Malam Nisfu Syaban, Allah Mengampuni Dosa Hamba-Nya Kecuali yang Bermusuhan
Kamis, 17 Maret 2022 - 17:20 WIB
Alhamdulillah, malam ini (17/3/2022) kita akan memasuki malam mulia yang dikenal dengan malam Nisfu Syaban. Malam yang dinanti umat muslim karena di dalamnya terdapat keutamaan besar.
Menurut Ustaz Farid Nu'man Hasan, keutamaan malam Nisfu Syaban diterangkan dalam banyak riwayat Hadis. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
يطلع الله تبارك و تعالى إلى خلقه ليلة النصف من شعبان ، فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
"Allah Ta'ala menampakkan (rahmat)-Nya kepada hamba-Nya pada malam Nisfu Sya'ban, maka Dia mengampuni bagi seluruh hambaNya, kecuali orang yang musyrik atau pendengki."
Status Hadis
Ustaz Farid Nu'man menjelaskan Hadis ini diriwayatkan dari banyak sahabat Nabi, yakni Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al Khusyani, Abdullah bin Amr, Auf bin Malik, dan 'Aisyah (radhiyallahu 'anhum). Sehingga satu sama lain saling menguatkan. bahkan dinyatakan Shahih oleh Syekh Albani. (Lihat As Silsilah Ash Shahihah, 3/135, No. 1144. Darul Ma’arif. Juga Dhahih Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 2/785)
Dishahihkan pula oleh Dr Abdul Malik bin Abdullah Ad Duhaisy, dalam Jami’ Al Masanid wa Sunan, No. 9697.
Kandungan Hadis
Hadits ini menunjukkan kemuliaan malam Nisfu Syaban. Saat itu Allah Ta'ala menampakkan kasih sayang-Nya dengan mengampuni semua makhluk, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.
Walau pada prinsipnya, ampunan dan rahmat Allah Ta'ala tentunya ada di sepanjang waktu, bukan hanya pada satu hari atau malam. Maka, jika seorang muslim menghidupkan malam itu dengan berdoa, ibadah, dan membaca Al-Qur'an, baik sendiri atau berjamaah, maka itu bagus.
Ibadah di Malam Nisfu Syaban
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
إذَا صَلَّى الْإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِي جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ أَحْسَن
"Jika manusia shalat malam Nisfu seorang diri atau berjamaah secara khusus, sebagaimana yang dilakukan beberapa golongan salaf, maka itu lebih baik."(Al Fatawa Al Kubra, 2/262)
Hanya saja beliau menolak menetapkan jumlah atau angka khusus dalam rakaat sholatnya. Para Salaf mengakui keutamaan malam Nisfu Syaban, sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyah juga:
لكن الذي عليه كثير من أهل العلم أو أكثرهم من أصحابنا وغيرهم على تفضيلها وعليه يدل نص أحمد لتعدد الأحاديث الواردة فيها وما يصدق ذلك من الآثار السلفية وقد روى بعض فضائلها في المسانيد والسنن وإن كان قد وضع فيها أشياء أخر
"Tetapi, yang dianut oleh mayoritas ulama atau mayoritas sahabat-sahabat kami (Hambaliyah atau mazhab Hambaliy), dan selain mereka, bahwa malam Nisfu Sya’ban memiliki keutamaan, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad. Hal ini berdasarkan banyak hadits dan atsar para salafush shalih. Diriwayatkan sebagian riwayat tentang keutamaan tersebut di kitab-kitab Musnad dan Sunan, namun adanya riwayat palsu pada riwayat tersebut merupakan perkara yang lain." (Iqtidha Ash Shirath Al Mustaqim, hal. 302)
Kesimpulannya
Para salaf sepakat keutamaan malam Nishfu Syaban dan menghidupkannya dengan ibadah. Tetapi, mereka berbeda pendapat dalam hal hai'ah (bentuk) dan tata caranya. Tentunya kaum muslimin hendaknya berlapang dada atas perbedaan ini sebagaimana menyikapi perbedaan persoalan fiqih lainnya.
Menurut Ustaz Farid Nu'man Hasan, keutamaan malam Nisfu Syaban diterangkan dalam banyak riwayat Hadis. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
يطلع الله تبارك و تعالى إلى خلقه ليلة النصف من شعبان ، فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
"Allah Ta'ala menampakkan (rahmat)-Nya kepada hamba-Nya pada malam Nisfu Sya'ban, maka Dia mengampuni bagi seluruh hambaNya, kecuali orang yang musyrik atau pendengki."
Status Hadis
Ustaz Farid Nu'man menjelaskan Hadis ini diriwayatkan dari banyak sahabat Nabi, yakni Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al Khusyani, Abdullah bin Amr, Auf bin Malik, dan 'Aisyah (radhiyallahu 'anhum). Sehingga satu sama lain saling menguatkan. bahkan dinyatakan Shahih oleh Syekh Albani. (Lihat As Silsilah Ash Shahihah, 3/135, No. 1144. Darul Ma’arif. Juga Dhahih Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 2/785)
Dishahihkan pula oleh Dr Abdul Malik bin Abdullah Ad Duhaisy, dalam Jami’ Al Masanid wa Sunan, No. 9697.
Kandungan Hadis
Hadits ini menunjukkan kemuliaan malam Nisfu Syaban. Saat itu Allah Ta'ala menampakkan kasih sayang-Nya dengan mengampuni semua makhluk, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.
Walau pada prinsipnya, ampunan dan rahmat Allah Ta'ala tentunya ada di sepanjang waktu, bukan hanya pada satu hari atau malam. Maka, jika seorang muslim menghidupkan malam itu dengan berdoa, ibadah, dan membaca Al-Qur'an, baik sendiri atau berjamaah, maka itu bagus.
Ibadah di Malam Nisfu Syaban
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
إذَا صَلَّى الْإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِي جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ أَحْسَن
"Jika manusia shalat malam Nisfu seorang diri atau berjamaah secara khusus, sebagaimana yang dilakukan beberapa golongan salaf, maka itu lebih baik."(Al Fatawa Al Kubra, 2/262)
Hanya saja beliau menolak menetapkan jumlah atau angka khusus dalam rakaat sholatnya. Para Salaf mengakui keutamaan malam Nisfu Syaban, sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyah juga:
لكن الذي عليه كثير من أهل العلم أو أكثرهم من أصحابنا وغيرهم على تفضيلها وعليه يدل نص أحمد لتعدد الأحاديث الواردة فيها وما يصدق ذلك من الآثار السلفية وقد روى بعض فضائلها في المسانيد والسنن وإن كان قد وضع فيها أشياء أخر
"Tetapi, yang dianut oleh mayoritas ulama atau mayoritas sahabat-sahabat kami (Hambaliyah atau mazhab Hambaliy), dan selain mereka, bahwa malam Nisfu Sya’ban memiliki keutamaan, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad. Hal ini berdasarkan banyak hadits dan atsar para salafush shalih. Diriwayatkan sebagian riwayat tentang keutamaan tersebut di kitab-kitab Musnad dan Sunan, namun adanya riwayat palsu pada riwayat tersebut merupakan perkara yang lain." (Iqtidha Ash Shirath Al Mustaqim, hal. 302)
Kesimpulannya
Para salaf sepakat keutamaan malam Nishfu Syaban dan menghidupkannya dengan ibadah. Tetapi, mereka berbeda pendapat dalam hal hai'ah (bentuk) dan tata caranya. Tentunya kaum muslimin hendaknya berlapang dada atas perbedaan ini sebagaimana menyikapi perbedaan persoalan fiqih lainnya.
(rhs)