Ramadhan Boleh Hening, Tapi Ibadah Harus Tetap Bergelora
Selasa, 21 April 2020 - 21:21 WIB
Dai yang juga penulis buku-buku Islami, Ustaz Salim A Fillah menyampaikan kalam indah terkait Ramadhan tahun ini. Beliau meminta agar kaum muslimin tetap bersemangat dalam ibadah meski dalam suasana pandemik.
"Tak ada yang bisa kita pamerkan dari puasa, tidak awalnya sahur, tidak akhirnya buka, tidak lemasnya badan, tidak pula segarnya penampilan. Dan tahun ini, semarak tarawih kita juga dikembalikan ke hakikatnya, menghidupkan malam bermesra, dengan tangis harap dan takut yang syahdu, dalam hening dan rahasia, di dalam bilik-bilik rumah kita," kata Ustaz Salim melalui akun IG @salimafillah, kemarin.
"Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan mengganjar pahalanya" demikian Allah berfirman dalam Hadits Qudsi. Ibadah hening lagi rahasia, bahwa hanya diri dan Allah saksi hakikatnya, pembina bagi taqwa.
Ketua Ittihadul 'Alami li 'Ulamail Muslimin Syeikh Ahmad Ar-Raisuni mengingatkan, "Menegakkan qiyamullail Ramadhan secara berjama'ah di Masjid adalah sunnah Khulafaur Rasyidin. Menegakkannya di rumah kita sendiri adalah sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi kita beralih dari sunnah yang utama, kepada sunnah yang jauh lebih utama."
Di sinilah penguatan tarbiyah ruhaniyah kita. Untuk memamerkan ibadah hanya kepada Allah semata, biarlah sesama menikmati sekedar dampaknya saja, berupa senyum penuh cinta, akhlak mulia, dan manfaat yang terasa.
"Ramadhan boleh hening di luar sana, tapi harus tetap semarak dalam hati kita, dan bergelora bagi semangat ibadah kita," kata Ustaz Salim.
Karena itu Imam Syafi'i berkata, "Tak kulihat yang seperti surga, dengan segala gambaran kenikmatannya, bagaimana masih bisa tidur pemburunya? Dan tak kulihat yang seperti neraka, dengan semua lukisan kengeriannya, bagaimana masih bisa tidur buruannya?"
"Tak ada yang bisa kita pamerkan dari puasa, tidak awalnya sahur, tidak akhirnya buka, tidak lemasnya badan, tidak pula segarnya penampilan. Dan tahun ini, semarak tarawih kita juga dikembalikan ke hakikatnya, menghidupkan malam bermesra, dengan tangis harap dan takut yang syahdu, dalam hening dan rahasia, di dalam bilik-bilik rumah kita," kata Ustaz Salim melalui akun IG @salimafillah, kemarin.
"Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan mengganjar pahalanya" demikian Allah berfirman dalam Hadits Qudsi. Ibadah hening lagi rahasia, bahwa hanya diri dan Allah saksi hakikatnya, pembina bagi taqwa.
Ketua Ittihadul 'Alami li 'Ulamail Muslimin Syeikh Ahmad Ar-Raisuni mengingatkan, "Menegakkan qiyamullail Ramadhan secara berjama'ah di Masjid adalah sunnah Khulafaur Rasyidin. Menegakkannya di rumah kita sendiri adalah sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi kita beralih dari sunnah yang utama, kepada sunnah yang jauh lebih utama."
Di sinilah penguatan tarbiyah ruhaniyah kita. Untuk memamerkan ibadah hanya kepada Allah semata, biarlah sesama menikmati sekedar dampaknya saja, berupa senyum penuh cinta, akhlak mulia, dan manfaat yang terasa.
"Ramadhan boleh hening di luar sana, tapi harus tetap semarak dalam hati kita, dan bergelora bagi semangat ibadah kita," kata Ustaz Salim.
Karena itu Imam Syafi'i berkata, "Tak kulihat yang seperti surga, dengan segala gambaran kenikmatannya, bagaimana masih bisa tidur pemburunya? Dan tak kulihat yang seperti neraka, dengan semua lukisan kengeriannya, bagaimana masih bisa tidur buruannya?"
(rhs)