Inilah 4 Kemuliaan Perempuan Menurut Fase Kehidupannya
Sabtu, 20 November 2021 - 05:10 WIB
لاَ تُنْكَحُ اْلأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ
“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah (dimintai pendapatnya), dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan hingga diminta izinnya.” Para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimanakah izinnya seorang gadis?” “Izinnya adalah dengan ia diam”, jawab Rasulullah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra)
‘Aisyah radhiyallahu'anha berkata:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ الْبِكْرَ تَسْتَحِي. قاَلَ: رِضَاهَا صَمْتُهَا
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya seorang gadis itu malu (untuk menjawab bila dimintai izinnya dalam masalah pernikahan).” Beliau menjelaskan, “Tanda ridhanya gadis itu (untuk dinikahkan) adalah diamnya.” (HR. Al-Bukhari)
Khansa` bintu Khidam Al-Anshariyyah ra mengabarkan, ayahnya menikahkannya dengan seorang lelaki ketika ia menjanda. Namun ia menolak pernikahan tersebut. Ia adukan perkaranya kepada Nabi SAW, hingga akhirnya beliau membatalkan pernikahannya. (HR. Al-Bukhari)
Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiq menceritakan, salah seorang putri Ja’far merasa khawatir walinya akan menikahkannya secara paksa. Maka ia mengutus orang untuk mengadukan hal tersebut kepada dua syaikh dari kalangan Anshar, ‘Abdurrahman dan Majma’, keduanya adalah putra Yazid bin Jariyah. Keduanya berkata, “Janganlah kalian khawatir, karena ketika Khansa` bintu Khidam dinikahkan ayahnya dalam keadaan ia tidak suka, Nabi SAW menolak pernikahan tersebut.” (HR. Al-Bukhari)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan: “Tidak boleh seorang pun menikahkan seorang perempuan kecuali terlebih dahulu meminta izinnya sebagaimana hal ini diperintahkan oleh Nabi SAW. Apabila si perempuan tidak suka, maka ia tidak boleh dipaksa untuk menikah. Dikecualikan dalam hal ini, bila si perempuan masih kecil, karena boleh bagi ayahnya menikahkan gadis kecilnya tanpa meminta izinnya. Adapun perempuan yang telah berstatus janda dan sudah baligh maka tidak boleh menikahkannya tanpa izinnya, sama saja baik yang menikahkannya itu ayahnya atau yang lainnya. Demikian menurut kesepakatan kaum muslimin.”
Kemudian Ibnu Taimiyyah melanjutkan: “Ulama berbeda pendapat tentang izin gadis yang akan dinikahkan, apakah izinnya itu wajib hukumnya atau mustahab (sunnah). Yang benar dalam hal ini adalah izin tersebut wajib. Dan wajib bagi wali si wanita untuk bertakwa kepada Allah l dalam memilih lelaki yang akan ia nikahkan dengan si wanita, dan hendaknya si wali melihat apakah calon suami si wanita tersebut sekufu atau tidak. Karena pernikahan itu untuk kemaslahatan si wanita, bukan untuk kemaslahatan pribadi si wali.” (Majmu’ Fatawa)
Islam menetapkan kepada seorang lelaki yang ingin menikahi seorang perempuan agar memberikan mahar pernikahan kepada si wanita. Dan mahar itu nantinya adalah hak si wanita, tidak boleh diambil sedikitpun kecuali dengan keridhaannya.
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah mahar kepada para wanita (yang kalian nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian dengan senang hati sebagian dari mahar tersebut, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS An-Nisa`: 4)
3. Sebagai seorang ibu
Islam memuliakan perempuan semasa kecilnya, ketika remajanya dan saat ia menjadi seorang ibu. Allah Ta'ala mewajibkan seorang anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, ayah dan ibu.
Allah Ta'ala titahkan hal ini dalam Tanzil-Nya setelah mewajibkan ibadah hanya kepada-Nya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا. وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Rabbmu telah menetapkan agar janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada-Nya dan hendaklah kalian berbuat baik terhadap kedua orangtua. Apabila salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya menginjak usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan jangan membentak keduanya namun ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang, ucapkanlah doa, “Wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memelihara dan mendidikku sewaktu kecil.” (QS Al-Isra`: 23-24)
Allah juga berfirman:
وَوَصَّيْنَا اْلإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاَثُونَ شَهْرًا