Ketika Istri Menolak Ajakan Hubungan Intim Suami
Minggu, 21 November 2021 - 14:54 WIB
Hubungan suami istri seharusnya menjadi hal indah bagi tiap pasangan. Hanya saja, tak jarang hubungan intim menjadi beban bagi istri. Ini, antara lain, karena munculnya paksaan dalam hubungan intim.
Agama Islam dengan nyata tidak mengabaikan segi-segi dari kehidupan manusia dan kehidupan berkeluarga, yang telah diterangkan tentang perintah dan larangannya. Semua telah tercantum dalam ajaran-ajaran Islam, misalnya mengenai akhlak, tabiat, suluk, dan sebagainya. Tidak ada satu hal pun yang diabaikan (dilalaikan).
Ada hadits Rasulullah SAW yang dipahami orang sebagai keseharusan perempuan untuk melayani keinginan seksual suaminya dalam kondisi apa pun atau istri tidak boleh menolak. Penolakan istri dalam hal ini dipandang sebagai nusyuz atau kedurhakaan dan itu akan dilaknat para malaikat sampai pagi.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda “Jika laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur, kemudian dia (istri) menolaknya, dan suami karena itu menjadi marah, maka dia (istri) akan dilaknat (dikutuk) oleh para malaikat sampai pagi,” (HR Bukhari 4697).
Dalam hadits lain juga disebutkan, “Jika suami mengajak istrinya ke tempat tidur, maka hendaklah ia memenuhinya, walaupun sedang di dapur,” (HR Tirmidzi 1160).
Dalam buku Fiqh Perempuan karya KH Husein Muhammad, disebutkan kedua hadis tersebut tidak dapat dipahami secara sederhana dan apa adanya. Beberapa pensyarah hadis memberikan penjelasan, kewajiban istri memenuhi keinginan seksual suaminya ditujukan terhadap istri yang memang tidak mempunyai alasan apa pun untuk menolaknya.
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul Fatawa Qardhawi, Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah menjelaskan berdasarkan tabiat dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya wanita itu bersikap pemalu dan dapat menahan diri.
Itu sebabnya Nabi SAW menganjurkan supaya si istri jangan sampai menolak kehendak suaminya tanpa alasan, yang dapat menimbulkan kemarahan atau menyebabkannya menyimpang ke jalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan tegang.
Al-Qardhawi menjelaskan keadaan yang demikian itu jika dilakukan tanpa uzur dan alasan yang masuk akal, misalnya sakit, letih, berhalangan, atau hal-hal yang layak.
"Bagi suami, supaya menjaga hal itu, menerima alasan tersebut, dan sadar bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi hamba-hambaNya Yang Maha Pemberi Rezeki dan Hidayat, dengan menerima uzur hambaNya. Dan hendaknya hambaNya juga menerima uzur tersebut," jelasnya.
Cendekiawan Islam, Wahbah Al-Zuhaili mengatakan keharusan istri melayani keinginan suami itu dapat dibenarkan, kecuali dalam keadaan sedang mengerjakan kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan. Penolakan istri juga dapat dibenarkan apabila dia merasa akan dizalimi oleh suaminya.
Jika hal itu terjadi, seharusnya istri berani mengungkapkan keberatannya dan suami juga semestinya mendengarkan dan mempertimbangkannya. Persoalan ini juga berlaku terhadap suami yang menolak ajakan istrinya.
Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 228 disebutkan:
"Wa lahunna mislullażī 'alaihinna bil-ma'rụfi."
“…Dan, mereka (perempuan/istri) berhak mendapatkan perlakuan baik seperti kewajibannya (memperlakukan suaminya)…”
Al-Qardhawi mengingatkan masalah hubungan antara suami-istri itu pengaruhnya amat besar bagi kehidupan mereka, maka hendaknya memperhatikan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan dan kerusakan terhadap kelangsungan hubungan suami-istri. "Kesalahan yang bertumpuk dapat mengakibatkan kehancuran bagi kehidupan keluarganya," katanya.
Agama Islam dengan nyata tidak mengabaikan segi-segi dari kehidupan manusia dan kehidupan berkeluarga, yang telah diterangkan tentang perintah dan larangannya. Semua telah tercantum dalam ajaran-ajaran Islam, misalnya mengenai akhlak, tabiat, suluk, dan sebagainya. Tidak ada satu hal pun yang diabaikan (dilalaikan).
Ada hadits Rasulullah SAW yang dipahami orang sebagai keseharusan perempuan untuk melayani keinginan seksual suaminya dalam kondisi apa pun atau istri tidak boleh menolak. Penolakan istri dalam hal ini dipandang sebagai nusyuz atau kedurhakaan dan itu akan dilaknat para malaikat sampai pagi.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda “Jika laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur, kemudian dia (istri) menolaknya, dan suami karena itu menjadi marah, maka dia (istri) akan dilaknat (dikutuk) oleh para malaikat sampai pagi,” (HR Bukhari 4697).
Dalam hadits lain juga disebutkan, “Jika suami mengajak istrinya ke tempat tidur, maka hendaklah ia memenuhinya, walaupun sedang di dapur,” (HR Tirmidzi 1160).
Dalam buku Fiqh Perempuan karya KH Husein Muhammad, disebutkan kedua hadis tersebut tidak dapat dipahami secara sederhana dan apa adanya. Beberapa pensyarah hadis memberikan penjelasan, kewajiban istri memenuhi keinginan seksual suaminya ditujukan terhadap istri yang memang tidak mempunyai alasan apa pun untuk menolaknya.
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul Fatawa Qardhawi, Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah menjelaskan berdasarkan tabiat dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya wanita itu bersikap pemalu dan dapat menahan diri.
Itu sebabnya Nabi SAW menganjurkan supaya si istri jangan sampai menolak kehendak suaminya tanpa alasan, yang dapat menimbulkan kemarahan atau menyebabkannya menyimpang ke jalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan tegang.
Al-Qardhawi menjelaskan keadaan yang demikian itu jika dilakukan tanpa uzur dan alasan yang masuk akal, misalnya sakit, letih, berhalangan, atau hal-hal yang layak.
"Bagi suami, supaya menjaga hal itu, menerima alasan tersebut, dan sadar bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi hamba-hambaNya Yang Maha Pemberi Rezeki dan Hidayat, dengan menerima uzur hambaNya. Dan hendaknya hambaNya juga menerima uzur tersebut," jelasnya.
Cendekiawan Islam, Wahbah Al-Zuhaili mengatakan keharusan istri melayani keinginan suami itu dapat dibenarkan, kecuali dalam keadaan sedang mengerjakan kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan. Penolakan istri juga dapat dibenarkan apabila dia merasa akan dizalimi oleh suaminya.
Jika hal itu terjadi, seharusnya istri berani mengungkapkan keberatannya dan suami juga semestinya mendengarkan dan mempertimbangkannya. Persoalan ini juga berlaku terhadap suami yang menolak ajakan istrinya.
Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 228 disebutkan:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ
"Wa lahunna mislullażī 'alaihinna bil-ma'rụfi."
“…Dan, mereka (perempuan/istri) berhak mendapatkan perlakuan baik seperti kewajibannya (memperlakukan suaminya)…”
Al-Qardhawi mengingatkan masalah hubungan antara suami-istri itu pengaruhnya amat besar bagi kehidupan mereka, maka hendaknya memperhatikan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan dan kerusakan terhadap kelangsungan hubungan suami-istri. "Kesalahan yang bertumpuk dapat mengakibatkan kehancuran bagi kehidupan keluarganya," katanya.
(mhy)