Bukan di Bumi, Malaikat Izrail Mencabut Nyawa Nabi Idris di Langit Keempat
Selasa, 11 Mei 2021 - 19:37 WIB
ALLAH berfirman, “Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Idris di dalam Kitab (Al-Qur'an). Sesungguhnya dia seorang yang sangat mencintai kebenaran dan seorang nabi, dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi.” ( QS Maryam: 56-57 ).
Ibnu Katsir dalam kitabnya berjudul Qashash Al-Anbiya menyebutkan Nabi Idris mendapatkan pujian dari Allah dan melekatkan kebenaran dan kenabian pada dirinya. Ia yang dipercaya bernama Henokh ini termasuk dalam silsilah nasab Rasulullah SAW menurut sejumlah ulama ahli nasab. Dan ia adalah manusia pertama yang diberikan tanggung jawab kenabian setelah Nabi Adam dan Seth.
Ibnu Ishaq menyebutkan, bahwa Nabi Idris adalah orang yang pertama menulis dengan menggunakan alat tulis. Ia sempat bertemu dengan kakek buyutnya, Nabi Adam selama 308 tahun.
Beberapa ulama menduga bahwa Nabi Idris inilah yang diisyaratkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Muawiyah bin Hakam As-Sulami, yaitu ketika ia bertanya kepada Rasulullah tentang menulis dengan menggunakan pasir (meramal), beliau menjawab, “Sesungguhnya dahulu ada seorang Nabi yang menulis dengan menggunakannya, maka barangsiapa yang meyakini metode yang digunakan sama persis dengannya maka silahkan saja.” (yakni, Rasulullah sebenarnya melarang hal itu, namun ada seorang Nabi yang pernah melakukannya, maka dari itu Rasulullah membolehkannya apabila meyakini metode yang digunakannya sama, namun tentu saja tidak ada yang bisa meyakininya, karena metode yang digunakan oleh Nabi itu telah hilang dimakan waktu).
Beberapa ahli sejarah dan biografi mengira bahwa Nabi Idris pulalah orang pertama yang memulainya (menulis dengan menggunakan pasir), hingga ia kerap disebut Hermes sang ahli perbintangan (ilmu nujum), dan banyak lagi dusta-dusta lain yang disandarkan kepadanya, sebagaimana juga banyak dusta-dusta yang disandarkan kepada para Nabi, para ulama, para wali, dan orang orang saleh.
Ibnu Katsir menjelaskan mengenai firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi,” kemungkinan besar maksud dari “tempat” itu seperti dijelaskan dalam hadis Isra Mi'raj yang disebutkan dalam Kitab Shahihain, yaitu bahwasanya Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris ketika beliau berada di langit keempat (lapisan keempat dari tujuh lapis langit). (HR Bukhari, Bab Awal Mula Penciptaan, Bagian: Kisah tentang Para Malaikat (320T), Juga Muslim, Bab Iman, Bagian:Isra Mi raj dan Awal Mula Diwahyukannya Shalat Lima Waktu (162).
Ibnu Jarir meriwayatkan, dari Yunus bin Abdil A'la, dari Ibnu Wahab, dari Jarir bin Hazim, dari Al A'masy, dari Syimr bin Athiyah, dari Hilal bin Yasaf, ia berkata, "Aku pernah mendengar Ibnu Abbas bertanya kepada Kaab, 'Apa maksud dari firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi?"
Kaab menjawab, "Ketika itu Nabi Idris diberikan wahyu oleh Allah, “Sesungguhnya Aku akan mengangkat amalanmu pada setiap hari seperti amalan anak Adam lainnya”
Maka Idris pun berkeinginan untuk menambah amalannya sebelum berakhir masa hidupnya. Lalu ia datang kepada salah satu malaikat yang ditugaskan untuk menemaninya di dunia dan berkata, “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku begini begini, begini, maka dari itu berbicaralah kamu kepada malaikat maut untuk mengakhirkan ajalku agar aku dapat menambah amalanku.”
Maka malaikat itu menaikkan Nabi Idris ke atas tubuhnya (di antara dua sayap) lalu membawanya ke atas langit (untuk dipertemukan langsung dengan malaikat maut). Ketika mereka berada di langit keempat, tak disangka ternyata mereka bertemu dengan malaikat maut di sana.
Maka malaikat yang membawa Nabi Idris pun menyampaikan kepada malaikat maut tentang permintaan Nabi Idris. Lalu malaikat maut bertanya, “Dimanakah Nabi Idris sekarang?”
Malaikat itu menjawab, “Dia sekarang berada di atas punggungku.”
Malaikat maut berkata, Sungguh luar biasa! Aku baru saja diperintahkan oleh Allah untuk mencabut nyawa Nabi Idris di langit keempat, namun tentu aku bertanya-tanya, mengapa aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di langit keempat sedangkan ia tinggal di muka bumi.”
Maka setelah itu malaikat maut pun mencabut nyawa Nabi Idris di sana. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi.”
Ketika menafsirkan ayat tersebut, Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan kisah yang hampir sama dengan beberapa tambahan, yaitu Nabi Idris berkata kepada malaikat tersebut, “Tanyakanlah kepada malaikat maut berapa sisa dari umurku?”
Lalu malaikat itu bertanya kepada malaikat maut dengan membawa serta Nabi Idris: “Berapa lama lagi sisa umur Idris?”
Malaikat maut menjawab, “Aku tidak tahu sebelum aku memeriksanya.”
Lalu malaikat maut pun memeriksa sisa usia Nabi Idris, kemudian ia berkata, “Anda bertanya kepadaku tentang seseorang yang usianya hanya tersisa sedikit sekali.”
Lalu malaikat itu menoleh ke sayapnya di mana Nabi Idris berada saat itu, namun ternyata Nabi Idris telah dicabut nyawanya tanpa terasa olehnya.
Ibnu Katsir mengatakan ini adalah salah satu riwayat israiliyat (palsu), dan di dalamnya juga terdapat kalimat yang tidak dikenali pada riwayat lain.
Ibnu Abi Najih juga meriwayatkan, dari Mujahid, mengenai firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi.” 1a berkata, "Ketika diangkat ke atas langit Nabi Idris tidak dalam keadaan meninggal dunia, sebagaimana ketika diangkatnya Nabi Isa Alaihissalam?”
Apabila maksud dari riwayat ini bahwa Nabi Idris belum meninggal dunia sampai sekarang, maka tentu hal itu harus diperdebatkan. Namun jika maksudnya adalah ia diangkat ke atas langit selagi masih hidup kemudian nyawanya dicabut di sana, maka hal itu sama seperti riwayat dari Kaab Al Ahbar sebelumnya. Wallahu a'lam.
Al Aufi juga meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, mengenai firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi,” ia berkata,” Nabi Idris diangkat ke langit keenam, lalu ia meninggal dunia di sana.”
Riwayat ini juga disebutkan oleh Adh Dhahhak. Namun hadits Muttafaq Alaih (yakni hadits yang disebutkan oleh Bukhari dan Muslim) yang menyatakan bahwa ia berada di langit keempat adalah riwayat yang paling benar. Dan riwayat ini juga menjadi pilihan Mujahid dan sejumlah ulama lainnya.
Hasan Basri mengatakan, ”Yang dimaksud dengan kata tinggi pada firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi,” adalah surga.
Beberapa ulama Ahli Kitab menyatakan bahwa diangkatnya Nabi Idris ke atas langit adalah ketika ayahnya, Yared bin Mahlaeel masih hidup. Wallahu a'lam.
Menurut Ibnu Katsir, sebagian mereka menduga bahwa Idris itu hidup di zaman Bani Israil, bukan sebelum Nabi Nuh.
Nama Lain dari Nabi Ilyas?
Imam Al Bukhari mengatakan,”Beberapa ulama menyebutkan riwayat dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas RA yang menyimpulkan, bahwa Ilyas itu adalah Idris dan Idris adalah Ilyas.
Lalu mereka memperkuat pendapat itu dengan hadis Isra Mi'raj yang diriwayatkan oleh Az Zuhri, dari Anas, Ketika Nabi SAW bertemu dengan Nabi Idris, ia berkata, “Selamat datang saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.”
Sapaan ini berbeda dengan sapaan Adam dan Ibrahim yang mengatakan, “Selamat datang Nabi yang saleh dan anak yang saleh.”
Apabila seandainya Idris termasuk dalam silsilah nasab Rasulullah maka ia akan menyapa dengan sapaan yang sama dengan Adam dan Ibrahim.
Akan tetapi, tentu itu tidak harus dan tidak mesti demikian, sebab bisa jadi perawinya yang tidak menghafal kata-kata tersebut dengan baik, atau bisa jadi Idris mengucapkan sapaan itu karena rasa hormat dan tawadhuknya terhadap Rasulullah hingga ia tidak menyebutkan posisi kebapakannya sebagaimana disebutkan oleh bapak manusia Adam dan Ibrahim yang tidak lain adalah khalilurrahman (kesayangan Allah) dan salah satu ulul ajmi yang paling agung setelah Rasulullah.
Ibnu Katsir dalam kitabnya berjudul Qashash Al-Anbiya menyebutkan Nabi Idris mendapatkan pujian dari Allah dan melekatkan kebenaran dan kenabian pada dirinya. Ia yang dipercaya bernama Henokh ini termasuk dalam silsilah nasab Rasulullah SAW menurut sejumlah ulama ahli nasab. Dan ia adalah manusia pertama yang diberikan tanggung jawab kenabian setelah Nabi Adam dan Seth.
Ibnu Ishaq menyebutkan, bahwa Nabi Idris adalah orang yang pertama menulis dengan menggunakan alat tulis. Ia sempat bertemu dengan kakek buyutnya, Nabi Adam selama 308 tahun.
Beberapa ulama menduga bahwa Nabi Idris inilah yang diisyaratkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Muawiyah bin Hakam As-Sulami, yaitu ketika ia bertanya kepada Rasulullah tentang menulis dengan menggunakan pasir (meramal), beliau menjawab, “Sesungguhnya dahulu ada seorang Nabi yang menulis dengan menggunakannya, maka barangsiapa yang meyakini metode yang digunakan sama persis dengannya maka silahkan saja.” (yakni, Rasulullah sebenarnya melarang hal itu, namun ada seorang Nabi yang pernah melakukannya, maka dari itu Rasulullah membolehkannya apabila meyakini metode yang digunakannya sama, namun tentu saja tidak ada yang bisa meyakininya, karena metode yang digunakan oleh Nabi itu telah hilang dimakan waktu).
Beberapa ahli sejarah dan biografi mengira bahwa Nabi Idris pulalah orang pertama yang memulainya (menulis dengan menggunakan pasir), hingga ia kerap disebut Hermes sang ahli perbintangan (ilmu nujum), dan banyak lagi dusta-dusta lain yang disandarkan kepadanya, sebagaimana juga banyak dusta-dusta yang disandarkan kepada para Nabi, para ulama, para wali, dan orang orang saleh.
Ibnu Katsir menjelaskan mengenai firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi,” kemungkinan besar maksud dari “tempat” itu seperti dijelaskan dalam hadis Isra Mi'raj yang disebutkan dalam Kitab Shahihain, yaitu bahwasanya Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris ketika beliau berada di langit keempat (lapisan keempat dari tujuh lapis langit). (HR Bukhari, Bab Awal Mula Penciptaan, Bagian: Kisah tentang Para Malaikat (320T), Juga Muslim, Bab Iman, Bagian:Isra Mi raj dan Awal Mula Diwahyukannya Shalat Lima Waktu (162).
Ibnu Jarir meriwayatkan, dari Yunus bin Abdil A'la, dari Ibnu Wahab, dari Jarir bin Hazim, dari Al A'masy, dari Syimr bin Athiyah, dari Hilal bin Yasaf, ia berkata, "Aku pernah mendengar Ibnu Abbas bertanya kepada Kaab, 'Apa maksud dari firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi?"
Kaab menjawab, "Ketika itu Nabi Idris diberikan wahyu oleh Allah, “Sesungguhnya Aku akan mengangkat amalanmu pada setiap hari seperti amalan anak Adam lainnya”
Maka Idris pun berkeinginan untuk menambah amalannya sebelum berakhir masa hidupnya. Lalu ia datang kepada salah satu malaikat yang ditugaskan untuk menemaninya di dunia dan berkata, “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku begini begini, begini, maka dari itu berbicaralah kamu kepada malaikat maut untuk mengakhirkan ajalku agar aku dapat menambah amalanku.”
Maka malaikat itu menaikkan Nabi Idris ke atas tubuhnya (di antara dua sayap) lalu membawanya ke atas langit (untuk dipertemukan langsung dengan malaikat maut). Ketika mereka berada di langit keempat, tak disangka ternyata mereka bertemu dengan malaikat maut di sana.
Maka malaikat yang membawa Nabi Idris pun menyampaikan kepada malaikat maut tentang permintaan Nabi Idris. Lalu malaikat maut bertanya, “Dimanakah Nabi Idris sekarang?”
Malaikat itu menjawab, “Dia sekarang berada di atas punggungku.”
Malaikat maut berkata, Sungguh luar biasa! Aku baru saja diperintahkan oleh Allah untuk mencabut nyawa Nabi Idris di langit keempat, namun tentu aku bertanya-tanya, mengapa aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di langit keempat sedangkan ia tinggal di muka bumi.”
Maka setelah itu malaikat maut pun mencabut nyawa Nabi Idris di sana. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi.”
Ketika menafsirkan ayat tersebut, Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan kisah yang hampir sama dengan beberapa tambahan, yaitu Nabi Idris berkata kepada malaikat tersebut, “Tanyakanlah kepada malaikat maut berapa sisa dari umurku?”
Lalu malaikat itu bertanya kepada malaikat maut dengan membawa serta Nabi Idris: “Berapa lama lagi sisa umur Idris?”
Malaikat maut menjawab, “Aku tidak tahu sebelum aku memeriksanya.”
Lalu malaikat maut pun memeriksa sisa usia Nabi Idris, kemudian ia berkata, “Anda bertanya kepadaku tentang seseorang yang usianya hanya tersisa sedikit sekali.”
Lalu malaikat itu menoleh ke sayapnya di mana Nabi Idris berada saat itu, namun ternyata Nabi Idris telah dicabut nyawanya tanpa terasa olehnya.
Ibnu Katsir mengatakan ini adalah salah satu riwayat israiliyat (palsu), dan di dalamnya juga terdapat kalimat yang tidak dikenali pada riwayat lain.
Ibnu Abi Najih juga meriwayatkan, dari Mujahid, mengenai firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi.” 1a berkata, "Ketika diangkat ke atas langit Nabi Idris tidak dalam keadaan meninggal dunia, sebagaimana ketika diangkatnya Nabi Isa Alaihissalam?”
Apabila maksud dari riwayat ini bahwa Nabi Idris belum meninggal dunia sampai sekarang, maka tentu hal itu harus diperdebatkan. Namun jika maksudnya adalah ia diangkat ke atas langit selagi masih hidup kemudian nyawanya dicabut di sana, maka hal itu sama seperti riwayat dari Kaab Al Ahbar sebelumnya. Wallahu a'lam.
Al Aufi juga meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, mengenai firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi,” ia berkata,” Nabi Idris diangkat ke langit keenam, lalu ia meninggal dunia di sana.”
Riwayat ini juga disebutkan oleh Adh Dhahhak. Namun hadits Muttafaq Alaih (yakni hadits yang disebutkan oleh Bukhari dan Muslim) yang menyatakan bahwa ia berada di langit keempat adalah riwayat yang paling benar. Dan riwayat ini juga menjadi pilihan Mujahid dan sejumlah ulama lainnya.
Hasan Basri mengatakan, ”Yang dimaksud dengan kata tinggi pada firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi,” adalah surga.
Beberapa ulama Ahli Kitab menyatakan bahwa diangkatnya Nabi Idris ke atas langit adalah ketika ayahnya, Yared bin Mahlaeel masih hidup. Wallahu a'lam.
Menurut Ibnu Katsir, sebagian mereka menduga bahwa Idris itu hidup di zaman Bani Israil, bukan sebelum Nabi Nuh.
Nama Lain dari Nabi Ilyas?
Imam Al Bukhari mengatakan,”Beberapa ulama menyebutkan riwayat dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas RA yang menyimpulkan, bahwa Ilyas itu adalah Idris dan Idris adalah Ilyas.
Lalu mereka memperkuat pendapat itu dengan hadis Isra Mi'raj yang diriwayatkan oleh Az Zuhri, dari Anas, Ketika Nabi SAW bertemu dengan Nabi Idris, ia berkata, “Selamat datang saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.”
Sapaan ini berbeda dengan sapaan Adam dan Ibrahim yang mengatakan, “Selamat datang Nabi yang saleh dan anak yang saleh.”
Apabila seandainya Idris termasuk dalam silsilah nasab Rasulullah maka ia akan menyapa dengan sapaan yang sama dengan Adam dan Ibrahim.
Akan tetapi, tentu itu tidak harus dan tidak mesti demikian, sebab bisa jadi perawinya yang tidak menghafal kata-kata tersebut dengan baik, atau bisa jadi Idris mengucapkan sapaan itu karena rasa hormat dan tawadhuknya terhadap Rasulullah hingga ia tidak menyebutkan posisi kebapakannya sebagaimana disebutkan oleh bapak manusia Adam dan Ibrahim yang tidak lain adalah khalilurrahman (kesayangan Allah) dan salah satu ulul ajmi yang paling agung setelah Rasulullah.
(mhy)