Wanita Tarim, Bidadari Bumi yang Suka Sedekah di Tengah Keterbatasan
Minggu, 25 Juli 2021 - 13:49 WIB
Wanita Tarim Hadhramaut Yaman, dijuluki bidadarinya bumi. Mereka sangat istimewa dalam segala hal karena dididik dalam jalur Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra, putri tercinta Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Perempuan Tarim sudah terbiasa sejak kecil dibesarkan dalam lingkungan ulama, majelis ilmu, sholawat dan sebagainya. Sejak kecil mereka dididik membaca Al-Qur'an dan menghidupkan Sunnah Nabi oleh orang tua mereka. Mereka terdidik dengan akhlak yang mulia.
Baca Juga: Wanita Tarim, Bidadarinya Bumi yang Terpelihara
Setiap apa yang mereka lakukan tidak pernah menyimpang dari ajaran Al-Qur'an, Sunnah Nabawi serta dari jejak Sayyidatuna Fathimah.
Habib Ahmad bin Hasan Al-Athos berkata: "Aku bisa mendatangkan dalil dari semua adat Ahli Tarim dari Al-Qur'an dan Hadits Nabi".
Kita lihat bukan dalil ibadah mereka, tapi adat (kebiasaan) mereka pun tidak lepas dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Karena itu mereka adalah qiblat dan teladan kaum perempuan di muka bumi.
Habib Alwi bin Abdullah bin Syahab berkata: "Jika semua di dunia ini sudah buta, maka Tarim masih bisa melihat dengan satu mata."
Buta yang dimaksud sebab rusaknya akhlak manusia serta dosa-dosa manusia yang membuat mereka kehilangan perangai serta akhlak mereka, tapi di Tarim masih ada kebaikan.
Bahkan salah seorang Habaib berkata: "Siapa orang yang kehilangan akhlak maka datanglah ke Kota Tarim niscaya semua yang hilang darimu akan kembali dan menjadi jauh lebih baik."
Kebiasaan Bersedekah
Mereka wanita Tarim berlomba-lomba dalam kebaikan, begitu halnya dalam bersedekah. Mereka sangat senang bersedekah walaupun di sisi yang lain mereka orang-orang yang miskin dalam segi harta. Tak jarang dari mereka makan sehari sekali. Bahkan yang menjadi makanan pokok mereka kurma dan air sebab keterbatasan ekonomi mereka.
Akan tetapi mereka menghadapinya dengan senyum dan besar hati. Bahkan tetangga mereka tidak mengetahui keadaan mereka yang sedang kelaparan sebab dari kekayaan hati mereka membuat nampak kenyang di hadapan tetangga-tetangganya.
Walaupun mereka hidup dalam kekurangan ekonomi, mereka tetap berusaha bersedekah dengan apapun yang mereka miliki. Demi mengharap pahala, keagungan setta keridhoan di sisi Allah.
Habib Ahmad bin Umar bin Smith pernah bercerita: "Salah seorang wanita Tarim meninggal dunia. Ketika ia dimandikan, si wanita yang wafat tersebut tersenyum. Seperti orang yang sedang tertawa dan pemandangan itu membuat kagum wanita-wanita yang memandikannya.
Salah seorang yang memandikannya adalah wanita sholihah. Ia menghampiri sang jenazah seraya berbisik di telinganya: "Beri tahu aku mengapa kau tersenyum ketika aku memandikanmu?"
Ketika malam hari, wanita sholihah yang memandikan tadi bermimpi sang jenazah dan berkata: "Sesungguhnya setiap hari aku bersedekah pada orang yang pertama kali aku lihat. Ketika suatu hari aku keluar membawa sedekah aku tidak menemukan seorang pun untuk aku berikan sedekah kecuali seekor anak keledai. Maka aku berikan sedekahku padanya. Dan hal inilah yang pertama aku jumpai yaitu pahala bersedekah pada anak keledai oleh karena itu aku tersenyum. (Majmu’ Kalam al-Habib Alwi bin Abdullah bin Idrus bin Syahab, hal 43)
Hal yang bisa kita petik dari kisah di atas, kaya bukan dengan harta. Tetapi kaya adalah kaya hati. Berapa banyak orang kaya tapi nampak seperti orang miskin yang takut keluarganya mati kelaparan.
Habib Ahmad bin Umar Al-Hinduan berkata: "Orang miskin itu adalah orang yang masih ada dalam dirinya rasa takut miskin."
Sedekah tidak harus menunggu kaya. Sedekah tidak harus banyak, terkadang di hadapan kita kecil tapi di hadapan orang lain sangatlah berguna. Jangan meremehkan amal yang kecil siapa tahu, di dalamnya ada keridhoan Allah dan menjadi penyebab keselamatan kita.
Lihat Juga: Ivan Gunawan Kunjungi Masjid yang Dibangunnya di Uganda, Potong 3 Sapi hingga Bagikan Uang
Perempuan Tarim sudah terbiasa sejak kecil dibesarkan dalam lingkungan ulama, majelis ilmu, sholawat dan sebagainya. Sejak kecil mereka dididik membaca Al-Qur'an dan menghidupkan Sunnah Nabi oleh orang tua mereka. Mereka terdidik dengan akhlak yang mulia.
Baca Juga: Wanita Tarim, Bidadarinya Bumi yang Terpelihara
Setiap apa yang mereka lakukan tidak pernah menyimpang dari ajaran Al-Qur'an, Sunnah Nabawi serta dari jejak Sayyidatuna Fathimah.
Habib Ahmad bin Hasan Al-Athos berkata: "Aku bisa mendatangkan dalil dari semua adat Ahli Tarim dari Al-Qur'an dan Hadits Nabi".
Kita lihat bukan dalil ibadah mereka, tapi adat (kebiasaan) mereka pun tidak lepas dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Karena itu mereka adalah qiblat dan teladan kaum perempuan di muka bumi.
Habib Alwi bin Abdullah bin Syahab berkata: "Jika semua di dunia ini sudah buta, maka Tarim masih bisa melihat dengan satu mata."
Buta yang dimaksud sebab rusaknya akhlak manusia serta dosa-dosa manusia yang membuat mereka kehilangan perangai serta akhlak mereka, tapi di Tarim masih ada kebaikan.
Bahkan salah seorang Habaib berkata: "Siapa orang yang kehilangan akhlak maka datanglah ke Kota Tarim niscaya semua yang hilang darimu akan kembali dan menjadi jauh lebih baik."
Kebiasaan Bersedekah
Mereka wanita Tarim berlomba-lomba dalam kebaikan, begitu halnya dalam bersedekah. Mereka sangat senang bersedekah walaupun di sisi yang lain mereka orang-orang yang miskin dalam segi harta. Tak jarang dari mereka makan sehari sekali. Bahkan yang menjadi makanan pokok mereka kurma dan air sebab keterbatasan ekonomi mereka.
Akan tetapi mereka menghadapinya dengan senyum dan besar hati. Bahkan tetangga mereka tidak mengetahui keadaan mereka yang sedang kelaparan sebab dari kekayaan hati mereka membuat nampak kenyang di hadapan tetangga-tetangganya.
Walaupun mereka hidup dalam kekurangan ekonomi, mereka tetap berusaha bersedekah dengan apapun yang mereka miliki. Demi mengharap pahala, keagungan setta keridhoan di sisi Allah.
Habib Ahmad bin Umar bin Smith pernah bercerita: "Salah seorang wanita Tarim meninggal dunia. Ketika ia dimandikan, si wanita yang wafat tersebut tersenyum. Seperti orang yang sedang tertawa dan pemandangan itu membuat kagum wanita-wanita yang memandikannya.
Salah seorang yang memandikannya adalah wanita sholihah. Ia menghampiri sang jenazah seraya berbisik di telinganya: "Beri tahu aku mengapa kau tersenyum ketika aku memandikanmu?"
Ketika malam hari, wanita sholihah yang memandikan tadi bermimpi sang jenazah dan berkata: "Sesungguhnya setiap hari aku bersedekah pada orang yang pertama kali aku lihat. Ketika suatu hari aku keluar membawa sedekah aku tidak menemukan seorang pun untuk aku berikan sedekah kecuali seekor anak keledai. Maka aku berikan sedekahku padanya. Dan hal inilah yang pertama aku jumpai yaitu pahala bersedekah pada anak keledai oleh karena itu aku tersenyum. (Majmu’ Kalam al-Habib Alwi bin Abdullah bin Idrus bin Syahab, hal 43)
Hal yang bisa kita petik dari kisah di atas, kaya bukan dengan harta. Tetapi kaya adalah kaya hati. Berapa banyak orang kaya tapi nampak seperti orang miskin yang takut keluarganya mati kelaparan.
Habib Ahmad bin Umar Al-Hinduan berkata: "Orang miskin itu adalah orang yang masih ada dalam dirinya rasa takut miskin."
Sedekah tidak harus menunggu kaya. Sedekah tidak harus banyak, terkadang di hadapan kita kecil tapi di hadapan orang lain sangatlah berguna. Jangan meremehkan amal yang kecil siapa tahu, di dalamnya ada keridhoan Allah dan menjadi penyebab keselamatan kita.
Lihat Juga: Ivan Gunawan Kunjungi Masjid yang Dibangunnya di Uganda, Potong 3 Sapi hingga Bagikan Uang
(rhs)