islam terbagi menjadi dua bagian dengan dua khalifah yang berbeda, tetapi hal ini tidak bertahan lama. Perang saudara Umayyah dapat disudahi, dan Mesir dan Syria diambil alih oleh Marwan I. Pemberontakan Khawarij di Iraq terhadap Ibnu Zubair pun terjadi, hal ini mengakibatkan kekuasaan Ibnu Zubair hanya dapat bertahan di Hejaz.
Tentu saja, Banu Umaiyah terus berjuang menaklukkan Ibnu Zubair. Mereka melancarkan serangan yang bertubi-tubi, yang sebagian besar di antaranya berakhir dengan kekalahan dan kegagalan. Hingga akhirnya datanglah masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik menunjuk Hajjaj ats-Tsaqafi untuk menyerang Makkah.
Hajjaj ats-Tsaqafi dikenal bengis, buas dan kejam. Mengenai pribadi jenderal perang Banu Umayah ini, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengatakan: "Andainya setiap ummat datang dengan membawa kesalahan masing-masing, sedang kami hanya datang dengan kesalahan Hajjaj seorang saja, maka akan lebih berat lagi kesalahan kami dari mereka semua..!"
Baca Juga
Dengan mengerahkan anak buah dan orang-orang upahannya, Hajjaj datang memerangi Makkah. Dikepungnya kota itu serta penduduknya, selama lebih kurang enam bulan dan dihalanginya mereka mendapat makanan dan air, dengan harapan agar mereka meninggalkan Ibnu Zubair sebatang kara, tanpa tentara dan sanak saudara.