Praktik Jual Beli Organ Tubuh Kian Marak, Begini Menurut Hukum Islam
Kamis, 13 Januari 2022 - 14:19 WIB
Meskipun membolehkan jual-beli organ tubuh, sebagian madzhab Syafi’i tetap tidak bisa menerima jual-beli ginjal. Pasalnya produk dijual hanya satu dari dua bagian ginjal. Sedangkan transaksi jual-beli separuh produk yang dapat mengurangi nilai barang itu sendiri, tidak sah.
Sebagian madhzab Syafi’i juga mengharamkan secara mutlak jual-beli organ tubuh manusia bahkan rambut sekali pun.
Rais Syuriyah PBNU periode 1994-1999 KHM Syafi’i Hadzami mengutip Asnal Mathalib karya Syekh Abu Zakariya Al-Anshori mengatakan: “Dan ada pun pada masalah kedua (menyambung rambut dengan rambut anak Adam itu haram), karena bahwasanya haram memanfaatkan rambut anak Adam dan segala suku-suku anak Adam karena mulianya.”
Donor Boleh
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam kumpulan fatwanya juga berpendapat hampir sama. Meski jawaban yang diberikan khusus donor mata, namun bisa diqiyaskan dengan donor organ tubuh secara umum. Soal donor organ tubuh diperbolehkan asalkan pendonor melakukan dengan niat kemanusiaan. Tidak boleh karena motivasi komersil. Sehingga harus ikhlas karena Allah.
Si penerima donor pun harus dipastikan bahwa setelah mengalami penyembuhan benar-benar berkecenderungan untuk menyempurnyakan pengabdiannya kepada Allah SWT.
Bagi pendonor yang memiliki ahli waris izin ahli waris sangat diperlukan. Setidaknya tidak ada ahli waris yang merasa keberatan. Kecuali si pendonor berwasiat semasa hidup akan mendonorkan organ tubuhnya di hadapan ahli waris, maka donor jenis ini tidak masalah.
Hal ini juga sejalan dengan fatwa MUI tentang donor kornea mata. Seseorang yang semasa hidupnya berwasita akan menghidupkan kornea matanya sesudah wafat dengan diketahui ahli waris, wasiat itu dapat dilaksanakan.
Hal yang sama juga dikatakan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-Fatwa Kotemporer". Menurut dia, praktik jual beli organ tubuh tidak dapat dibenarkan secara agama. Yang diperbolehkan hanya donor organ tubuh dengan niat membantu bukan komersil. Selain itu juga harus memenuhi beberapa persyaratan agar donor organ tubuh bisa dilaksanakan.
"Perlu saya ingatkan di sini bahwa pendapat yang memperbolehkan donor organ tubuh itu tidak berarti memperbolehkan memperjualbelikannya. Karena jual beli itu--sebagaimana dita'rifkan fuqaha-- adalah tukar-menukar harta secara suka rela, sedangkan tubuh manusia itu bukan harta yang dapat dipertukarkan dan ditawar-menawarkan sehingga organ tubuh manusia menjadi objek perdagangan dan jual beli," ujarnya.
Al-Qardhawi memaparkan banyak peristiwa terjadi di beberapa daerah miskin, di sana terdapat pasar yang mirip dengan pasar budak. Di situ diperjualbelikan organ tubuh orang-orang miskin dan orang-orang lemah --untuk konsumsi orang-orang kaya-- yang tidak lepas dari campur tangan "mafia baru" yang bersaing dengan mafia dalam masalah minum-minuman keras, ganja, morfin, dan sebagainya.
Tetapi, apabila orang yang memanfaatkan organ itu memberi sejumlah uang kepada donor --tanpa persyaratan dan tidak ditentukan sebelumnya, semata-mata hibah, hadiah, dan pertolongan-- maka yang demikian itu hukumnya jaiz (boleh), bahkan terpuji dan termasuk akhlak yang mulia.
Sebagian madhzab Syafi’i juga mengharamkan secara mutlak jual-beli organ tubuh manusia bahkan rambut sekali pun.
Rais Syuriyah PBNU periode 1994-1999 KHM Syafi’i Hadzami mengutip Asnal Mathalib karya Syekh Abu Zakariya Al-Anshori mengatakan: “Dan ada pun pada masalah kedua (menyambung rambut dengan rambut anak Adam itu haram), karena bahwasanya haram memanfaatkan rambut anak Adam dan segala suku-suku anak Adam karena mulianya.”
Donor Boleh
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam kumpulan fatwanya juga berpendapat hampir sama. Meski jawaban yang diberikan khusus donor mata, namun bisa diqiyaskan dengan donor organ tubuh secara umum. Soal donor organ tubuh diperbolehkan asalkan pendonor melakukan dengan niat kemanusiaan. Tidak boleh karena motivasi komersil. Sehingga harus ikhlas karena Allah.
Si penerima donor pun harus dipastikan bahwa setelah mengalami penyembuhan benar-benar berkecenderungan untuk menyempurnyakan pengabdiannya kepada Allah SWT.
Bagi pendonor yang memiliki ahli waris izin ahli waris sangat diperlukan. Setidaknya tidak ada ahli waris yang merasa keberatan. Kecuali si pendonor berwasiat semasa hidup akan mendonorkan organ tubuhnya di hadapan ahli waris, maka donor jenis ini tidak masalah.
Hal ini juga sejalan dengan fatwa MUI tentang donor kornea mata. Seseorang yang semasa hidupnya berwasita akan menghidupkan kornea matanya sesudah wafat dengan diketahui ahli waris, wasiat itu dapat dilaksanakan.
Hal yang sama juga dikatakan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-Fatwa Kotemporer". Menurut dia, praktik jual beli organ tubuh tidak dapat dibenarkan secara agama. Yang diperbolehkan hanya donor organ tubuh dengan niat membantu bukan komersil. Selain itu juga harus memenuhi beberapa persyaratan agar donor organ tubuh bisa dilaksanakan.
"Perlu saya ingatkan di sini bahwa pendapat yang memperbolehkan donor organ tubuh itu tidak berarti memperbolehkan memperjualbelikannya. Karena jual beli itu--sebagaimana dita'rifkan fuqaha-- adalah tukar-menukar harta secara suka rela, sedangkan tubuh manusia itu bukan harta yang dapat dipertukarkan dan ditawar-menawarkan sehingga organ tubuh manusia menjadi objek perdagangan dan jual beli," ujarnya.
Al-Qardhawi memaparkan banyak peristiwa terjadi di beberapa daerah miskin, di sana terdapat pasar yang mirip dengan pasar budak. Di situ diperjualbelikan organ tubuh orang-orang miskin dan orang-orang lemah --untuk konsumsi orang-orang kaya-- yang tidak lepas dari campur tangan "mafia baru" yang bersaing dengan mafia dalam masalah minum-minuman keras, ganja, morfin, dan sebagainya.
Tetapi, apabila orang yang memanfaatkan organ itu memberi sejumlah uang kepada donor --tanpa persyaratan dan tidak ditentukan sebelumnya, semata-mata hibah, hadiah, dan pertolongan-- maka yang demikian itu hukumnya jaiz (boleh), bahkan terpuji dan termasuk akhlak yang mulia.
(mhy)