Ini Alasan Kenapa Sahabat Nabi Tidak Bermazhab

Minggu, 10 Oktober 2021 - 19:20 WIB
Ustaz Ahmad Sarwat, pengasuh Rumah Fiqih Indonesia. Foto/Ist
Ustaz Ahmad Sarwat Lc

Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia

Lulusan Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Suud LIPIA, Jurusan Perbandingan Mazhab


Di masa kenabian para sahabat tidak pernah meributkan urusan mazhab-mazhab. Sebab, di masa itu memang belum ada empat mazhab seperti yang kita kenal sekarang.

Imam Abu Hanifah baru lahir tahun 80 Hijriyah. Waktu itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sudah wafat 70 tahun sebelumnya. Imam Asy-Syafi'i lebih jauh lagi. Beliau baru lahir tahun150 Hijriyah.

Wajar saja bila di masa kenabian, para sahabat itu tidak bermazhab. Bagaimana mau bermazhab, imam mazhabnya saja pada belum lahir.

Para sahabat bukan hanya tidak bermazhab, bahkan merekapun juga tidak pernah menggunakan Hadits Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim dan hadits-hadits para perawi lainnya.

Imam Al-Bukhari baru lahir tahun tahun 194 dan Imam Muslim baru lahir tahun 204 Hijriyah. Wajar bila para sahabat tidak merujuk Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Sebab keduanya belum pada lahir waktu itu.

Sebagaimana mereka tidak bermazhab, mereka pun tidak pernah pakai hadits Shahih riwayat para imam hadits. Kenapa? Karena semua itu tidak perlu, toh mereka hidup bersama Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan mereka tinggal di Madinah.

Mereka adalah para sahabat, orang yang masuk Islam dan bertemu langsung dengan Nabi serta wafat sebagai muslim. Kalau ada masalah hukum, narasumber paling kompten ada di depan mata. Dalam sehari ketemu Nabi setidaknya lima kali, yaitu ketika sholat jamaah di masjid Nabawi.

Mereka itulah generasi yang berhak bicara : Tidak perlu ulama, tidak perlu Mazhab, bahkan tidak perlu hadits Shahih. Bagaimana dengan kita?

Bisakah kita bilang: "Saya tidak perlu ulama? Bisakah kita sesumbar: Buang saja mazhab-mazhab itu? Bisakah dengan sotoy kita nyinyir: Saya tidak perlu fiqih, cukup Nabi saja sebagai kiyai ku?"

Jelas tidak bisa. Jangankan kita yang hidup di abad 14 Hijriyah, bahkan para tabi'in pun tidak ada satupun yang ketemu langsung dengan Rasulullah. Para Tabiin itu hanya ketemu dengan sahabat. Mereka tidak pernah punya akses langsung kepada Nabi.

Bahkan para Tabi'in pun tidak bisa mengaku-ngaku sebagai orang yang paling mengenal Rasulullah. Tak seorang dari tabi'in itu yang pernah lihat bagaimana Nabi sholat, zakat, puasa, haji dan mengerjakan amalan-amalan lainnya.

Mereka kenal Nabi hanya lewat cerita. Ya, cerita yang disampaikan oleh para sahabat. Dimana cerita para shahabat itu bisa saja beda-beda cara menyampaikannya.

Namanya juga cerita, tentu ada banyak versinya dan banyak keunikannya juga. Misalnya, peristiwa haji wada' di tahun kesepuluh Hijriyah yang diikuti tidak kurang dari 60 ribu sahabat.

Banyak cerita yang sama dan terkonfirmasi dari sekian banyak jalur riwayat para sahabat. Namun, asal tahu saja, ada juga versi-versi yang saling berbeda dan yang pada bertentangan dari banyak jalur shahabat itu.

Contohnya tentang status Haji Nabi, apakah beliau berhaji Tamattu, Qiran atau Ifrad? Ternyata kita menemukan ratusan jalur riwayat yang berbeda versinya. Ada riwayat menyebut Tamattu, riwayat lain menyebut qiran. Dan riwayat lainnya lagi menyebut Ifrad.

Uniknya, ternyata semua versi itu sama-sama shahihnya, sama-sama riwayat para sahabat. Kalau sudah begitu, kira-kira dimana letak salahnya? Apakah para shahabat pada saling berdusta? Ataukah mereka hanya mengira-ngira saja?

Tulisan singkat ini akan saya tutup dengan sebuah pertanyaan: "Dari sepuluh versi mutawatir qiraat yang berbeda itu (Qiroah 'Asyrah), manakah yang digunakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat isya' dan shalat subuh.  Sekiranya mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya, pasti mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.

(HR. Sunan Ibnu Majah No. 789)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More