Dinasti Safawiyah, Bermula dari Gerakan Tarekat Menjadi Kerajaan
Selasa, 08 Maret 2022 - 16:12 WIB
Dinasti Safawiyah (1501-1722 M) merupakan kerajaan Islam yang cukup besar di Persia. Nama Safawiyah dinisbahkan kepada nama salah seorang guru Sufi di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan, bernama Syekh Ishak Safiuddin.
Pada puncak kejayaannya, wilayah Safawiyah meliputi Iran, Azerbaijan, Armenia, sebagian besar Irak, Georgia, Afganistan, Kaukasus, dan sebagian Pakistan, Turkmenistan dan Turki. Safawiyyah merupakan salah satu negeri Islam selain Utsmaniyah dan Mughal pada era itu.
Machfud Syaefudin dalam bukunya berjudul "Dinamika Peradaban Islam: Perspektif Historis" menyebut cikal bakal berdirinya Dinasti Safawiyah berawal dari gerakan tarekat yang diberi nama Safawiyah. Gerakan ini muncul di Persia, tepatnya di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Wilayah ini banyak ditinggali oleh suku Kurdi dan Armen.
Nama Safawiyah dinisbahkan kepada nama salah seorang guru Sufi di Ardabil bernama Syekh Ishak Safiuddin atau Shafi Ad-Din. Menurut riwayat, ia adalah keturunan dari Musa al-Khadim, imam ketujuh Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.
Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Gurunya bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dikarenakan prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Shafi Ad-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut.
Shafi Ad-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangatlah teguh memegang ajaran agama.
Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “Ahli Bid’ah”.
Tarekat yang dipimpin Shafi Ad-Din ini semakin penting terutama setelah mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia.
Di negeri-negeri di luar Ardabi, Shafi Ad-Din menempatkan seorang wakil untuk memimpin murid-muridnya. Wakil tersebut diberi gelar khalifah dan nantinya akan menjadi komandan perang.
Kemudian murid-murid tarekat mendukung tarekat Safawiyah untuk menghimpun kekuatan dengan menjadi tentara dan sangat fanatik kepada keyakinannya. Bahkan, mereka juga menentang orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.
Tarekat Safawiyah banyak diterima oleh masyarakat sehingga tarekat ini mengubah model gerakan spiritual keagamaan menjadi gerakan politik. Hal ini mulai tampak ketika gerakan tarekat dipimpin oleh Junaid 1447-1460 M.
Junaid memperluas kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini mendapatkan hambatan-hambatan. Salah satunya dari penguasa Qara Qayunlu dan Aq-Qayunlu yang merupakan dua suku terkuat Turki. Sehingga terjadi konflik antara Junaid dengan penguasa Turki.
Keterlibatan tarekat Safawiyah dalam perpolitikan yang semakin besar mengantarkan tarekat Safawiyah berhadapan dengan kekuatan besar yang berkuasa saat itu yaitu Turki Utsmani.
Pada saat Junaid memiliki konflik dengan Qara Qayunlu, ia mengalami kekalahan dan diasingkan ke suatu tempat.
Di tempat itu Junaid mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr yang juga bangsa Turki. Junaid tinggal di istana Uzun Hasan yang pada saat itu menguasai sebagian Persia.
Selama dalam pengasingan, Junaid tidak tinggal diam. Ia mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M, Junaid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Lalu pada tahun 1460 M Junaid mencoba merebut kota Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Junaid pun pada akhirnya terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Tampuk kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya diberikan kepada putera Junaid, Haidar, tetapi Haidar masih sangat muda pada waktu itu. Setelah menunggu beberapa tahun, Haidar sudah cukup dewasa dan mempersunting salah satu putri Uzun Hasan. Dari perkawinan tersebut lahirlah Ismail yang di kemudian hari menjadi pendiri dinasti Safawi di Persia.
Pada puncak kejayaannya, wilayah Safawiyah meliputi Iran, Azerbaijan, Armenia, sebagian besar Irak, Georgia, Afganistan, Kaukasus, dan sebagian Pakistan, Turkmenistan dan Turki. Safawiyyah merupakan salah satu negeri Islam selain Utsmaniyah dan Mughal pada era itu.
Machfud Syaefudin dalam bukunya berjudul "Dinamika Peradaban Islam: Perspektif Historis" menyebut cikal bakal berdirinya Dinasti Safawiyah berawal dari gerakan tarekat yang diberi nama Safawiyah. Gerakan ini muncul di Persia, tepatnya di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Wilayah ini banyak ditinggali oleh suku Kurdi dan Armen.
Nama Safawiyah dinisbahkan kepada nama salah seorang guru Sufi di Ardabil bernama Syekh Ishak Safiuddin atau Shafi Ad-Din. Menurut riwayat, ia adalah keturunan dari Musa al-Khadim, imam ketujuh Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.
Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Gurunya bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dikarenakan prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Shafi Ad-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut.
Shafi Ad-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangatlah teguh memegang ajaran agama.
Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “Ahli Bid’ah”.
Tarekat yang dipimpin Shafi Ad-Din ini semakin penting terutama setelah mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia.
Di negeri-negeri di luar Ardabi, Shafi Ad-Din menempatkan seorang wakil untuk memimpin murid-muridnya. Wakil tersebut diberi gelar khalifah dan nantinya akan menjadi komandan perang.
Kemudian murid-murid tarekat mendukung tarekat Safawiyah untuk menghimpun kekuatan dengan menjadi tentara dan sangat fanatik kepada keyakinannya. Bahkan, mereka juga menentang orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.
Baca Juga
Tarekat Safawiyah banyak diterima oleh masyarakat sehingga tarekat ini mengubah model gerakan spiritual keagamaan menjadi gerakan politik. Hal ini mulai tampak ketika gerakan tarekat dipimpin oleh Junaid 1447-1460 M.
Junaid memperluas kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini mendapatkan hambatan-hambatan. Salah satunya dari penguasa Qara Qayunlu dan Aq-Qayunlu yang merupakan dua suku terkuat Turki. Sehingga terjadi konflik antara Junaid dengan penguasa Turki.
Keterlibatan tarekat Safawiyah dalam perpolitikan yang semakin besar mengantarkan tarekat Safawiyah berhadapan dengan kekuatan besar yang berkuasa saat itu yaitu Turki Utsmani.
Pada saat Junaid memiliki konflik dengan Qara Qayunlu, ia mengalami kekalahan dan diasingkan ke suatu tempat.
Di tempat itu Junaid mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr yang juga bangsa Turki. Junaid tinggal di istana Uzun Hasan yang pada saat itu menguasai sebagian Persia.
Selama dalam pengasingan, Junaid tidak tinggal diam. Ia mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M, Junaid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Lalu pada tahun 1460 M Junaid mencoba merebut kota Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Junaid pun pada akhirnya terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Tampuk kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya diberikan kepada putera Junaid, Haidar, tetapi Haidar masih sangat muda pada waktu itu. Setelah menunggu beberapa tahun, Haidar sudah cukup dewasa dan mempersunting salah satu putri Uzun Hasan. Dari perkawinan tersebut lahirlah Ismail yang di kemudian hari menjadi pendiri dinasti Safawi di Persia.