Abu Dzar al-Ghifari (1): Sosok yang Membuat Rasulullah SAW Takjub
Senin, 11 Oktober 2021 - 16:38 WIB
Nama asli Abu Dzar al-Ghifari adalah Jundub bin Janadah. Dia dikenal sebagai sosok yang membuat Rasulullah SAW takjub. Abu Dzar berasal dari daerah nun jauh dari Makkah. Namun ia memeluk Islam pada saat syiar Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi di Makkah.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah memaparkan Abu Dzar al-Ghifari datang ke Makkah dari suatu tempat yang jauh. Letih, sakit, dan lelah karena telah melewati padang pasir dengan sinar matahari yang menyengat dan udara yang panas. Namun matanya memancarkan sorot yang bahagia karena dia akan menemui seseorang yang dicarinya.
Dia datang ke Makkah dengan menyamar, seolah-olah dia adalah salah seorang peziarah yang hendak menyembah patung berhala, atau bisa juga seorang musafir yang tengah dalam perjalanan jauh dan hendak beristirahat dan mengisi perbekalan. Andai saja orang Makkah mengetahui tujuan yang sebenarnya, yakni mencari seseorang yang sangat dinantinya, niscaya dia akan dibunuh.
Dia terus mencari, setiap kali mendengar orang-orang membicarakan lelaki yang dicarinya itu dia mendekat dan menyimak. Segala petunjuk yang terserak dia kumpulkan dengan hati-hati. Sehingga setelah mendapatkan informasi yang cukup akhirnya pada suatu pagi dia mendapatkan lelaki yang dimaksud. Lelaki itu sedang duduk seorang diri.
“Selamat pagi, wahai kawan sebangsa!” ujarnya.
“Alaikum salam, wahai sahabat,” jawab lelaki tersebut.
“Bacakanlah kepadaku hasil gubahan Engkau!”
“Ia bukan syair hingga dapat digubah, tetapi adalah Quran yang mulia.”
“Bacakanlah kalau begitu!”
Maka dibacakanlah oleh lelaki itu, dan dia mendengarkan dengan perhatian, hingga tidak berapa lama dia pun berseru, “asyahadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh.”
Lelaki yang dia cari adalah seseorang yang bernama Muhammad bin Abdullah, dan sekarang Muhammad sudah berada di hadapannya membacakan Al-Quran, maka tidak ragu setelahnya dia langsung mengucap syahadat.
Kemudian Muhammad sang Rasul Allah bertanya kepada musafir yang bernama Jundub bin Janadah tersebut, “Engkau dari mana, saudara sebangsa?”
Jundub menjawab, “Dari Ghifar.”
Maka tersenyumlah Rasulullah, sementara wajahnya diliputi oleh rasa kagum dan takjub. Jundub tersenyum juga, dia paham dari mana timbulnya rasa takjub tersebut, karena orang yang sudah mengaku Islam di hadapan Rasul tersebut ternyata berasal dari Ghifar.
Ghifar adalah suatu kabilah atau suku yang tak ada taranya dalam soal menempuh jarak. Mereka jadi tamsil perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa. Malam yang kelam dan gelap gulita tidak menjadi soal bagi mereka, dan celakalah bagi orang yang tersesat atau jatuh ke tangan kaum Ghifar di waktu malam.
Pada waktu itu agama Islam baru saja lahir dan dijalankan secara sembunyi-sembunyi. Ketika ada seseorang dari jauh, dan dia berasal dari kaum Ghifar pula, yang datang dengan sengaja untuk masuk Islam, maka sebagaimana dikisahkan oleh Jundub bin Janadah, “maka pandangan Rasulullah pun turun naik, tak putus takjub memikirkan tabiat orang-orang Ghifar, lalu sabdanya, ‘Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa yang disukai-Nya….!’”
Menurut riwayat, sebelum bertemu Rasulullah pun Jundub adalah seorang yang menentang penyembahan terhadap berhala. Dia mempunyai keyakinan akan Ketuhanan serta iman kepada Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha Pencipta.
Demikianlah, ketika dia mendengar sebuah berita tentang seorang Nabi yang menentang berhala dan menyeru untuk menyembah kepada Allah yang Maha Esa lagi Perkasa, maka tak ragu dia pun segera menyiapkan bekal dan mengayunkan langkahnya.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah memaparkan Abu Dzar al-Ghifari datang ke Makkah dari suatu tempat yang jauh. Letih, sakit, dan lelah karena telah melewati padang pasir dengan sinar matahari yang menyengat dan udara yang panas. Namun matanya memancarkan sorot yang bahagia karena dia akan menemui seseorang yang dicarinya.
Dia datang ke Makkah dengan menyamar, seolah-olah dia adalah salah seorang peziarah yang hendak menyembah patung berhala, atau bisa juga seorang musafir yang tengah dalam perjalanan jauh dan hendak beristirahat dan mengisi perbekalan. Andai saja orang Makkah mengetahui tujuan yang sebenarnya, yakni mencari seseorang yang sangat dinantinya, niscaya dia akan dibunuh.
Dia terus mencari, setiap kali mendengar orang-orang membicarakan lelaki yang dicarinya itu dia mendekat dan menyimak. Segala petunjuk yang terserak dia kumpulkan dengan hati-hati. Sehingga setelah mendapatkan informasi yang cukup akhirnya pada suatu pagi dia mendapatkan lelaki yang dimaksud. Lelaki itu sedang duduk seorang diri.
“Selamat pagi, wahai kawan sebangsa!” ujarnya.
“Alaikum salam, wahai sahabat,” jawab lelaki tersebut.
“Bacakanlah kepadaku hasil gubahan Engkau!”
“Ia bukan syair hingga dapat digubah, tetapi adalah Quran yang mulia.”
“Bacakanlah kalau begitu!”
Maka dibacakanlah oleh lelaki itu, dan dia mendengarkan dengan perhatian, hingga tidak berapa lama dia pun berseru, “asyahadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh.”
Lelaki yang dia cari adalah seseorang yang bernama Muhammad bin Abdullah, dan sekarang Muhammad sudah berada di hadapannya membacakan Al-Quran, maka tidak ragu setelahnya dia langsung mengucap syahadat.
Kemudian Muhammad sang Rasul Allah bertanya kepada musafir yang bernama Jundub bin Janadah tersebut, “Engkau dari mana, saudara sebangsa?”
Jundub menjawab, “Dari Ghifar.”
Maka tersenyumlah Rasulullah, sementara wajahnya diliputi oleh rasa kagum dan takjub. Jundub tersenyum juga, dia paham dari mana timbulnya rasa takjub tersebut, karena orang yang sudah mengaku Islam di hadapan Rasul tersebut ternyata berasal dari Ghifar.
Ghifar adalah suatu kabilah atau suku yang tak ada taranya dalam soal menempuh jarak. Mereka jadi tamsil perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa. Malam yang kelam dan gelap gulita tidak menjadi soal bagi mereka, dan celakalah bagi orang yang tersesat atau jatuh ke tangan kaum Ghifar di waktu malam.
Pada waktu itu agama Islam baru saja lahir dan dijalankan secara sembunyi-sembunyi. Ketika ada seseorang dari jauh, dan dia berasal dari kaum Ghifar pula, yang datang dengan sengaja untuk masuk Islam, maka sebagaimana dikisahkan oleh Jundub bin Janadah, “maka pandangan Rasulullah pun turun naik, tak putus takjub memikirkan tabiat orang-orang Ghifar, lalu sabdanya, ‘Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa yang disukai-Nya….!’”
Menurut riwayat, sebelum bertemu Rasulullah pun Jundub adalah seorang yang menentang penyembahan terhadap berhala. Dia mempunyai keyakinan akan Ketuhanan serta iman kepada Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha Pencipta.
Demikianlah, ketika dia mendengar sebuah berita tentang seorang Nabi yang menentang berhala dan menyeru untuk menyembah kepada Allah yang Maha Esa lagi Perkasa, maka tak ragu dia pun segera menyiapkan bekal dan mengayunkan langkahnya.