Kisah Cinta Mengharukan Atikah dan Abdullah Putra Abu Bakar
Senin, 08 Juni 2020 - 18:16 WIB
Abu Bakar meminta Abdullah menceraikan Atikah dalam waktu tiga hari sejak perintah itu dikeluarkan. Sang Ayah berasumsi hanya dengan cara itu kehidupan Abdullah bisa normal kembali. Perintah itu tak bisa ditawar. Sebagai anak yang patuh, Abdullah menuruti titah ayahanda.
Tapi Abdullah gundah gulana. Atikah telah menguasai hatinya. Setiap guratan kegundahannya itu dituangkan dalam untaian syair.
Mereka berkata: ceraikan ia dan tutuplah posisinya
Menetap dengan harapan jiwa terhadap mimpi orang yang tidur
Sesungguhnya berpisah dari keluarga yang telah kucintai mereka
Begitu besarnya dariku adalah sebuah hal yang berat
Sang ayah mengetahui apa yang sedang terjadi, namun ia tak peduli. Abu Bakar tak peduli bahwa cinta sang putera telah berkarat. Ia tak peduli apakah perpisahan adalah kemustahilan yang harus terjadi. Tak peduli apakah tidur tak lagi nyaman oleh usikan cinta dan kerinduan. Karena cinta telah egois dan angkuh.
Abdullah resmi menceraikan Atikah. Tetapi hati Abdullah sudah terpatri dalam bilik cinta Atikah. Tak bisa bergeser apalagi keluar. Abu Bakar suatu hari mendengar Abdullah larut dalam syair kesedihan. Lagi-lagi, segalanya tentang Atikah.
Setiap kata Abdullah mencoba mengundang simpati ayahnya. Begitu dalamnya cinta itu. Ketika dipisahkan Abu Bakar berharap bisa terlepas dari cinta angkuh itu. Tetapi setelah dipisahkan justru cinta Atikah telah berubah menjadi penjara dan belenggu yang membuatnya tak mampu berbuat apapun.
Lapangnya hati Abdullah tiba-tiba sempit. Dan hanya mampu melafalkan Atikah. Atikah terlalu sempurna di mata Abdullah. Akhirnya Abu Bakar mengizinkan anaknya untuk kembali ke istrinya.
Kisah lainnya menyebutkan, ketika Nabi mengetahui masalah itu, dia membatalkan perceraian tersebut, dan dua orang kekasih itu dipertemukan kembali. Setelah itu, Abdullah sangat khusus menjaga agar cintanya kepada Atikah tidak menghalangi tugasnya kepada Islam.
Abdullah kembali menumpahkan bahagianya dalam untaian indah,
Duhai Atikah, sungguh ia telah aku ceraikan
Kini aku telah kembali atas perintah yang hadir
Tapi Abdullah gundah gulana. Atikah telah menguasai hatinya. Setiap guratan kegundahannya itu dituangkan dalam untaian syair.
Mereka berkata: ceraikan ia dan tutuplah posisinya
Menetap dengan harapan jiwa terhadap mimpi orang yang tidur
Sesungguhnya berpisah dari keluarga yang telah kucintai mereka
Begitu besarnya dariku adalah sebuah hal yang berat
Sang ayah mengetahui apa yang sedang terjadi, namun ia tak peduli. Abu Bakar tak peduli bahwa cinta sang putera telah berkarat. Ia tak peduli apakah perpisahan adalah kemustahilan yang harus terjadi. Tak peduli apakah tidur tak lagi nyaman oleh usikan cinta dan kerinduan. Karena cinta telah egois dan angkuh.
Abdullah resmi menceraikan Atikah. Tetapi hati Abdullah sudah terpatri dalam bilik cinta Atikah. Tak bisa bergeser apalagi keluar. Abu Bakar suatu hari mendengar Abdullah larut dalam syair kesedihan. Lagi-lagi, segalanya tentang Atikah.
Setiap kata Abdullah mencoba mengundang simpati ayahnya. Begitu dalamnya cinta itu. Ketika dipisahkan Abu Bakar berharap bisa terlepas dari cinta angkuh itu. Tetapi setelah dipisahkan justru cinta Atikah telah berubah menjadi penjara dan belenggu yang membuatnya tak mampu berbuat apapun.
Lapangnya hati Abdullah tiba-tiba sempit. Dan hanya mampu melafalkan Atikah. Atikah terlalu sempurna di mata Abdullah. Akhirnya Abu Bakar mengizinkan anaknya untuk kembali ke istrinya.
Kisah lainnya menyebutkan, ketika Nabi mengetahui masalah itu, dia membatalkan perceraian tersebut, dan dua orang kekasih itu dipertemukan kembali. Setelah itu, Abdullah sangat khusus menjaga agar cintanya kepada Atikah tidak menghalangi tugasnya kepada Islam.
Abdullah kembali menumpahkan bahagianya dalam untaian indah,
Duhai Atikah, sungguh ia telah aku ceraikan
Kini aku telah kembali atas perintah yang hadir