Interfaith dan Islamophobia: Memahami Dialog Antaragama (Bagian 3)

Minggu, 06 Februari 2022 - 00:12 WIB
Ternyata hal itu mendapat sambutan dari Interfaith center. Tentu mereka memang ingin melihat keterlibatan Umat Islam dalam kegiatan ini. Karena selama ini hampir di semua kegiatan interfaith Komunitas Muslim masih jarang yang terlibat. Mungkin karena Komunitas Muslim sendiri yang merasa tidak perlu. Atau memang pihak lain belum melihat urgensinya bagi Komunitas Muslim dilibatkan.

9/11 Pintu Interfaith di US

Seperti disebutkan terdahulu, peristiwa 9/11 merubah tatanan kegiatan interfaith. Sejak itu Komunitas Muslim, saya pribadi, sangat dilibatkan dalam berbagai kegiatan interfaith. Ragam kegiatan interfaith kemudian dilakukan, termasuk yang saya pribadi terlibat di dalamnya secara langsung.

Dua hari setelah peristiwa 9/11 saya diminta oleh Timur Yuskaev dari IC (Interfaith Center of NY) untuk mewakili komunitas Muslim dalam sebuah konferensi pers pimpinan agama-agama New York (Religious leaders response to terror attack). Di sanalah saya mulai kenalan dengan beberapa Pastor Kristen, Pendeta Katolik, dan Rabi Yahudi.

Tapi pertemuan dan perkenalan dengan mereka itu terasa sangat intimidating (menekan) batin saya. Karena saat itu saya hadir di saat warga Amerika melihat agama saya (Islam) ini sebagai sumber kejahatan. Seolah saya saat itu mewakili sebuah peristiwa kejahatan kemanusiaan (human crime) yang baru saja menimpa negeri adi daya itu.

Dua hari setelah itu saya kembali diundang menjadi salah satu "accompanying team" dari kalangan tokoh-tokoh agama untuk mendampingi Presiden Bush berkunjung ke Ground Zero. Di sanalah saya semakin intens dan bersemangat membangun rasa percaya diri (self confidence) untuk membangun komunikasi dan relasi dengan pimpinan agama-agama di Kota New York.

Lalu beberapa hari kemudian kantor walikota New York (City Hall) mengadakan acara besar di Yankee Stadium. Acara itu disebut "National Prayer for America" (doa Nasional untuk Amerika). Saya kembali diundang untuk mewakili komunitas Muslim untuk membaca doa. Tapi akhirnya saya memutuskan untuk membaca Al-Quran.

Acara itulah yang semakin memberikan saya pribadi, yang saat itu baru 4 tahunan di US, eksposur yang luas. Saya banyak dikenal oleh tokoh-tokoh Kristen, Katolik, dan juga Yahudi. Dan sejak itu berbagai undangan untuk saya hadir dalam acara Interfaith baik di kota New York, Washington DC, dan kota-kota lain di US.

Kesempatan menjadi Imam di Islamic Center New York di kemudian hari semakin membuka pintu kesempatan itu. Saya bahkan menjadikan Interfaith sebagai salah satu Program unggulan Islamic Center saat itu. Walaupun Program ini di belakang hari mendapat resistensi yang cukup kuat dari Komunitas Muslim, khususnya mereka yang berasal dari Timur Tengah.

Acara demi acara di bulan-bulan setelah 9/11 itu semakin membuka mata saya bahwa ternyata dialog antar agama (interfaith) menjadi salah satu kunci yang efektif dalam menjalankan amanah dakwah di negeri apa man Sam.

Diundang ke Gedung Putih

Pada bulan-bulan selanjutnya pasca 9/11 itu saya dan Imam E. Pasha dari Harlem mewakili Komunitas Muslim New York menjadi bagian dari delegasi tokoh-tokoh agama Amerika yang diundang oleh Presiden Bush ke White House.

Agenda terpenting ketika itu adalah harapan Bush untuk mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh agama untuk menyerang Irak. Walaupun pada akhirnya mayoritas tokoh-tokoh agama menentang serangan militer ke Irak. Alasan terutama tokoh-tokoh agama saat itu karena minimnya bukti keterlibatan Saddam Husain dalam konspirasi serangan 9/11.

Belakangan Bush merubah justifikasi serangan militernya ke Irak dengan tuduhan senjata Kimia (chemical weapon). Alasan inipun sesungguhnya mendapat resistensi dari sebagian besar tokoh-tokoh agama Amerika.

Di masa pemerintahan GW Bush Jr saya mendapat tiga kali kesempatan untuk bertemu dengan Presiden di Gedung Putih. Selain yang disebutkan di atas kami juga pernah diundang bersama 15 tokoh agama Amerika bertemu Presiden Bush untuk lebih proaktif mendukung Agenda Sustainable Development dan Millennium Goals.

Pada saat yang sama ragam kerja-kerja Interfaith pada tataran lokal dengan semua pihak berlanjut dan semakin menjamur. Dari yang bersifat akademik di Universitas, PBB, hingga ke kerjasama sosial antar Komunitas seperti mengadakan "soup kitchen" untuk homeless di kota New York. Sebuah kolaborasi antara Islamic Center, Jewish Theological Seminary dan Presbytarian Church di Uptown New York.

Lalu, bagaimana Interfaith dalam konteks dunia Global? Apakah Interfaith ini sebuah kegiatan lokal karena tuntutan kebutuhan di sebuah tempat? Atau memang telah menjadi kebutuhan dunia Global kita?

(Bersambung)..!

New York, 4 Februari 2022

Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَّاَنَّا مِنَّا الصّٰلِحُوۡنَ وَمِنَّا دُوۡنَ ذٰلِكَ‌ؕ كُنَّا طَرَآٮِٕقَ قِدَدًا
Dan sesungguhnya di antara kami (jin) ada yang shalih dan ada (pula) kebalikannya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.

(QS. Al-Jinn Ayat 11)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More