Islamisasi Yaman dan Hadramaut Menjelang Haji Wada
Sabtu, 05 Juni 2021 - 04:26 WIB
SEJAK Ali bin Abu Thalib membacakan awal Surah Bara'ah kepada orang-orang yang pergi haji, yang terdiri dari orang-orang Islam dan musyrik, waktu Abu Bakar memimpin jemaah haji, dan sejak ia mengumumkan kepada mereka atas perintah Nabi Muhammad SAW waktu mereka berkumpul di Mina, bahwa orang kafir tidak akan masuk surga, dan sesudah tahun ini orang musyrik tidak boleh lagi naik haji, tidak boleh lagi bertawaf di Ka'bah dengan telanjang.
Dan barangsiapa terikat oleh suatu perjanjian dengan Rasulullah SAW tetap berlaku sampai pada waktunya. Sejak itu pula orang-orang musyrik penduduk jazirah Arab semua yakin sudah, bahwa buat mereka tak lagi ada tempat untuk terus hidup dalam paganisma. Dan kalau masih juga mereka melakukan itu, ingatlah, akan pengumuman perang dari Allah dan RasulNya.
Hal ini akan berlaku buat penduduk daerah selatan jazirah Arab, yaitu Yaman dan Hazramaut; sebab buat daerah Hijaz dan sekitarnya sampai ke utara mereka sudah masuk Islam dan bernaung di bawah bendera Islam.
Di bagian selatan itu sebenarnya masih terbagi antara penganut paganisma, dengan penganut Kristen. Tetapi orang-orang pagan ini kemudian menerima juga.
Secara berbondong bondong mereka masuk Islam. Mereka mengirim utusan ke Madinah, dan Nabi pun menyambut mereka dengan sangat baik sekali, yang kiranya membuat mereka lebih gembira lagi menerima Islam. Sebagian besar mereka kembali ke daerah kekuasaan mereka masing-masing dan ini membuat mereka lebih cinta lagi kepada agama baru ini.
Mengenai Ahli Kitab yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, ayat-ayat yang telah dibacakan oleh Ali dari Surah At-Taubah demikian bunyinya:
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya, dan tidak pula beragama menurut agama yang benar, yaitu orang-orang yang sudah mendapat Al-Kitab, sampai mereka membayar jizya dengan patuh dalam keadaan tunduk." sampai kepada firman Tuhan:
"Orang-orang beriman! Banyak sekali para pendeta dan rahib-rahib memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka merintangi orang dari jalan Allah. Dan mereka yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka adanya siksa yang pedih. Tatkala semuanya dipanaskan dalam api jahanam, lalu dengan itu dahi mereka, lambung mereka dan punggung mereka dibakar. 'Inilah harta bendamu yang kamu timbun untuk dirimu sendiri. Sebab itu, rasakan sekarang akibat apa yang kamu timbun itu." (Qur'an, 9: 34 - 35)
Menghadapi ayat-ayat Surah At-Taubah sebagai wahyu penutup dalam Quran itu, banyak ahli-ahli sejarah yang bertanya-tanya dalam hati: apakah perintah Nabi Muhammad SAW mengenai Ahli Kitab itu berbeda dengan perintahnya dulu ketika baru-baru ia membawa ajarannya?
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul “Sejarah Hidup Muhammad” menjelaskan beberapa orientalis berpendapat bahwa ayat-ayat ini hendak menempatkan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik dalam kedudukan yang hampir sama. Dan bahwa Nabi Muhammad SAW, yang sudah berhasil mengalahkan paganisma di seluruh jazirah, setelah meminta bantuan pihak Yahudi dan Nasrani, dengan menyatakan pada tahun-tahun pertama risalahnya itu, bahwa ia datang membawa agama Isa, Musa, Ibrahim dan rasul-rasul lain yang sudah lebih dulu, telah mengarahkan sasarannya kepada orang-orang Yahudi, yang sudah lebih dulu menghadapinya dengan permusuhan.
Mereka tetap bersikap demikian, sampai akhirnya mereka diusir dari jazirah. Sementara itu ia hendak mengambil mati orang-orang Nasrani, lalu turun ayat-ayat yang memperkuat iman mereka yang baik, sehingga datang firman Tuhan ini:
"Pasti akan kaudapati orang-orang yang paling keras memusuhi mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik dan pasti akan kau dapati orang-orang yang paling akrab bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka yang berkata: 'Kami ini orang-orang Nasrani.' Sebab, di antara mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu tidak menyombongkan diri." (QS 5: 82)
Nah, sejak itu Rasulullah mengarahkan tujuannya kepada pihak Nasrani, sama seperti yang dulu ditujukan kepada pihak Yahudi.
Haekal mengatakan kaum orientaslis berpendapat orang-orang Nasrani digolongkan ke dalam mereka yang tidak percaya kepada Tuhan dan kepada Hari Kemudian. Ia melakukan hal itu setelah pihak Nasrani memberikan perlindungan kepada pengikut-pengikutnya kaum Muslimin ketika mereka dulu pergi ke Abisinia di bawah naungan rajanya yang adil, dan setelah pula Nabi Muhammad SAW menulis surat kepada penduduk Najran dan kaum Nasrani lainnya dengan menjamin agama mereka dan segala upacara keagamaan yang mereka lakukan.
Lalu golongan orientalis itu berpendapat bahwa sikap kontradiksi dalam siasat Nabi Muhammad SAW inilah yang kemudian membuat permusuhan antara pihak Muslimin dengan Nasrani.
Haekal mengatakan mengambil argumen ini secara mendatar adakalanya dapat memikat orang bahwa itu ada juga benarnya, atau pun dapat memikat orang sampai mempercayainya. Akan tetapi bila orang mau mengikuti jalur sejarah mau menelitinya sehubungan dengan masalah-masalah dan sebab-sebab turunnya ayat-ayat itu, sama sekali orang tidak perlu sangsi tentang kesatuan sikap Islam dan sikap Nabi Muhammad SAW terhadap agama-agama Kitab sejak dari permulaan risalah itu sampai akhirnya.
Almasih anak Mariam ialah Hamba Allah yang diberiNya kitab, dijadikanNya ia
Dan barangsiapa terikat oleh suatu perjanjian dengan Rasulullah SAW tetap berlaku sampai pada waktunya. Sejak itu pula orang-orang musyrik penduduk jazirah Arab semua yakin sudah, bahwa buat mereka tak lagi ada tempat untuk terus hidup dalam paganisma. Dan kalau masih juga mereka melakukan itu, ingatlah, akan pengumuman perang dari Allah dan RasulNya.
Hal ini akan berlaku buat penduduk daerah selatan jazirah Arab, yaitu Yaman dan Hazramaut; sebab buat daerah Hijaz dan sekitarnya sampai ke utara mereka sudah masuk Islam dan bernaung di bawah bendera Islam.
Di bagian selatan itu sebenarnya masih terbagi antara penganut paganisma, dengan penganut Kristen. Tetapi orang-orang pagan ini kemudian menerima juga.
Secara berbondong bondong mereka masuk Islam. Mereka mengirim utusan ke Madinah, dan Nabi pun menyambut mereka dengan sangat baik sekali, yang kiranya membuat mereka lebih gembira lagi menerima Islam. Sebagian besar mereka kembali ke daerah kekuasaan mereka masing-masing dan ini membuat mereka lebih cinta lagi kepada agama baru ini.
Mengenai Ahli Kitab yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, ayat-ayat yang telah dibacakan oleh Ali dari Surah At-Taubah demikian bunyinya:
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya, dan tidak pula beragama menurut agama yang benar, yaitu orang-orang yang sudah mendapat Al-Kitab, sampai mereka membayar jizya dengan patuh dalam keadaan tunduk." sampai kepada firman Tuhan:
"Orang-orang beriman! Banyak sekali para pendeta dan rahib-rahib memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka merintangi orang dari jalan Allah. Dan mereka yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka adanya siksa yang pedih. Tatkala semuanya dipanaskan dalam api jahanam, lalu dengan itu dahi mereka, lambung mereka dan punggung mereka dibakar. 'Inilah harta bendamu yang kamu timbun untuk dirimu sendiri. Sebab itu, rasakan sekarang akibat apa yang kamu timbun itu." (Qur'an, 9: 34 - 35)
Menghadapi ayat-ayat Surah At-Taubah sebagai wahyu penutup dalam Quran itu, banyak ahli-ahli sejarah yang bertanya-tanya dalam hati: apakah perintah Nabi Muhammad SAW mengenai Ahli Kitab itu berbeda dengan perintahnya dulu ketika baru-baru ia membawa ajarannya?
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul “Sejarah Hidup Muhammad” menjelaskan beberapa orientalis berpendapat bahwa ayat-ayat ini hendak menempatkan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik dalam kedudukan yang hampir sama. Dan bahwa Nabi Muhammad SAW, yang sudah berhasil mengalahkan paganisma di seluruh jazirah, setelah meminta bantuan pihak Yahudi dan Nasrani, dengan menyatakan pada tahun-tahun pertama risalahnya itu, bahwa ia datang membawa agama Isa, Musa, Ibrahim dan rasul-rasul lain yang sudah lebih dulu, telah mengarahkan sasarannya kepada orang-orang Yahudi, yang sudah lebih dulu menghadapinya dengan permusuhan.
Mereka tetap bersikap demikian, sampai akhirnya mereka diusir dari jazirah. Sementara itu ia hendak mengambil mati orang-orang Nasrani, lalu turun ayat-ayat yang memperkuat iman mereka yang baik, sehingga datang firman Tuhan ini:
"Pasti akan kaudapati orang-orang yang paling keras memusuhi mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik dan pasti akan kau dapati orang-orang yang paling akrab bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka yang berkata: 'Kami ini orang-orang Nasrani.' Sebab, di antara mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu tidak menyombongkan diri." (QS 5: 82)
Nah, sejak itu Rasulullah mengarahkan tujuannya kepada pihak Nasrani, sama seperti yang dulu ditujukan kepada pihak Yahudi.
Haekal mengatakan kaum orientaslis berpendapat orang-orang Nasrani digolongkan ke dalam mereka yang tidak percaya kepada Tuhan dan kepada Hari Kemudian. Ia melakukan hal itu setelah pihak Nasrani memberikan perlindungan kepada pengikut-pengikutnya kaum Muslimin ketika mereka dulu pergi ke Abisinia di bawah naungan rajanya yang adil, dan setelah pula Nabi Muhammad SAW menulis surat kepada penduduk Najran dan kaum Nasrani lainnya dengan menjamin agama mereka dan segala upacara keagamaan yang mereka lakukan.
Lalu golongan orientalis itu berpendapat bahwa sikap kontradiksi dalam siasat Nabi Muhammad SAW inilah yang kemudian membuat permusuhan antara pihak Muslimin dengan Nasrani.
Haekal mengatakan mengambil argumen ini secara mendatar adakalanya dapat memikat orang bahwa itu ada juga benarnya, atau pun dapat memikat orang sampai mempercayainya. Akan tetapi bila orang mau mengikuti jalur sejarah mau menelitinya sehubungan dengan masalah-masalah dan sebab-sebab turunnya ayat-ayat itu, sama sekali orang tidak perlu sangsi tentang kesatuan sikap Islam dan sikap Nabi Muhammad SAW terhadap agama-agama Kitab sejak dari permulaan risalah itu sampai akhirnya.
Almasih anak Mariam ialah Hamba Allah yang diberiNya kitab, dijadikanNya ia