Puasa 6 Hari Syawal Bagi Perempuan, Syawal Dulu atau Qadha Dulu?

Rabu, 27 Mei 2020 - 16:55 WIB
Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti puasa setahun penuh. Foto/Ist
Salah satu amalan yang ditekankan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam (SAW) di bulan Syawal adalah menghidupkan puasa sunnah 6 hari. Bagi Mazhab Syafi'iyah ini sunnah bagi yang berpuasa Ramadhan atau tidak puasa Ramadhan. Bagi Hambaliyah, ini hanya disunnahkan bagi yang berpuasa Ramadhan saja, jika tidak maka tidak disunnahkan.

Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ﻣَﻦْ ﺻَﺎﻡَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺛُﻢَّ ﺃَﺗْﺒَﻌَﻪُ ﺳِﺘًّﺎ ﻣِﻦْ ﺷَﻮَّﺍﻝٍ ﻛَﺎﻥَ ﻛَﺼِﻴَﺎﻡِ ﺍﻟﺪَّﻫْﺮِ

"Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti puasa setahun penuh." (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah). (Baca Juga: Bacaan Niat Puasa 6 Hari Syawal dan Keutamaannya)

Ada yang bertanya, bagaimana hukum puasa sunnah 6 hari Syawal bagi perempuan. Kita ketahui perempuan memiliki utang puasa karena haid atau uzur lainnya. Apakah puasa Syawal dulu atau Qadha dulu?



Menurut Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia), umumnya para ulama mengatakan Qadha dulu. Sebab Qadha adalah kewajiban, Syawal adalah sunnah. Tentu kewajiban lebih didahulukan dibanding yang sunnah.

Keutamaan mendapat "puasa setahun penuh" itu bagi yang puasa Ramadhan dan enam hari syawwal. Aartinya tuntas Ramadhannya lalu enam hari syawwal. Jika dia masih menyisakan puasa Ramadhannya maka dia tidak dikatakan tuntas dan tidak mendapatkan keutamaan puasa setahun penuh itu. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 18, Fatawa Nuur 'Alad Darb no. 191)

Tapi, bukan berarti terlarang seseorang mendahulukan Syawa l dulu. Pembahasan di atas adalah tentang keutamaan, bukan tentang boleh atau tidaknya. Dalam Sunan At Tirmidzi, dengan sanad hasan sahih, bahwa Aisyah radhiallahu 'anha melakukan qadha di bulan Sya'ban selanjutnya.

Oleh karena itu, Qadha bukanlah kewajiban yang segera, tapi kewajiban yang lapang waktunya (wujuban muwassa' an). (Fiqhus Sunnah, 1/470).(Baca Juga: Puasa Syawal, Adat Tarim dan Indonesia)

Tidak Tuntas karena Haid

Jika seorang wanita sudah qadha, lalu dilanjutkan Syawal , ternyata terbentur dengan jadwal haidnya sehingga puasanya tidak tuntas enam hari dan bulan syawwal pun berakhir. Padahal dia sangat ingin menuntaskannya. Apakah dia tetap dapat keutamaannya? Semoga Allah Ta'ala tetap memberikan keutamaan tersebut berdasarkan dalil-dalil berikut:

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

من أتى فراشه وهو ينوي أن يقوم يصلي من الليل فغلبته عينه حتى يصبح كتب له ما نوى

"Barang siapa yang mendatangi kasurnya dan dia berniat untuk melaksanakan salat malam, tapi dia tertidur hingga pagi, maka dia tetap mendapatkan apa yang diniatkannya." (HR. Ibnu Majah No. 1344, dari Abu Dzar. Imam Zainuddin Al ‘Iraqi mengatakan: shahih. Lihat Takhrijul Ihya’, no. 1133)

Rasulullah SAW juga bersabda:

مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ

"Barang siapa yang berhasrat melakukan kebaikan lalu dia belum mengerjakannya maka dicatat baginya satu kebaikan." (HR. Muslim No 130, dari Abu Hurairah)

Hadits lain menyebutkan: "Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya." (HR. Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir, 6/185-186, dari Sahl bin Sa'ad as Saidi).

Tata Caranya
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?  Para sahabat menjawab: Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.

(HR. Muslim No. 4678)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More