Azarmidukht, Si Cantik dengan Kapak di Tangan Kanan dan Pedang di Tangan Kirinya
Rabu, 10 November 2021 - 05:15 WIB
Azarmidukht adalah Ratu Persia yang rupawan. Sayang, sang ratu membuang rasa cinta terhadap pria. “Pernikahan bagi seorang ratu tidak diperkenankan," ujarnya menjawab keinginan Panglima Militer Tertinggi Persia yang bermaksud menikahinya.
Azarmidukht binti Kisra II bin Hurmuz IV bin Kisra I berkuasa pada tahun 630-631 M. Al-Tabari dalam kitabnya berjudul Tarikh al-Rusul wa al-Muluk menggambarkan sosoknya sebagai salah satu wanita tercantik di Persia.
Di sisi lain, sumber-sumber sejarah Islam lainnya juga melukiskan Ratu Persia ini sebagai wanita yang cerdas dan sangat menarik.
Di dalam buku bergambar Sasaniyah dia dilukiskan sedang duduk, mengenakan gaun bersulam merah dan celana panjang bertabur biru langit (mowassah), memegang kapak perang di tangan kanannya, dan bersandar pada pedang yang dipegang di tangan kirinya.
Secara etimologis namanya dapat diartikan sebagai “putri dari yang terhormat, yang dijunjung” (mengacu kepada Kisra II), atau bisa juga menjadi “gadis yang terhormat”, secara penerjemahan dari bahasa Persia, kedua arti itu memungkinkan.
Dia juga dianggap berjasa karena telah mendirikan kuil api di Abkaz dan kastil di Asadabad. Selain itu, dia diberi gelar “Sang Adil”, persis dengan gelar yang pernah disematkan kepada Raja Anushirwan (Kisra I), kakek buyutnya.
Kekuasaan dan Cinta
Al-Tabari menyebutkan ketika dia naik takhta menjadi penguasa tertinggi Dinasti Sasaniyah dia berkata, “Cara kami berperilaku akan seperti ayah kami, Kisra Sang Agung, dan jika ada yang memberontak melawan kami, kami akan menumpahkan darahnya.”
Telah diriwayatkan, bahwa negarawan besar Persia yang luar biasa pada saat itu adalah Farrukh Hurmuz, Isbahbadh (bahasa Persia, artinya adalah Panglima Militer Tertinggi) yang berasal dari Khurasan.
Farrukh Hurmuz mencoba mengejar dua peruntungan dengan sekali tepuk, yaitu kekuasaan dan cinta, dengan cara menikahi Ratu baru tersebut. Dia menulis surat untuk Azarmidukht, “Hari ini aku adalah pahlawan bangsa dan pilar Kekaisaran Persia. Menikahlah denganku!”
Azarmidukht membalas suratnya, “Pernikahan bagi seorang ratu tidak diperkenankan. Aku sangat menyadari bahwa niatmu dalam lamaranmu adalah untuk memenuhi kebutuhan (seksual)mu sendiri dan nafsu birahi kepada diriku, jadi datanglah kepadaku pada malam (ini dan itu yang telah ditentukan).”
Agha Ibrahim Akram dalam buku berjudul The Muslim Conquest of Persia mengisahkan begitu gembira dengan undangan dari Ratu tercantik kesukaannya, dengan berbunga-bunga Farrukh Hurmuz melakukan perjalanan ke Ctesiphon.
Pada malam yang telah ditentukan dia datang dengan tenang ke istana, sama sekali tidak menyadari bahwa dia bukan akan bertemu dengan cintanya, namun dengan kematian.
Azarmidukht memerintahkan komandan pengawalnya untuk mengintai dan menunggunya pada malam itu dan kemudian membunuhnya. Dan atas perintah Azarmidukht, dia kemudian menyeret mayat Farrukh Hurmuz dengan menarik kakinya lalu membuangnya ke ruang terbuka di depan istana pemerintahan.
Keesokan paginya, orang-orang menemukan Farrukh Hurmuz yang telah terbunuh, dan Azarmidukht memberi perintah agar jenazahnya dibawa pergi dan dihilangkan dari pandangan. Publik pun menyadari, bahwa orang sepenting Farrukh Hurmuz dapat dibunuh hanya jika ada alasan yang begitu kuat.
Balas Dendam
Berita tentang kematian dan bagaimana jasadnya diperlakukan segera tersebar di ibukota, dan tidak lama kemudian sampai kepada telinga Rustam di Khurasan, putra Farrukh Hurmuz. Sebelum berangkat, Farrukh Hurmuz menugaskan Rustam untuk menjadi gubernur di Khurasan dan sekaligus memimpin pertempuran melawan orang-orang Turki dan Hun.
Rustam adalah seorang jenderal yang termashyur, veteran dari banyak peperangan. Dia bersumpah akan membalas dendam kepada sang Ratu atas pembunuhan ayahnya. Dia berbaris dengan pasukannya yang besar menuju Ctesiphon.
Baca Juga
Azarmidukht binti Kisra II bin Hurmuz IV bin Kisra I berkuasa pada tahun 630-631 M. Al-Tabari dalam kitabnya berjudul Tarikh al-Rusul wa al-Muluk menggambarkan sosoknya sebagai salah satu wanita tercantik di Persia.
Di sisi lain, sumber-sumber sejarah Islam lainnya juga melukiskan Ratu Persia ini sebagai wanita yang cerdas dan sangat menarik.
Di dalam buku bergambar Sasaniyah dia dilukiskan sedang duduk, mengenakan gaun bersulam merah dan celana panjang bertabur biru langit (mowassah), memegang kapak perang di tangan kanannya, dan bersandar pada pedang yang dipegang di tangan kirinya.
Secara etimologis namanya dapat diartikan sebagai “putri dari yang terhormat, yang dijunjung” (mengacu kepada Kisra II), atau bisa juga menjadi “gadis yang terhormat”, secara penerjemahan dari bahasa Persia, kedua arti itu memungkinkan.
Dia juga dianggap berjasa karena telah mendirikan kuil api di Abkaz dan kastil di Asadabad. Selain itu, dia diberi gelar “Sang Adil”, persis dengan gelar yang pernah disematkan kepada Raja Anushirwan (Kisra I), kakek buyutnya.
Kekuasaan dan Cinta
Al-Tabari menyebutkan ketika dia naik takhta menjadi penguasa tertinggi Dinasti Sasaniyah dia berkata, “Cara kami berperilaku akan seperti ayah kami, Kisra Sang Agung, dan jika ada yang memberontak melawan kami, kami akan menumpahkan darahnya.”
Telah diriwayatkan, bahwa negarawan besar Persia yang luar biasa pada saat itu adalah Farrukh Hurmuz, Isbahbadh (bahasa Persia, artinya adalah Panglima Militer Tertinggi) yang berasal dari Khurasan.
Farrukh Hurmuz mencoba mengejar dua peruntungan dengan sekali tepuk, yaitu kekuasaan dan cinta, dengan cara menikahi Ratu baru tersebut. Dia menulis surat untuk Azarmidukht, “Hari ini aku adalah pahlawan bangsa dan pilar Kekaisaran Persia. Menikahlah denganku!”
Azarmidukht membalas suratnya, “Pernikahan bagi seorang ratu tidak diperkenankan. Aku sangat menyadari bahwa niatmu dalam lamaranmu adalah untuk memenuhi kebutuhan (seksual)mu sendiri dan nafsu birahi kepada diriku, jadi datanglah kepadaku pada malam (ini dan itu yang telah ditentukan).”
Agha Ibrahim Akram dalam buku berjudul The Muslim Conquest of Persia mengisahkan begitu gembira dengan undangan dari Ratu tercantik kesukaannya, dengan berbunga-bunga Farrukh Hurmuz melakukan perjalanan ke Ctesiphon.
Pada malam yang telah ditentukan dia datang dengan tenang ke istana, sama sekali tidak menyadari bahwa dia bukan akan bertemu dengan cintanya, namun dengan kematian.
Azarmidukht memerintahkan komandan pengawalnya untuk mengintai dan menunggunya pada malam itu dan kemudian membunuhnya. Dan atas perintah Azarmidukht, dia kemudian menyeret mayat Farrukh Hurmuz dengan menarik kakinya lalu membuangnya ke ruang terbuka di depan istana pemerintahan.
Keesokan paginya, orang-orang menemukan Farrukh Hurmuz yang telah terbunuh, dan Azarmidukht memberi perintah agar jenazahnya dibawa pergi dan dihilangkan dari pandangan. Publik pun menyadari, bahwa orang sepenting Farrukh Hurmuz dapat dibunuh hanya jika ada alasan yang begitu kuat.
Balas Dendam
Berita tentang kematian dan bagaimana jasadnya diperlakukan segera tersebar di ibukota, dan tidak lama kemudian sampai kepada telinga Rustam di Khurasan, putra Farrukh Hurmuz. Sebelum berangkat, Farrukh Hurmuz menugaskan Rustam untuk menjadi gubernur di Khurasan dan sekaligus memimpin pertempuran melawan orang-orang Turki dan Hun.
Rustam adalah seorang jenderal yang termashyur, veteran dari banyak peperangan. Dia bersumpah akan membalas dendam kepada sang Ratu atas pembunuhan ayahnya. Dia berbaris dengan pasukannya yang besar menuju Ctesiphon.