Meneladani Ibrahim (3): Makkah Jadi Kota yang Dicintai Berkat Doa Beliau
Kamis, 29 Juli 2021 - 19:45 WIB
Imam Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation,
Imam/Direktur Jamaica Muslim Center
Ibrahim 'alaihissalam meninggalkan tanah kelahirannya dan menetap di kota baru yang Allah tetapkan. Kota itulah yang belakangan dikenal sebagai kota suci yang mulia (Al-Quds as-Sharif).
Dengan segala keberkahan kota ini dan sekitarnya Ibrahim ternyata dari hari ke hari mengalami kegelisahan. Kegelisahan itu disebabkan oleh penungguan pelanjut perjuangan dakwah (anak) yang tak kunjung tiba. Allah menguji kesabaran dan imannya dengan terlambatnya karunia anak itu.
Pada akhirnya Allah menentukan baginya untuk menikahi Hajar sebagai istrinya. Dari Hajar inilah Allah kemudian dikaruniai seorang anak yang dinamai Ismail. Seorang putra mungil yang dinanti sedemikian lama.
Ternyata Allah punya rencana besar bagi Ibrahim. Dengan lahirnya anak yang lama diimpikan itu ujian besar untuk Ibrahim dan keluarganya mulai dihadirkan. Ujian-ujian demi ujian ini ternyata cara Allah untuk mempersiapkan Ibrahim sebagai Pemimpin global masa depan.
Dalam Al-Qur'an kepemimpinan global itu diistilahkan dengan "imaaman linnaas" (pemimpin bagi manusia). Dan ternyata jalan menuju ke posisi itu bukan muda. Tapi jalan yang rintangan dan ujian. Itulah memang sunnatullah dalam kehidupan.
Segera setelah sang anak terlahir Ibrahim diperintah oleh Allah untuk membawa anak dan isterinya ke sebuah lembah yang tiada tumbuh-tumbuhan. Dalam bahasa Al-Qur'annya "bi waadin ghaeri dzi zar’in". Lembah itu terletak di sisi rumah suci yang mulia (Ka’bah).
Tanpa mempertanyakan sedikit pun dan dengan penuh keyakinan Ibrahim melaksanakan perintah Allah. Segera anak dan isterinya tercinta dibawa ke gurun yang tiada tumbuhan. Artinya sebuah tempat yang tidak berair. Yang pastinya jika tiada air maka tiada pula sumber kehidupan makhluk.
Singkat kisah, setelah beberapa hari menemani keluarganya di tempat yang tanpa manusia itu, Ibrahim pun harus kembali ke Jerusalem dan meninggalkan mereka berdua. Ibrahim harus kembali ke Jerusalem karena memang tempat dakwahnya hanya di kota itu. Setiap Nabi/Rasul diutus pada kaum dan masanya masing-masing. Terkecuali Rasulullah SAW untuk seluruh tempat dan masa.
Di momen itulah keimanannya kembali teruji. Tidak saja keimanan Ibrahim. Tapi juga iman istrinya, Hajar. Di saat Ibrahim akan meninggalkan mereka, terjadi dialog antara Hajar dan suaminya seperti berikut:
Hajar: "Kenapa engkau lakukan kepada kami (tinggalkan kami) di tempat ini, wahai Ibrahim?"
Ibrahim:…..(hanya menunduk. Tak mampu berkata apapun).
Hajar: (untuk kedua kalinya), "Kenapa Engkau lakukan ini kepada kami?"
Ibrahim: (hanya mampu menunduk. Lidahnya bagaikan membeku tak mampu mengeluarkan sepatah kata).
Hajar: "Apakah Allah menyuruhmu untuk melakukan ini?"
Ibrahim: (kembali tidak berkata apapun. Hanya menganggukkan kepala).
Hajar: "Kalau memang Allah yang memerintahkanmu, pergilah. Saya lebih percaya kepada penjagaan Allah untuk kami daripada penjagaanmu."
Demikian kedahsyatan iman Ibunda Hajar, istri dari seorang Nabi (Ibrahim) sekaligus Ibu dari seorang Nabi (Ismail). Sebuah karakter yang akan menundukkan semua tantangan hidupnya pada hari-hari mendatang.
Presiden Nusantara Foundation,
Imam/Direktur Jamaica Muslim Center
Ibrahim 'alaihissalam meninggalkan tanah kelahirannya dan menetap di kota baru yang Allah tetapkan. Kota itulah yang belakangan dikenal sebagai kota suci yang mulia (Al-Quds as-Sharif).
Dengan segala keberkahan kota ini dan sekitarnya Ibrahim ternyata dari hari ke hari mengalami kegelisahan. Kegelisahan itu disebabkan oleh penungguan pelanjut perjuangan dakwah (anak) yang tak kunjung tiba. Allah menguji kesabaran dan imannya dengan terlambatnya karunia anak itu.
Pada akhirnya Allah menentukan baginya untuk menikahi Hajar sebagai istrinya. Dari Hajar inilah Allah kemudian dikaruniai seorang anak yang dinamai Ismail. Seorang putra mungil yang dinanti sedemikian lama.
Ternyata Allah punya rencana besar bagi Ibrahim. Dengan lahirnya anak yang lama diimpikan itu ujian besar untuk Ibrahim dan keluarganya mulai dihadirkan. Ujian-ujian demi ujian ini ternyata cara Allah untuk mempersiapkan Ibrahim sebagai Pemimpin global masa depan.
Dalam Al-Qur'an kepemimpinan global itu diistilahkan dengan "imaaman linnaas" (pemimpin bagi manusia). Dan ternyata jalan menuju ke posisi itu bukan muda. Tapi jalan yang rintangan dan ujian. Itulah memang sunnatullah dalam kehidupan.
Segera setelah sang anak terlahir Ibrahim diperintah oleh Allah untuk membawa anak dan isterinya ke sebuah lembah yang tiada tumbuh-tumbuhan. Dalam bahasa Al-Qur'annya "bi waadin ghaeri dzi zar’in". Lembah itu terletak di sisi rumah suci yang mulia (Ka’bah).
Tanpa mempertanyakan sedikit pun dan dengan penuh keyakinan Ibrahim melaksanakan perintah Allah. Segera anak dan isterinya tercinta dibawa ke gurun yang tiada tumbuhan. Artinya sebuah tempat yang tidak berair. Yang pastinya jika tiada air maka tiada pula sumber kehidupan makhluk.
Singkat kisah, setelah beberapa hari menemani keluarganya di tempat yang tanpa manusia itu, Ibrahim pun harus kembali ke Jerusalem dan meninggalkan mereka berdua. Ibrahim harus kembali ke Jerusalem karena memang tempat dakwahnya hanya di kota itu. Setiap Nabi/Rasul diutus pada kaum dan masanya masing-masing. Terkecuali Rasulullah SAW untuk seluruh tempat dan masa.
Di momen itulah keimanannya kembali teruji. Tidak saja keimanan Ibrahim. Tapi juga iman istrinya, Hajar. Di saat Ibrahim akan meninggalkan mereka, terjadi dialog antara Hajar dan suaminya seperti berikut:
Hajar: "Kenapa engkau lakukan kepada kami (tinggalkan kami) di tempat ini, wahai Ibrahim?"
Ibrahim:…..(hanya menunduk. Tak mampu berkata apapun).
Hajar: (untuk kedua kalinya), "Kenapa Engkau lakukan ini kepada kami?"
Ibrahim: (hanya mampu menunduk. Lidahnya bagaikan membeku tak mampu mengeluarkan sepatah kata).
Hajar: "Apakah Allah menyuruhmu untuk melakukan ini?"
Ibrahim: (kembali tidak berkata apapun. Hanya menganggukkan kepala).
Hajar: "Kalau memang Allah yang memerintahkanmu, pergilah. Saya lebih percaya kepada penjagaan Allah untuk kami daripada penjagaanmu."
Demikian kedahsyatan iman Ibunda Hajar, istri dari seorang Nabi (Ibrahim) sekaligus Ibu dari seorang Nabi (Ismail). Sebuah karakter yang akan menundukkan semua tantangan hidupnya pada hari-hari mendatang.