Kisah Jimat Sulaiman dan Jin Mencumbui Semua Istri Sang Nabi

Senin, 18 Oktober 2021 - 05:15 WIB
Kemudian ia memerintahkan agar peti itu dilemparkan ke dalam laut, dan setan tersebut akan tetap berada di dalam peti itu hingga hari kiamat nanti. Disebutkan bahwa nama setan itu adalah Habyaq.

As-Saddi melanjutkan kisahnya, bahwa telah ditundukkan bagi Sulaiman angin, yang sebelum itu tidak ditundukkan terhadapnya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi. (Shad: 35)



Memvonis Batil

Para pakar tafsir klasik dan kontemporer memvonis batilnya kisah tersebut seraya menyebutkan, kisah ini tidak lebih hanyalah isrâiliyyât (dongeng-dongeng yang dinukil dari bani Israil) yang batil.

Ibn Katsîr (w. 774 H), misalnya, dalam tafsirnya menyatakan “Allah SWT tidak menerangkan hakikat jasad yang Dia letakkan di atas kursinya. Kita mengimani bahwa Allah menguji beliau dengan meletakkan sebuah jasad di atas kursinya, dan kita tidak mengetahui tentang jasad itu?

Semua perkataan yang membicarakan tentang hal itu berasal dari cerita Israiliyyat; kita tidak mengetahui benar dan dustanya, wallahu a’lam.”

Sebagian ahli tafsir ada mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ujian ini ialah kehilangan kerajaan Sulaiman disebabkan aib yang biasa terjadi pada manusia sehingga orang lain duduk di atas singgasananya. Yakni setelah ujian itu, beliau kembali kepada Allah Ta'ala, berdoa dan meminta ampunan-Nya, serta meminta kerajaan yang tidak patut dimiliki seorang pun setelahnya.

Ibnu Hazm (w. 456 H) menegaskan, “Ini semua khurafat kisah palsu dan dusta. Isnâdnya sama sekali tidak shahîh”. Ibn al-Jauzî (w. 597 H) juga menyebutkan kisah di atas “tidak absah dan tidak disebutkan oleh orang yang terpercaya”.

Al-Qurthubî (w. 671 H) dalam tafsirnya mengomentari pendapat orang yang menafsirkan “ujian” dengan kisah di atas, “Pendapat ini dilemahkan (para ulama)”.

Sedangkan Abu Hayyân (w. 745 H) dalam Tafsîr al-Bahr al-Muhîth bertutur, “Kisah ini tidak halal untuk dinukil dan termasuk karangan orang-orang Yahudi serta kaum zindiq”.

Al-Îjî (w. 894 H) dalam Jâmi’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân juga menjelaskan, “Ketahuilah, tidak ada satupun hadits shahîh yang menyebutkan perincian kisah tersebut. Adapun apa yang dinukil dari salaf, kemungkinan besar termasuk isrâîliyyât,” ujarnya.

“Ini kedustaan yang besar dan perkara yang serius. Keabsahan penisbatan cerita ini kepada Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu tidak kita terima,” tambah Al-Alûsî Abu ats-Tsanâ dalam kitabnya Rûh al-Ma’ânî.

Sebagian ulama yang menyebutkan bahwa sanad (jalur periwayatan) kisah tersebut hingga Ibnu Abbâs kuat, sebagaimana yang dikatakan Ibnu Katsîr, Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, dan as-Suyûthî, hal tersebut tidaklah menafikan kebatilan kisah ini. Sebab andaikan sanad tersebut memang shahîh sampai ke Ibnu Abbâs ra, beliau hanyalah menukil kisah batil tersebut dari Ahlul Kitab yang masuk Islam. [Ibnu Abbâs menukil kisah tersebut dari Ka’ab al-Ahbâr, sebagaimana dalam ad-Durr al-Mantsûr (XII/573)].

Kisah tersebut diyakini tidak diambil Ibnu Abbas ra dari Rasulullah SAW. Buktinya pada kesempatan lain, Ibnu Katsir dan as-Suyuthî menegaskan bahwa kisah tersebut termasuk khurafat israîliyyât.

Selain kisah tersebut diragukan keabsahan sanadnya, alur ceritanya juga mengandung kebatilan-kebatilan yang berkonsekuensi menodai kesucian kenabian dan keyakinan-keyakinan batil lainnya.

Jika kita telah mengetahui bahwa kisah Nabi Sulaiman Alaihissallam dengan cincinnya batil, maka kisah tersebut tidak layak untuk dijadikan sebagai tafsir dari ayat al-Qur’an. Namun timbul pertanyaan, “Tafsir seperti apakah yang benar dari ayat tersebut?”.

Para ulama pakar menyebutkan, tafsir yang paling pas untuk “ujian” yang disebut ayat tersebut di atas, adalah hadits shahîh yang diriwayatkan oleh Bukhâri dan Muslim:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قَالَ سُلَيْمَانُ: َلأََطُوْفَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى تِسْعِينَ امْرَأَةً كُلُّهُنَّ تَأْتِي بِفَارِسٍ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ: قُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، فَلَمْ يَقُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، فَطَافَ عَلَيْهِنَّ جَمِيعًا فَلَمْ يَحْمِلْ مِنْهُنَّ إِلاَّ امْرَأَةٌ وَاحِدَةٌ جَاءَتْ بِشِقِّ رَجُلٍ، وَايْمُ الَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَوْ قَالَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فُرْسَانًا أَجْمَعُونَ”
.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullâh SAW bersabda, “(Pada suatu hari) Nabi Sulaiman as berkata, “Malam ini aku akan berhubungan badan dengan sembilan puluh istriku. Masing-masing (pasti) akan melahirkan lelaki penunggang kuda yang kelak berjihad di jalan Allah Azza wa Jalla.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَلَا تُصَلِّ عَلٰٓى اَحَدٍ مِّنۡهُمۡ مَّاتَ اَبَدًا وَّلَا تَقُمۡ عَلٰى قَبۡرِهٖ ؕ اِنَّهُمۡ كَفَرُوۡا بِاللّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ وَمَاتُوۡا وَهُمۡ فٰسِقُوۡنَ‏
Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan shalat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (mendoakan) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.

(QS. At-Taubah Ayat 84)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More