Tahlilan Hari ke-3, 7, 40, 100: Benarkah Tradisi dari Hindu-Budha?
Kamis, 18 November 2021 - 05:07 WIB
Tahlilan pada hari-hari tertentu seperti Hari ke-3, 7, 40, 100 atau peringatan haul satu tahun untuk mendoakan orang yang telah meninggal sudah menjadi tradisi di kalangan muslim di Tanah Air. Benarkah tradisi ini berasal dari Hindu atau Budha?
Mari kita simak penjelasan Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai Lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia) ketika menanggapi pertanyaan salah satu jamaahnya. Ada yang berpendapat bahwa tradisi-tahlilan itu berasal dari Agama Hindu-Budha sebelum Islam masuk di Indonesia. Apakah hukum tahlilan tersebut?
"Tidak benar, sebagian orang memang ada yang mengira itu merupakan kebiasaan Hindu. Apalagi ada orang yang mengaku-ngaku mantan Hindu, dia mengaku bernama Abdul Aziz, menyebut acara selamatan tersebut adalah ajaran Hindu, ini ada di YouTube dan juga broadcast di WA," kata Ustaz Farid Nu'man.
Dai yang sering mengisi kajian di Depok ini menegaskan, walau tidak setuju acara-acara seperti itu, tapi tetap menjaga akhlakul karimah, yaitu tidak memfitnah saudara sendiri. Mereka memiliki hujjah dan rujukan kitab para ulama sejak masa lalu.
Sekali lagi, terlepas kita tidak setuju dengan ini, tetap dahulukan sisi ilmiahnya. Kemudian, tradisi sedekahan selama 7 hari atau bahkan 40 hari, sebagian ulama berhujjah dari riwayat berikut:
Dari Ubaid bin 'Umair dia berkata:
يُفْتَنُ رَجُلَانِ مُؤْمِنٌ وَمُنَافِقٌ، فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُ سَبْعًا، وَأَمَّا الْمُنَافِقُ فَيُفْتَنُ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا
"Dua orang mendapatkan fitnah kubur, mu'min dan munafik. Untuk mu'min mereka mendapatkan fitnah selama tujuh hari, sedangkan munafik selama 40 hari." (Ibnu Juraij dalam Mushannaf-nya)
Inilah sebabnya mereka menganjurkan bersedekah selama itu, sampai hari ke 7 dan 40. Seperti yang disebutkan dalam riwayat berikut, Berkata Abu Nu'aim:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ، ثنا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، ثنا أَبِي، ثنا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، ثنا الْأَشْجَعِيُّ، عَنْ سُفْيَانَ، قَالَ: قَالَ طَاوُسٌ: «إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ سَبْعًا، فَكَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ الْأَيَّامِ»
Berkata kepada kami Abu Bakr bin Malik, berkata kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Hambal, berkata ayahku (Ahmad bin Hambal), berkata kepada kami Hasyim bin Al Qasim, berkata kepada kami Al Asyja’i, dari Sufyan, dia berkata: Berkata Thawus: "Sesungguhnya mayit akan mendapat ujian di kuburnya selama tujuh hari, maka mereka (para sahabat) suka memberikan makanan pada hari-hari itu." (Imam Abu Nu’aim, Hilyatul Auliya, 4/11) Imam As Suyuthi mengatakan: isnadnya SHAHIH, dan hukumnya sebagai riwayat marfu’. (Ad Dibaj 'Alash Shahih Muslim, 2/490) Imam As Suyuthi juga menjelaskan dalam kitabnya yang lain: "Rijal (perawi) hadits ini shahih, Thawus adalah senior Tabi'in. Menurut Abu Nu'aim, Thawus adalah generasi pertama bagi penduduk Yaman.
Abu Nu'aim pernah meriwayatkan bahwa Thawus berkata: "Aku pernah berjumpa dengan 500 para sahabat Rasulullah. Sementara yang lain meriwayatkan bahwa Thawus mengatakan: "ku pernah berjumpa dengan 700 syaikh dari generasi sahabat Rasulullah. "Ada pun Sufyan adalah Ats Tsauri, pernah berjumpa dengan Thawus. (Al Hawi Lil Fatawi, 2/216)
Imam As-Suyuthi rahimahullah mengatakan ini merupakan kebiasaan sejak masa Sahabat Nabi.
أَنَّ سُنَّةَ الْإِطْعَامِ سَبْعَةُ أَيَّامٍ، بَلَغَنِي أَنَّهَا مُسْتَمِرَّةٌ إِلَى الْآنَ بِمَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ، فَالظَّاهِرُ أَنَّهَا لَمْ تُتْرَكْ مِنْ عَهْدِ الصَّحَابَةِ إِلَى الْآنَ، وَأَنَّهُمْ أَخَذُوهَا خَلَفًا عَنْ سَلَفٍ إِلَى الصَّدْرِ الْأَوَّلِ
"Bahwasanya disunnahkan memberikan makanan selama tujuh hari (di rumah mayit), telah sampai kepadaku bahwa hal itu terus berlangsung sampai saat ini di Makkah dan Madinah. Kenyataannya hal itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa para sahabat Nabi sampai saat ini (zaman Imam As Suyuthi). Dan sesungguhnya generasi khalaf telah mengambil dari generasi salaf sampai generasi awal Islam. (Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Al Hawi Lil Fatawi, Juz. 2 Hlm. 234)
Imam As-Suyuthi juga berkata:
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓﻨﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨
Berkata Umar: "Sedekah setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan sedekah dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan sedekah tujuh hari akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari." (Al Hawi lil Fatawi, Juz 2, Hal. 198)
Inilah yang dijadikan landasan. Bisa jadi riwayat ini dianggap Dhaif oleh yang tidak setuju. Maka, berarti ini kembali ke masalah perselisihan para ulama dalam menilai sebuah riwayat, dan implikasi hukumnya. Ini hal yang biasa.
"Ambil yang kita yakini, tapi jangan sebut yang tidak-tidak kepada saudara kita yang punya pendirian lain. Menyebut sebagai ajaran Hindu adalah berlebihan. Cukuplah katakan, 'masalah ini diperselisihkan ulama tapi kami ikut pendapat yang tidak dan kami tetap mencintai saudara kami yang meyakininya' ketimbang menyebut saudara kita telah menjalankan kebiasaan Hindu," terang Ustaz Farid.
Wallahu A'lam
Ustaz Farid Nu'man Hasan
Mari kita simak penjelasan Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai Lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia) ketika menanggapi pertanyaan salah satu jamaahnya. Ada yang berpendapat bahwa tradisi-tahlilan itu berasal dari Agama Hindu-Budha sebelum Islam masuk di Indonesia. Apakah hukum tahlilan tersebut?
"Tidak benar, sebagian orang memang ada yang mengira itu merupakan kebiasaan Hindu. Apalagi ada orang yang mengaku-ngaku mantan Hindu, dia mengaku bernama Abdul Aziz, menyebut acara selamatan tersebut adalah ajaran Hindu, ini ada di YouTube dan juga broadcast di WA," kata Ustaz Farid Nu'man.
Dai yang sering mengisi kajian di Depok ini menegaskan, walau tidak setuju acara-acara seperti itu, tapi tetap menjaga akhlakul karimah, yaitu tidak memfitnah saudara sendiri. Mereka memiliki hujjah dan rujukan kitab para ulama sejak masa lalu.
Sekali lagi, terlepas kita tidak setuju dengan ini, tetap dahulukan sisi ilmiahnya. Kemudian, tradisi sedekahan selama 7 hari atau bahkan 40 hari, sebagian ulama berhujjah dari riwayat berikut:
Dari Ubaid bin 'Umair dia berkata:
يُفْتَنُ رَجُلَانِ مُؤْمِنٌ وَمُنَافِقٌ، فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُ سَبْعًا، وَأَمَّا الْمُنَافِقُ فَيُفْتَنُ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا
"Dua orang mendapatkan fitnah kubur, mu'min dan munafik. Untuk mu'min mereka mendapatkan fitnah selama tujuh hari, sedangkan munafik selama 40 hari." (Ibnu Juraij dalam Mushannaf-nya)
Inilah sebabnya mereka menganjurkan bersedekah selama itu, sampai hari ke 7 dan 40. Seperti yang disebutkan dalam riwayat berikut, Berkata Abu Nu'aim:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ، ثنا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، ثنا أَبِي، ثنا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، ثنا الْأَشْجَعِيُّ، عَنْ سُفْيَانَ، قَالَ: قَالَ طَاوُسٌ: «إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ سَبْعًا، فَكَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ الْأَيَّامِ»
Berkata kepada kami Abu Bakr bin Malik, berkata kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Hambal, berkata ayahku (Ahmad bin Hambal), berkata kepada kami Hasyim bin Al Qasim, berkata kepada kami Al Asyja’i, dari Sufyan, dia berkata: Berkata Thawus: "Sesungguhnya mayit akan mendapat ujian di kuburnya selama tujuh hari, maka mereka (para sahabat) suka memberikan makanan pada hari-hari itu." (Imam Abu Nu’aim, Hilyatul Auliya, 4/11) Imam As Suyuthi mengatakan: isnadnya SHAHIH, dan hukumnya sebagai riwayat marfu’. (Ad Dibaj 'Alash Shahih Muslim, 2/490) Imam As Suyuthi juga menjelaskan dalam kitabnya yang lain: "Rijal (perawi) hadits ini shahih, Thawus adalah senior Tabi'in. Menurut Abu Nu'aim, Thawus adalah generasi pertama bagi penduduk Yaman.
Abu Nu'aim pernah meriwayatkan bahwa Thawus berkata: "Aku pernah berjumpa dengan 500 para sahabat Rasulullah. Sementara yang lain meriwayatkan bahwa Thawus mengatakan: "ku pernah berjumpa dengan 700 syaikh dari generasi sahabat Rasulullah. "Ada pun Sufyan adalah Ats Tsauri, pernah berjumpa dengan Thawus. (Al Hawi Lil Fatawi, 2/216)
Imam As-Suyuthi rahimahullah mengatakan ini merupakan kebiasaan sejak masa Sahabat Nabi.
أَنَّ سُنَّةَ الْإِطْعَامِ سَبْعَةُ أَيَّامٍ، بَلَغَنِي أَنَّهَا مُسْتَمِرَّةٌ إِلَى الْآنَ بِمَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ، فَالظَّاهِرُ أَنَّهَا لَمْ تُتْرَكْ مِنْ عَهْدِ الصَّحَابَةِ إِلَى الْآنَ، وَأَنَّهُمْ أَخَذُوهَا خَلَفًا عَنْ سَلَفٍ إِلَى الصَّدْرِ الْأَوَّلِ
"Bahwasanya disunnahkan memberikan makanan selama tujuh hari (di rumah mayit), telah sampai kepadaku bahwa hal itu terus berlangsung sampai saat ini di Makkah dan Madinah. Kenyataannya hal itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa para sahabat Nabi sampai saat ini (zaman Imam As Suyuthi). Dan sesungguhnya generasi khalaf telah mengambil dari generasi salaf sampai generasi awal Islam. (Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Al Hawi Lil Fatawi, Juz. 2 Hlm. 234)
Imam As-Suyuthi juga berkata:
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓﻨﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨
Berkata Umar: "Sedekah setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan sedekah dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan sedekah tujuh hari akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari." (Al Hawi lil Fatawi, Juz 2, Hal. 198)
Inilah yang dijadikan landasan. Bisa jadi riwayat ini dianggap Dhaif oleh yang tidak setuju. Maka, berarti ini kembali ke masalah perselisihan para ulama dalam menilai sebuah riwayat, dan implikasi hukumnya. Ini hal yang biasa.
"Ambil yang kita yakini, tapi jangan sebut yang tidak-tidak kepada saudara kita yang punya pendirian lain. Menyebut sebagai ajaran Hindu adalah berlebihan. Cukuplah katakan, 'masalah ini diperselisihkan ulama tapi kami ikut pendapat yang tidak dan kami tetap mencintai saudara kami yang meyakininya' ketimbang menyebut saudara kita telah menjalankan kebiasaan Hindu," terang Ustaz Farid.
Wallahu A'lam
Ustaz Farid Nu'man Hasan
(rhs)