An-Nadhr: Belajar Sejarah ke Irak Demi Taklukkan Nabi

Senin, 15 Juni 2020 - 14:57 WIB
حَتّٰٓى اِذَا بَلَغَ مَغۡرِبَ الشَّمۡسِ وَجَدَهَا تَغۡرُبُ فِىۡ عَيۡنٍ حَمِئَةٍ وَّوَجَدَ عِنۡدَهَا قَوۡمًا ؕ ‌قُلۡنَا يٰذَا الۡقَرۡنَيۡنِ اِمَّاۤ اَنۡ تُعَذِّبَ وَاِمَّاۤ اَنۡ تَتَّخِذَ فِيۡهِمۡ حُسۡنًا

86. Hingga ketika dia telah sampai di tempat matahari terbenam, dia melihatnya (matahari) terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan di sana ditemukannya suatu kaum (tidak beragama). Kami berfirman, “Wahai Zulkarnain! Engkau boleh menghukum atau berbuat kebaikan (mengajak beriman) kepada mereka.”

قَالَ اَمَّا مَنۡ ظَلَمَ فَسَوۡفَ نُعَذِّبُهٗ ثُمَّ يُرَدُّ اِلٰى رَبِّهٖ فَيُعَذِّبُهٗ عَذَابًا نُّكۡرًا‏

87. Dia (Zulkarnain) berkata, “Barangsiapa berbuat zhalim, kami akan menghukumnya, lalu dia akan dikembalikan kepada Tuhannya, kemudian Tuhan mengazabnya dengan azab yang sangat keras.

وَاَمَّا مَنۡ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًـا فَلَهٗ جَزَآءَ ۨالۡحُسۡنٰى‌ ۚ وَسَنَقُوۡلُ لَهٗ مِنۡ اَمۡرِنَا يُسۡرًا

88. Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah-mudah.”

ثُمَّ اَتۡبَعَ سَبَبًا

89. Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain).

حَتّٰٓى اِذَابَلَغَ مَطۡلِعَ الشَّمۡسِ وَجَدَهَا تَطۡلُعُ عَلٰى قَوۡمٍ لَّمۡ نَجۡعَلْ لَّهُمۡ مِّنۡ دُوۡنِهَا سِتۡرًا ۙ‏

90. Hingga ketika dia sampai di tempat terbit matahari (sebelah timur) didapatinya (matahari) bersinar di atas suatu kaum yang tidak Kami buatkan suatu pelindung bagi mereka dari (cahaya matahari) itu,

كَذٰلِكَؕ وَقَدۡ اَحَطۡنَا بِمَا لَدَيۡهِ خُبۡرًا

91. demikianlah, dan sesungguhnya Kami mengetahui segala sesuatu yang ada padanya (Zulkarnain).

ثُمَّ اَتۡبَعَ سَبَبًا‏

92. Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).

حَتّٰٓى اِذَا بَلَغَ بَيۡنَ السَّدَّيۡنِ وَجَدَ مِنۡ دُوۡنِهِمَا قَوۡمًا ۙ لَّا يَكَادُوۡنَ يَفۡقَهُوۡنَ قَوۡلًا

93. Hingga ketika dia sampai di antara dua gunung, didapatinya di belakang (kedua gunung itu) suatu kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan.

قَالُوۡا يٰذَا الۡقَرۡنَيۡنِ اِنَّ يَاۡجُوۡجَ وَمَاۡجُوۡجَ مُفۡسِدُوۡنَ فِى الۡاَرۡضِ فَهَلۡ نَجۡعَلُ لَكَ خَرۡجًا عَلٰٓى اَنۡ تَجۡعَلَ بَيۡنَـنَا وَبَيۡنَهُمۡ سَدًّا‏

94. Mereka berkata, “Wahai Zulkarnain! Sungguh, Yakjuj dan Makjuj itu (makhluk yang) berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?”

قَالَ مَا مَكَّنِّىۡ فِيۡهِ رَبِّىۡ خَيۡرٌ فَاَعِيۡنُوۡنِىۡ بِقُوَّةٍ اَجۡعَلۡ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُمۡ رَدۡمًا

95. Dia (Zulkarnain) berkata, “Apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan, agar aku dapat membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka.

اٰتُوۡنِىۡ زُبَرَ الۡحَدِيۡدِ‌ ؕ حَتّٰٓى اِذَا سَاوٰى بَيۡنَ الصَّدَفَيۡنِ قَالَ انْـفُخُوۡا‌ ؕ حَتّٰٓى اِذَا جَعَلَهٗ نَارًا ۙ قَالَ اٰتُوۡنِىۡۤ اُفۡرِغۡ عَلَيۡهِ قِطۡرًا ؕ‏

96. Berilah aku potongan-potongan besi!” Hingga ketika (potongan) besi itu telah (terpasang) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Zulkarnain) berkata, “Tiuplah (api itu)!” Ketika (besi) itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu).”

فَمَا اسۡطَاعُوۡۤا اَنۡ يَّظۡهَرُوۡهُ وَمَا اسۡتَطَاعُوۡا لَهٗ نَـقۡبًا

97. Maka mereka (Yakjuj dan Makjuj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya.

قَالَ هٰذَا رَحۡمَةٌ مِّنۡ رَّبِّىۡ‌ ۚ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ رَبِّىۡ جَعَلَهٗ دَكَّآءَ‌ ۚ وَكَانَ وَعۡدُ رَبِّىۡ حَقًّا ؕ‏

98. Dia (Zulkarnain) berkata, “(Dinding) ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila janji Tuhanku sudah datang, Dia akan menghancurluluhkannya; dan janji Tuhanku itu benar.”

وَتَرَكۡنَا بَعۡضَهُمۡ يَوۡمَٮِٕذٍ يَّمُوۡجُ فِىۡ بَعۡضٍ‌ وَّنُفِخَ فِى الصُّوۡرِ فَجَمَعۡنٰهُمۡ جَمۡعًا

99. Dan pada hari itu Kami biarkan mereka (Yakjuj dan Makjuj) berbaur antara satu dengan yang lain, dan (apa-bila) sangkakala ditiup (lagi), akan Kami kumpulkan mereka semuanya.

وَّعَرَضۡنَا جَهَـنَّمَ يَوۡمَٮِٕذٍ لِّـلۡكٰفِرِيۡنَ عَرۡضَا ۙ‏

100. Dan Kami perlihatkan (neraka) Jahanam dengan jelas pada hari itu kepada orang kafir,

اۨلَّذِيۡنَ كَانَتۡ اَعۡيُنُهُمۡ فِىۡ غِطَآءٍ عَنۡ ذِكۡرِىۡ وَكَانُوۡا لَا يَسۡتَطِيۡعُوۡنَ سَمۡعًا

101. (yaitu) orang yang mata (hati)nya dalam keadaan tertutup (tidak mampu) dari memperhatikan tanda-tanda (kebesaran)-Ku, dan mereka tidak sanggup mendengar.

“Adapun soal hakikat Ruh, itu urusan Allah ta’ala. Sementara manusia tidaklah diberi pengetahuan, melainkan hanya sedikit”, jawab Nabi untuk pertanyaan ketiga. Kemudian, tanpa mendetailkan, dibacakanlah Surah Al-Isra’ ayat 85.

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Lagi-lagi strategi dan upaya Nadhr untuk mempermalukan Nabi gagal total. Bahkan, malah makin banyak orang bersimpati pada dakwah Rasulullah.

Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat

Belajar ke Irak

Setelah kegagalannya menjatuhkan pamor Nabi dengan menyuguhkan pertanyaan titipan para Yahudi , An-Nadhr bin Harits tetap berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk melawan Al-Qur‘an adalah dengan menyuguhkan cerita dan legenda-legenda. Sebab menurutnya, apa yang dibicarakan oleh Rasulullah (yakni Al-Qur'an) tidaklah lebih daripada cerita dan legenda belaka. Sehingga harus dilawan dengan yang semisal (apple to apple).

Lihatlah, cerita kehancuran kaum terdahulu akibat menolak dakwah para Nabi yang seharusnya menjadi i'tibar, berubah menjadi hanya sekadar karya sastra kuno di telinga An-Nadhr.

Hal ini telah mendorong An-Nadhr untuk berangkat ke Kota Al-Hirah. Sebuah kota kuno yang dahulu menjadi kota terbesar di Irak yang terletak sebelah barat Sungai Eufrat.



Hirah terletak di perbatasan antara gurun Arab dengan wilayah kekuasaan Imperium Persia. Kota Hirah adalah ibukota Kerajaan Hirah yang didiami oleh suku-suku Arab nomaden (Baduwi) seperti Bani Lakhm, Bani Tamim, Bani Tanukh, dan Bani Ghassan.

Bani Lakhm adalah pemegang kekuasaan politik di Kerajaan Hirah. Agama resminya adalah Kristen Nestorian. Tak lama sejak didirikan pada Abad IV masehi, Kerajaan Hirah telah menjadi kerajaan bawahan Imperium Sassanid Persia.

Kerajaan Hirah dimanfaatkan oleh Persia sebagai proxy (boneka) melawan Byzantium (Romawi Timur) yang juga menggunakan Kerajaan Arab Suriah sebagai proxy-nya. Saat ini Kota Hirah tinggal reruntuhannya saja. Terletak sekitar 7 Km dari Kota Najaf, Provinsi Najaf, Irak.

Pada saat An-Nadhr datang ke Hirah, kekuasaan Bani Lakhm atas Hirah telah dipreteli oleh Persia. Beberapa tahun sebelumnya, yakni tahun 602 M, raja arab terakhir Hirah An-Nu'man bin Munzhir digulingkan secara paksa oleh Kisra II. Kisra inilah yang kelak sepuluh tahun lagi akan merobek-robek surat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. ( )

Sebagai sebuah kota yang menjadi arena perkawinan budaya Arab dan Persia, Hirah merupakan tujuan yang cocok bagi An-Nadhr untuk mempelajari budaya Persia. Terutama untuk mempelajarai legenda-legenda asal Persia.



Bagi masyarakat Arab saat itu, Persia adalah sebuah imperium yang luar biasa mengagumkan jika dibandingkan dengan kehidupan kolot mereka di pedalaman gurun pasir. Maka bagi orang Arab, legenda raja-raja Persia adalah cerita yang sangat menakjubkan.

Inilah yang membuat An-Nadhr datang ke Hirah dan mempelajari legenda-legenda Sassanid. Menurut Ibnu Ishaq, An-Nadhr pergi ke Hirah untuk mempelajari legenda raja-raja Persia seperti Rustum dan Asfandayar.



Sepulangnya dari Al-Hirah, An-Nadr melancarkan aksinya mengganggu dakwah Rasulullah. Setiap kali Rasulullah membuat sebuah majelis untuk menyampaikan dakwahnya, An-Nadhr ikut-ikutan membuat sebuah majlis tak jauh dari majelis Rasulullah dengan tujuan agar masyarakat tidak tertarik kepada majelis Rasulullah.

Ia selalu berseru; Demi Allah Muhammad tidak lebih baik pembicaraannya daripada aku." Ia mulai menceritakan legenda raja-raja Persia kepada audiensnya. Setelah selesai bercerita ia akan berkata: "Dengan apa Muhammad bisa menjadi lebih baik pembicaraannya daripada aku?"



Minta Diazab

Upaya-upaya An-Nadhr terus mengalami kegagalan. Ia merasa malu dan marah. Itu sebabnya makin dahsyat pula kedengkian serta kekufurannya terhadap Nabi Muhammad. Lantas An-Nadhr mengumpulkan orang lebih banyak dan lebih besar lagi. Tentu, diundang pula Nabi Muhammad pada acaranya itu.

Boleh jadi ini adalah puncak penentangan dan kebencian Nadhr bin Harits terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan risalah yang diemban. Ia berani menantang Allah subhanahu wa ta‘ala demi memuaskan hasratnya menjatuhkan Nabi di depan penduduk Makkah.

Bahwa jika memang benar Muhammad adalah utusan Allah subhanahu wa ta‘ala, dia meminta Allah untuk menurunkan azab sebab dia mengingkari kerasulan Muhammad SAW.



Baca juga
: Umar bin Khattab: Si Kidal Penggembala Unta dengan Ayah yang Pemarah

Dia meminta Allah untuk menurunkan hujan batu saat itu juga. An-Nadhr bin Harits ingin mempengaruhi logika berpikir masyarakat Makkah, kalau tidak ada sesuatu yang terjadi pada dirinya yang menolak beriman pada Rasulullah, maka tentu masyarakat seharusnya menganggap bahwa apa yang disampaikan Nabi Muhammad adalah dusta. Tantangan ini diabadikan di dalam Al-Qur‘an sekaligus menjadi asbabun nuzul turunnya ayat berikut ini:

وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَٰذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih". (QS. Al-Anfal : 32)

( )

Tantangan tersebut pun dijawab Allah, bahwa Allah tidak akan mengazab masyarakat ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam masih bersama mereka dan Allah tidak mungkin mengazab mereka selagi mereka mau memohon ampun dan beristighfar kepada Allah subhanahu wa ta‘ala.

Peristiwa ini pun menjadi sebab turunnya ayat berikut, Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al Anfal : 33).

Allah ta’ala tak langsung menurunkan azab kepadanya. Allah membuatkan untuknya sebuah “skenario”. Ia dihinakan dan bertingkah memalukan terus-menerus. Hingga akhirnya, skenario Allah ta’ala akan Perang Badar menjadi kuburan bagi musuh-musuh Rasulullah, termasuk di dalamnya terbunuhnya An-Nadhr. (Baca juga: Membakar Masjid Kaum Munafik, Matinya Abdullah Bin Ubay )

Halaman :
Follow
cover top ayah
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهٗ‌ ‌ۚ قَالَ رَبِّ هَبۡ لِىۡ مِنۡ لَّدُنۡكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً‌ ‌ ۚ اِنَّكَ سَمِيۡعُ الدُّعَآءِ
Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.

(QS. Ali 'Imran Ayat 38)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More