Kita Lahir Telanjang, Pakaian Apa yang Paling Utama?

Kamis, 10 Juni 2021 - 16:12 WIB
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (al-A’raf; 26)

Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo mengingatkan pernahkan kita berpikir tentang bagaimana seseorang bisa membuat kain yang kemudian bisa menjadi pakaian? "Allahlah yang telah menyediakan semua itu untuk manusia," katanya.

Dengan berpakaian akan adanya keserasian dan keanggunan seiring dengan kebagusan akhlak atau etika seorang Muslim. Berpakaian bukan dalam pengertian supaya menjadi orang terhormat di hadapan manusia yang lainnya. Tetapi landasan ketakwaanlah yang mendasarinya.

Dan makna pakaian sebagaimana hadis di atas adalah juga penutup aurat kekurangan dan kejelekan kehidupan kita. Begitu banyaknya kekurangan dan keburukan kita yang tertutupi oleh tirai Allah dari penglihatan orang lain. Maka memohon pakaian berarti kita menyadari akan kekurangan diri dan sekaligus memohon kepada Allah Subhanahu wa Taala.



Kekuasaan Allah Mutlak

Sekalipun seluruh hamba Allah baik berupa manusia dan jin semuanya bertakwa kepada Allah, niscaya tidak akan menambah kebesaran kekuasaan atau kerajaan Allah.

Demikian pula sebaliknya, jika semua manusia dan jin tidak satupun yang bertakwa kepada Allah, maka tidak akan mengurangi sedikitpun kebesaran kerajaan-Nya.

Kekuasaan Allah tidak tergantung pada seberapa besar ketaatan hamba-Nya maupun kedurhakaan kepada-Nya. Allah Maha Agung dari awal hingga kapanpun, dan kekuasaan-Nya tidak dapat dibatasi oleh siapapun.

Hadis di atas juga memberikan isyarat bahwa manusia diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan, apakah memilih jalan takwa atau sebaliknya. Masing-masing pilihan memberikan tanggung jawab dengan konsekwensinya.

Bagi hamba yang senantiasa menggantungkan dirinya kepada-Nya pastilah akan menemukan kebahagiaan yang sejati. Dan bagi mereka yang ingin mencari kebahagiaan dengan jalannya sendiri maka mungkin ia akan menemukan kebahagiaan tersebut, tetapi kebahagiaan itu adalah kebahagiaan yang semu dan sangat sementara, kebahagiaan yang tidak membawa ketentraman dan kedamaian hati. Dan itulah kesenangan belaka.

Memilih Jalan Takwa

Sungguh bagi mereka yang memiliki kecerdasan akan kehidupannya, memilih jalan takwa adalah satu-satunya pilihan tanpa ia menengok ke arah lainnya lagi.

Dengan selalu bersungguh-sungguh menjalani kehidupan ini dan pantang berputus asa, maka karunia Allah diberikan kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh ingin meraihnya. Sehingga motivasi kehidupan kita tiada lain adalah motifasi transcendental yakni mengaitkan semua aktivitas kita kepada Allah dan kesungguhan kita dalam menjalaninya tersebut.

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (al-Ankabut; 69)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
Halaman :
Hadits of The Day
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Semua perbuatan tergantung niatnya, dan balasan bagi tiap-tiap orang tergantung apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan

(HR. Bukhari No.1)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More