Surat Thaha 85-98: Kisah Pengkhianatan Samiri dan Kemarahan Nabi Musa
Senin, 15 November 2021 - 15:53 WIB
Al-Qur'an bahkan mengisahkannya sebagai seorang penghasut kesesatan bagi teman-temannya, umat Nabi Musa, sehingga ia disebut sebagai pengkhianat.
Para mufassir pun mulai menyingkap identitas Samiri hingga beberapa riwayat israiliyyat juga ikut meramaikannya.
Mengenai penafsiran ayat Al-Quran yang menyebutkan lafadz “samiry”, Quraish Shihab menjelaskan kata tersebut diambil dari lafadz “samirah”.
Kata “samirah” tersebut adalah nama dari salah satu suku Bani Israil, sehingga Samiri merujuk pada salah seorang dari suku Samirah.
Disebutkan juga oleh Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya al-Tahwir wa al-Tanwir bahwa suku tersebut bermukim di Palestina. Kemudian mereka berbaur dengan Bani Israil lalu mengikuti ajaran Nabi Musa meskipun dengan beberapa cara yang berbeda dengan Bani Israil.
Al-Qurthubi menyatakan tiga pendapat mengenai Samiri ini.
Pertama, ia merujuk riwayat Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa dulunya Samiri berasal dari suatu kaum yang menyembah anak sapi.
Kemudian ia datang ke Mesir dan masuk agama Bani Israil meskipun dalam batinnya mereka masih senang menyembah anak sapi.
Pendapat kedua mengatakan bahwa Samiri berasal dari suku Qibti, ia tetangga Nabi Musa, lalu beriman kepadanya dan ikut bersama Nabi Musa lari dari kejaran Fir’aun.
Pendapat ketiga menyebutkan bahwa Samiri adalah seorang pemuda Bani Israil yang berasal dari kabilah Samirah, yaitu penduduk Karman yang tinggal di Syam.
Terlepas dari perbedaan asal mengenai Samiri, Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar menyimpulkan inti bahwa Samiri merupakan orang yang mengakui dirinya sebagai pengikut Nabi Musa secara lahir saja.
Dalam hatinya Samiri bermaksud melakukan tipu daya terhadap pengikut Nabi Musa yang lemah imannya untuk diajak menyembah selain Allah, yaitu anak sapi.
Para mufassir pun mulai menyingkap identitas Samiri hingga beberapa riwayat israiliyyat juga ikut meramaikannya.
Mengenai penafsiran ayat Al-Quran yang menyebutkan lafadz “samiry”, Quraish Shihab menjelaskan kata tersebut diambil dari lafadz “samirah”.
Kata “samirah” tersebut adalah nama dari salah satu suku Bani Israil, sehingga Samiri merujuk pada salah seorang dari suku Samirah.
Disebutkan juga oleh Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya al-Tahwir wa al-Tanwir bahwa suku tersebut bermukim di Palestina. Kemudian mereka berbaur dengan Bani Israil lalu mengikuti ajaran Nabi Musa meskipun dengan beberapa cara yang berbeda dengan Bani Israil.
Al-Qurthubi menyatakan tiga pendapat mengenai Samiri ini.
Pertama, ia merujuk riwayat Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa dulunya Samiri berasal dari suatu kaum yang menyembah anak sapi.
Kemudian ia datang ke Mesir dan masuk agama Bani Israil meskipun dalam batinnya mereka masih senang menyembah anak sapi.
Pendapat kedua mengatakan bahwa Samiri berasal dari suku Qibti, ia tetangga Nabi Musa, lalu beriman kepadanya dan ikut bersama Nabi Musa lari dari kejaran Fir’aun.
Pendapat ketiga menyebutkan bahwa Samiri adalah seorang pemuda Bani Israil yang berasal dari kabilah Samirah, yaitu penduduk Karman yang tinggal di Syam.
Terlepas dari perbedaan asal mengenai Samiri, Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar menyimpulkan inti bahwa Samiri merupakan orang yang mengakui dirinya sebagai pengikut Nabi Musa secara lahir saja.
Dalam hatinya Samiri bermaksud melakukan tipu daya terhadap pengikut Nabi Musa yang lemah imannya untuk diajak menyembah selain Allah, yaitu anak sapi.
(mhy)