Dinasti Safawiyah, Bermula dari Gerakan Tarekat Menjadi Kerajaan

Selasa, 08 Maret 2022 - 16:12 WIB
Pada saat Ismail I berkuasa selama kurang lebih 23 tahun (1501-1524 M) ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, ia juga dapat menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Aq-qayunlu di Hamadan 1503 M, menguasai provinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd pada tahun 1504 M, Diyar Bakr 1505-1507, Baghdad dan daerah barat daya Persia pada tahun 1508 M, Sirwan 1509 M dan Khurasan pada tahun 1510 M. Ismail I hanya memerlukan waktu selama sepuluh tahun untuk menguasai seluruh Persia.

Ambisi politik mendorong Ismail I adalah untuk memperluas daerah kekuasaannya ke Turki Utsmani, namun karena Turki Utsmani merupakan dinasti yang sangat kuat pada masa itu akhirnya Ismail I mengalami kekalahan.

Kekalahan itu meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya, kehidupannya menjadi berubah. Ismail I lebih suka berfoya-foya dan keadaan tersebut menimbulkan dampak negatif bagi Dinasti Safawiyah, yaitu timbulnya perebutan kekuasaan diantara pimpinan-pimpinan suku-suku Turki, pejabat-pejabat Persia, dan Qizilbash.

Sepeninggal Ismail I, kekuasaan Dinasti Safawiyah dilanjutkan oleh Tahmasp I (1524-1576 M), lalu setelah itu dilanjutkan oleh Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khubanda (1577-1587 M).

Pada pemerintahan ketiga sultan tersebut Dinasti Safawiyah mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut terus berlangsung sampai pada akhirnya Abbas I naik tahta.



Pada masa Abbas I, Dinasti Safawiyah perlahan-lahan mengalami kemajuan. Langkah-langkah yang ditempuh Abbas I dalam memajukan dinasti Safawiyah diantaranya berusaha menghilangkan dominasi Qizilbash atas Dinasti Safawiyah dengan cara membentuk pasukan-pasukan baru yang anggotanya terdiri dari budak-budak yang berasal dari tawanan-tawanan bangsa Georgia, Armania, dan Sircassia yang ada sejak pemerintahan Tahmasp I.

Abbas I juga mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani. Di samping itu, Abbas I berjanji untuk tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat-syarat tersebut, Abbas I menyerahkan saudara sepupunya yaitu Haidar Mirza sebagai sandera di Istanbul.

Setelah Dinasti Safawiyah menjadi kuat kembali, Abbas I mulai melakukan ekspansi dan merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang telah hilang. Abbas I juga melakukan penyerangan kepada Turki Utsmani.

Pada saat itu Turki Utsmani di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad II, Abbas I menyerang Turki Utsmani dan berhasil menaklukan wilayah Tabriz, Sirwan, dan Baghdad.

Setelah itu Abbas I juga berhasil menguasai kota Nakhchivan Erivan, Ganja dan Tiflish pada tahun 1605-1606 M. Pada tahun 1622 M, Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Abbas.

Pada pemerintahan Abbas I merupakan puncak kejayaan Dinasti Safawiyah. Secara politik Abbas I dapat mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang dulu pernah direbut dinasti lain pada pemerintahan sultan-sultan sebelumnya.



Sepeninggal Abbas I, pemerintahan diambil alih oleh Safi Mirza (1628-1642), ia merupakan cucu dari Abbas I. Pada masa pemerintahannya, ia dikenal sebagai sultan yang lemah dan kejam terhadap para pembesar-pembesar kerajaan.

Ia juga tidak mampu mempertahankan kemajuan-kemajuan yang berhasil dilakukan Abbas I. Selain itu, kota Kandahar berhasil dikuasai oleh Dinasti Mughal dipimpin oleh Sultan Syah Jihan. Begitu pula dengan Baghdad yang berhasil direbut oleh Turki Utsmani.

Setelah Safi Mirza, pemerintahan dipegang oleh Abbas II (1642-1667). Ia adalah sultan yang suka minum-minuman keras, suka menaruh curiga terhadap para pembesar dan memperlakukannya dengan kejam.

Rakyat pun tidak begitu peduli dengan pemerintahan Abbas II. Abbas II meninggal dikarenakan sakit. Selanjutnya dipimpin oleh Sulaiman (1667-1694), ia memiliki kebiasaan buruk seperti Abbas II yang juga seorang pemabuk. Banyak terjadi penindasan dan pemerasan. Terutama terhadap para ulama dan penganut paham Sunni serta cenderung memaksakan paham Syiah. Sehingga tidak ada perkembangan yang berarti pada masa pemerintahannya.

Keadaan semakin bertambah buruk pada masa pemerintahan Husein (1694-1722). Ia memberikan kebebasan kepada para ulama Syiah untuk memaksakan paham Syiah dan pendapatnya terhadap penganut Sunni.

Hal ini memicu kemarahan dari golongan Sunni di Afghanistan, sehingga mereka melakukan pemberontakan. Bangsa Afghan melakukan pemberontakkan pertama kali pada tahun 1709 dipimpin Mir Vays dan berhasil merebut wilayah Qandahar. Di sisi lain pemberontakan terjadi di Herat yang dilakukan oleh suku Ardabil Afghanistan dan berhasil menduduki Marsyad.

Mir Vays diganti oleh Mir Mahmud dan ia dapat mempersatukan pasukannya dan pasukan Ardabil. Sehingga ia mampu merebut kembali wilayah-wilayah Afghan dari kekuasaan Safawiyah.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:  Itu adalah shalatnya orang-orang munafik, itu adalah shalatnya orang-orang munafik, itu adalah shalatnya orang-orang munafik.  Salah seorang dari mereka duduk hingga sinar matahari telah menguning, tatkala itu ia sedang berada di antara dua tanduk setan atau pada dua tanduk setan.  Maka dia bengkit untuk shalat, dia shalat empat rakaat dengan sangat cepat (seperti burung mematuk makanan),  dia tidak mengingat Allah padanya kecuali sangat sedikit.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 350)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More