Kisah Sufi Hatim al-Tha'i dan Raja yang Ingin Menjadi Dermawan
Sabtu, 27 November 2021 - 13:38 WIB
Raja itu muncul setiap hari dari jendela yang berbeda dan memberikan satu keping emas kepada tiap orang.
Kemudian, raja menyadari bahwa ada seorang darwis yang setiap hari datang, meminta sekeping emas dan pergi. Mulanya raja berpikir, "Barangkali ia mengambil emas untuk diberikan kepada seorang yang membutuhkan."
Lalu, ketika dilihatnya darwis itu lagi, ia membatin, "Barangkali ia sedang melaksanakan amal tersembunyi sebagai prinsip para darwis, dan membawakan emas untuk orang lain."
Dan setiap hari ketika dilihatnya Darwis itu, ia menepis prasangka buruknya. Tetapi pada hari keempat puluh, habislah kesabarannya.
Raja menangkap tangan darwis itu, lalu berkata, "Dasar orang celaka yang tak tahu pamrih, tak sekalipun kau bilang terima kasih atau penghargaan kepadaku. Kau tidak senyum, tidak pula membungkuk, tetapi kembali kemari setiap hari. Akan berapa lama seperti ini? Apa kau mengambil pemberianku untuk memperkaya dirimu, atau kau pinjamkan emas itu dengan riba? Kelakuanmu sungguh tercela, tak seharusnya dilakukan oleh mereka yang mengenakan jubah tambal sulam terhormat para Darwis."
Segera sesudah makian tersebut keluar dari mulut raja, sang darwis membuang keempat puluh keping emas yang telah diterimanya.
Katanya kepada raja itu, "Ketahuilah, wahai Raja Iran, bahwa kedermawanan tidak mungkin ada tanpa tiga hal. Pertama, memberi tanpa perasaan ingin menjadi dermawan; kedua, kesabaran; ketiga, tidak menaruh prasangka."
Tetapi, raja itu tak pernah memahami. Baginya, kedermawanan ditentukan oleh pikiran orang lain tentang dirinya, dan oleh perasaannya tentang menjadi 'dermawan'.
Idries Shah mengomentari kisah ini mengatakan, keinginan menyamai tanpa adanya sifat-sifat dasar untuk menopangnya akan berakhir sia-sia. Kedermawanan tak bisa dilatih kecuali bila kebajikan lainnya telah dikembangkan.
Beberapa orang tidak mampu belajar bahkan dari ajaran-ajaran yang dibukakan, inilah yang digambarkan dalam kisah ini oleh darwis pertama dan kedua.
Kisah ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia antara lain oleh Ahmad Bahar dalam bukunya berjudul "Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi".
Kemudian, raja menyadari bahwa ada seorang darwis yang setiap hari datang, meminta sekeping emas dan pergi. Mulanya raja berpikir, "Barangkali ia mengambil emas untuk diberikan kepada seorang yang membutuhkan."
Lalu, ketika dilihatnya darwis itu lagi, ia membatin, "Barangkali ia sedang melaksanakan amal tersembunyi sebagai prinsip para darwis, dan membawakan emas untuk orang lain."
Dan setiap hari ketika dilihatnya Darwis itu, ia menepis prasangka buruknya. Tetapi pada hari keempat puluh, habislah kesabarannya.
Raja menangkap tangan darwis itu, lalu berkata, "Dasar orang celaka yang tak tahu pamrih, tak sekalipun kau bilang terima kasih atau penghargaan kepadaku. Kau tidak senyum, tidak pula membungkuk, tetapi kembali kemari setiap hari. Akan berapa lama seperti ini? Apa kau mengambil pemberianku untuk memperkaya dirimu, atau kau pinjamkan emas itu dengan riba? Kelakuanmu sungguh tercela, tak seharusnya dilakukan oleh mereka yang mengenakan jubah tambal sulam terhormat para Darwis."
Segera sesudah makian tersebut keluar dari mulut raja, sang darwis membuang keempat puluh keping emas yang telah diterimanya.
Katanya kepada raja itu, "Ketahuilah, wahai Raja Iran, bahwa kedermawanan tidak mungkin ada tanpa tiga hal. Pertama, memberi tanpa perasaan ingin menjadi dermawan; kedua, kesabaran; ketiga, tidak menaruh prasangka."
Tetapi, raja itu tak pernah memahami. Baginya, kedermawanan ditentukan oleh pikiran orang lain tentang dirinya, dan oleh perasaannya tentang menjadi 'dermawan'.
Idries Shah mengomentari kisah ini mengatakan, keinginan menyamai tanpa adanya sifat-sifat dasar untuk menopangnya akan berakhir sia-sia. Kedermawanan tak bisa dilatih kecuali bila kebajikan lainnya telah dikembangkan.
Beberapa orang tidak mampu belajar bahkan dari ajaran-ajaran yang dibukakan, inilah yang digambarkan dalam kisah ini oleh darwis pertama dan kedua.
Kisah ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia antara lain oleh Ahmad Bahar dalam bukunya berjudul "Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi".
(mhy)
Lihat Juga :