Gus Baha Jelaskan Hukum Utang di Bank, Haram Atau Halal?
Selasa, 02 November 2021 - 22:45 WIB
Ibu saya, cerita zaman Mbah saya haji itu habis sapi sampai 16. Terus era pesawat habis sapi 6-7 ekor. Sekarang Rp30 juta cuma habis 4 ekor sapi .
Artinya, misalnya orang tahun 1970 orang punya utang Rp7 juta, sekarang 2010 disuruh bayar utang Rp7 juta itu ya tetap tidak adil. Maka sebaiknya menggunakan kurs. Kurs ini diakui dalam Islam. Kalau dalam masalah begitu, dianjurkan pakai kurs emas.
Jadi uang Rp20 juta atau Rp2 juta saat itu mendapatkan emas berapa gram. Dikurs menggunakan emas. Lah sekarang kalau 2010, emas itu berapa.
Sebab itu dalam ekonomi Islam atau fiqih, fulus (uang) tidak pernah dihitung sebagai mata uang. Meskipun berlaku seperti emas, yang dihitung adalah emas.
Ternyata, di bank-bank dunia yang dihitung sampai sekarang itu adalah kurs emas. Coba dalam masalah seperti ini, terus kamu samakan riba dengan arti "bunga" kan beda. Itu kan penyusutan faktor deflasi, faktor pengurangan nilai uang.
Misalnya, Anda tahun 1980 punya utang Rp2 juta. Tahun 2010 dibayar Rp2,5 juta. Terus kamu menghukumi yang Rp500 ribu adalah riba, karena menambahkan.
Kata yang memberi utang: "Tambah apanya? Ya masih rugi aku. Uang Rp2 juta dulu sama sekarang masih banyak Rp2 juta dulu."
Tapi, di sini saya tidak menentukan hukum lho ya! Hanya mengambil barokah diskusi, akhirnya kiyai-kiyai jadi tahu masalah yang terjadi dalam sistem keuangan.
Akhirnya dari dulu, kalau ada bahtsul masail masalah riba itu pasti haram, halal dan syubhat. Kalau ada riba diputusi halal itu kenekaten (terlalu nekat). Tidak ada ulama senekat itu. Itu iseng, kalau ada riba kok halal itu muhal (mustahil).
Namun, masalahnya riba dengan sistem perbankan adalah sesuatu yang dulu-dulunya memang beda. Kalau dulu orang miskin utang untuk makan. Tapi, kalau sekarang yang utang itu harus orang kaya. Syarat awalnya harus dengan sertifikat atau jaminan. Itu pun hanya 30% dari nilai agunan.
Berikut Tausiyah Gus Baha disiarkan Cahnnel Youtube Jajan Hits:
Artinya, misalnya orang tahun 1970 orang punya utang Rp7 juta, sekarang 2010 disuruh bayar utang Rp7 juta itu ya tetap tidak adil. Maka sebaiknya menggunakan kurs. Kurs ini diakui dalam Islam. Kalau dalam masalah begitu, dianjurkan pakai kurs emas.
Jadi uang Rp20 juta atau Rp2 juta saat itu mendapatkan emas berapa gram. Dikurs menggunakan emas. Lah sekarang kalau 2010, emas itu berapa.
Sebab itu dalam ekonomi Islam atau fiqih, fulus (uang) tidak pernah dihitung sebagai mata uang. Meskipun berlaku seperti emas, yang dihitung adalah emas.
Ternyata, di bank-bank dunia yang dihitung sampai sekarang itu adalah kurs emas. Coba dalam masalah seperti ini, terus kamu samakan riba dengan arti "bunga" kan beda. Itu kan penyusutan faktor deflasi, faktor pengurangan nilai uang.
Misalnya, Anda tahun 1980 punya utang Rp2 juta. Tahun 2010 dibayar Rp2,5 juta. Terus kamu menghukumi yang Rp500 ribu adalah riba, karena menambahkan.
Kata yang memberi utang: "Tambah apanya? Ya masih rugi aku. Uang Rp2 juta dulu sama sekarang masih banyak Rp2 juta dulu."
Tapi, di sini saya tidak menentukan hukum lho ya! Hanya mengambil barokah diskusi, akhirnya kiyai-kiyai jadi tahu masalah yang terjadi dalam sistem keuangan.
Akhirnya dari dulu, kalau ada bahtsul masail masalah riba itu pasti haram, halal dan syubhat. Kalau ada riba diputusi halal itu kenekaten (terlalu nekat). Tidak ada ulama senekat itu. Itu iseng, kalau ada riba kok halal itu muhal (mustahil).
Namun, masalahnya riba dengan sistem perbankan adalah sesuatu yang dulu-dulunya memang beda. Kalau dulu orang miskin utang untuk makan. Tapi, kalau sekarang yang utang itu harus orang kaya. Syarat awalnya harus dengan sertifikat atau jaminan. Itu pun hanya 30% dari nilai agunan.
Berikut Tausiyah Gus Baha disiarkan Cahnnel Youtube Jajan Hits:
(rhs)