Ketika Rasa Ngantuk Melanda Saat Sedang Shalat, Apa yang Harus Dilakukan?
Kamis, 14 Oktober 2021 - 08:51 WIB
Rasa ngantuk terkadang bisa datang kapan saja, termasuk ketika sedang melaksanakan ibadah shalat . Lantas apa yang harus dilakukan, bila rasa ngantuk ini tidak bisa dihilangkan sedangkan ibadah shalat belum selesai? Dan bagaimana pula hukumnya?
Hakikatnya, rasa ngantuk dan tidur adalah nikmat Allah yang sangat berharga. Hikmahnya, ketika ngantuk mulai terasa, itu indikasi biologis bahwa fisik dan pikiran mulai lelah. Dan tidur adalah kondisi yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla untuk mengistirahatkan kinerja fisik dan pikiran untuk sementara waktu.
Namun, permasalahan ngantuk ketika shalat memang banyak terjadi di kalangan masyarakat Muslim. Dan solusi atas permasalahan ini sudah dibahas oleh para ulama, meski dijumpai sedikit perbedaan pendapat para ulama.
Dalam hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Jika di antara kalian ada yang ngantuk ketika shalat hendaknya dia tidur hingga hilang ngantuknya. Karena jika salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan ngantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari no. 212 dan Muslim no. 786)
Begitu juga hadis dari Dari Anas radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jika di antara kalian ada yang ngantuk ketika shalat hendaknya dia tidur sampai menyadari apa yang diucapkan.” (HR. Al-Bukhari, bab Wudhu, no. 206)
Imam an-Nawawi dalam Kitab Syarh an-Nawawi alal Muslim, menjelaskan kandungan hukum yang terdapat dalam hadis-hadis di atas,
“Dalam hadis tersebut terdapat perintah bagi orang yang ngantuk ketika shalat untuk tidur sejenak atau aktivitas lainnya yang bisa menghilangkan ngantuk. Ini berlaku untuk jenis shalat secara umum, baik shalat wajib atau shalat nafilah, di malam hari ataupun siang hari. Ini adalah mazhab kami dan mazhab Jumhur. Dengan catatan, tidak keluar dari waktu shalat.” (Syarh an-Nawawi alal Muslim, 6/74)
Sebagian ulama berpendapat hadis Anas di atas adalah khusus untuk shalat tahajjud. Namun, mayoritas ulama menjelaskan bahwa hadis tersebut berlaku untuk umum, termasuk shalat lima waktu.
Sebab, shalat itu yang dibutuhkan adalah kehadiran hati dan khusyuk. Maka segala hal yang dapat menghilangkan keduanya, sebisa mungkin untuk disingkirkan. Syaikh Abdul Aziz bin Marzuq ath-Thurifi mengatakan, “Khusyuk dan hadirnya hati merupakan ‘ruh’ dari shalat.” (Al-Mujiz Fi Shifati Shalatin Nabi, 9)
Abul Walid Al-Baji menjelaskan dalam kitab Al-Muntaqa bahwa jika ngantuk berat itu terjadi ketika melaksanakan shalat fardhu dan ada waktu untuk mengusir rasa kantuk kemudian masih tersisa waktu untuk shalat, atau dia tahu nanti aka nada orang yang membangunkannya, maka hendaknya dia tidur sebentar dengan tetap menyisakan waktunya untuk shalat pada waktunya.
Namun jika waktu yang tersisa sangat sedikit dan dia menyadari jika ia gunakan untuk tidur akan kehabisan waktu shalat, maka hendaknya dia tetap shalat sebisa mungkin, dan berusaha sekuat tenaga untuk menyempurnakan shalatnya, kemudian baru setelah itu tidur. Jika ia bisa yakin dia telah melaksanakan shalat fardhu itu (dengan sempurna), maka itu sudah cukup, namun jika ia tidak yakin, maka ia harus mengulang shalatnya setelah bagung tidur.
Kemudian jika ngantuk ketika shalat itu kategorinya ngantuk ringan, shalatnya tetap sah. Dan hendaknya ia melanjutkan shalatnya hingga akhir. Perbedaan antara ngantuk berat dengan ngantuk ringan terdapat pada tingkat kesadarannya.
Jika orang yang shalat ngantuk sampai tidak sadar bacaan yang dia ucapkan, atau tidak sadar gerakan yang ia lakukan, maka itu kategori ngantuk berat. Makna ini dipahami dari hadis Anas radhiyallahu ‘anhu di atas
“Sampai dia sadar apa yang ia ucapkan.” (HR. Al-Bukhari)
Hakikatnya, rasa ngantuk dan tidur adalah nikmat Allah yang sangat berharga. Hikmahnya, ketika ngantuk mulai terasa, itu indikasi biologis bahwa fisik dan pikiran mulai lelah. Dan tidur adalah kondisi yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla untuk mengistirahatkan kinerja fisik dan pikiran untuk sementara waktu.
Namun, permasalahan ngantuk ketika shalat memang banyak terjadi di kalangan masyarakat Muslim. Dan solusi atas permasalahan ini sudah dibahas oleh para ulama, meski dijumpai sedikit perbedaan pendapat para ulama.
Dalam hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ
“Jika di antara kalian ada yang ngantuk ketika shalat hendaknya dia tidur hingga hilang ngantuknya. Karena jika salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan ngantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari no. 212 dan Muslim no. 786)
Begitu juga hadis dari Dari Anas radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jika di antara kalian ada yang ngantuk ketika shalat hendaknya dia tidur sampai menyadari apa yang diucapkan.” (HR. Al-Bukhari, bab Wudhu, no. 206)
Imam an-Nawawi dalam Kitab Syarh an-Nawawi alal Muslim, menjelaskan kandungan hukum yang terdapat dalam hadis-hadis di atas,
فِيهِ أَمْرُ النَّاعِسِ بِالنَّوْمِ أَوْ نَحْوِهِ مِمَّا يَذْهَبُ عَنْهُ النُّعَاسُ وَهَذَا عَامٌّ فِي صَلَاةِ الْفَرْضِ وَالنَّفْلِ فِي الليل والنهار وهذا مذهبنا ومذهب الجمهور لَكِنْ لَا يُخْرِجُ فَرِيضَةً عَنْ وَقْتِهَا
“Dalam hadis tersebut terdapat perintah bagi orang yang ngantuk ketika shalat untuk tidur sejenak atau aktivitas lainnya yang bisa menghilangkan ngantuk. Ini berlaku untuk jenis shalat secara umum, baik shalat wajib atau shalat nafilah, di malam hari ataupun siang hari. Ini adalah mazhab kami dan mazhab Jumhur. Dengan catatan, tidak keluar dari waktu shalat.” (Syarh an-Nawawi alal Muslim, 6/74)
Sebagian ulama berpendapat hadis Anas di atas adalah khusus untuk shalat tahajjud. Namun, mayoritas ulama menjelaskan bahwa hadis tersebut berlaku untuk umum, termasuk shalat lima waktu.
Sebab, shalat itu yang dibutuhkan adalah kehadiran hati dan khusyuk. Maka segala hal yang dapat menghilangkan keduanya, sebisa mungkin untuk disingkirkan. Syaikh Abdul Aziz bin Marzuq ath-Thurifi mengatakan, “Khusyuk dan hadirnya hati merupakan ‘ruh’ dari shalat.” (Al-Mujiz Fi Shifati Shalatin Nabi, 9)
Baca Juga
Abul Walid Al-Baji menjelaskan dalam kitab Al-Muntaqa bahwa jika ngantuk berat itu terjadi ketika melaksanakan shalat fardhu dan ada waktu untuk mengusir rasa kantuk kemudian masih tersisa waktu untuk shalat, atau dia tahu nanti aka nada orang yang membangunkannya, maka hendaknya dia tidur sebentar dengan tetap menyisakan waktunya untuk shalat pada waktunya.
Namun jika waktu yang tersisa sangat sedikit dan dia menyadari jika ia gunakan untuk tidur akan kehabisan waktu shalat, maka hendaknya dia tetap shalat sebisa mungkin, dan berusaha sekuat tenaga untuk menyempurnakan shalatnya, kemudian baru setelah itu tidur. Jika ia bisa yakin dia telah melaksanakan shalat fardhu itu (dengan sempurna), maka itu sudah cukup, namun jika ia tidak yakin, maka ia harus mengulang shalatnya setelah bagung tidur.
Kemudian jika ngantuk ketika shalat itu kategorinya ngantuk ringan, shalatnya tetap sah. Dan hendaknya ia melanjutkan shalatnya hingga akhir. Perbedaan antara ngantuk berat dengan ngantuk ringan terdapat pada tingkat kesadarannya.
Jika orang yang shalat ngantuk sampai tidak sadar bacaan yang dia ucapkan, atau tidak sadar gerakan yang ia lakukan, maka itu kategori ngantuk berat. Makna ini dipahami dari hadis Anas radhiyallahu ‘anhu di atas
حَتَّى يَعْلَمَ مَا يَقْرَأُ
“Sampai dia sadar apa yang ia ucapkan.” (HR. Al-Bukhari)