Detik-Detik Menjelang Runtuhnya Daulah Umayyah dan Berdirinya Daulah Abbasiyah
Selasa, 22 Maret 2022 - 05:15 WIB
Abu al-'Abbas Abdullah bin Muhammad as-Saffah (721-754) merupakan khalifah pertama Bani Abbasiyah . Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul-Muththalib bin Hasyim. Abu Abbas menumbangkan Dinasti Umayyah saat dipimpin oleh Marwan II. Gerakan Bani Abbasiyah yang paling kuat pada awalnya adalah di wilayah Persia.
Kisah berikut meceritakan bagaimana Abul Abbas menyusun kekuatan dan melakukan perebutan kekuasaan menjelang tumbangnya Daulah Umayyah digantikan Daulah Abbasiyah.
Syaikh Muhammad Al-Khudari dalam bukunya yang berjudul "Ad-Daulah Al-Abbasiyyah" menceritakan pada hari itu, Jumat tanggal 13 Rabiul Awal, Abul Abbas menunaikan sholat Jumat bersama penduduk Kufah. Dalam khutbahnya setelah memuji dan bersyukur kepada Allah SWT, ia menyatakan merasa bangga karena kekerabatannya dengan Rasulullah SAW.
Lalu menyebut khulafaurrasyidin dan memuji mereka, seraya menyatakan perang terhadap Bani Harb dan Bani Marwan atas sikap dan kezaliman mereka.
Lalu ia berkata, “Sungguh aku berharap agar kalian tidak mendapatkan pemimpin jahat ketika datang kepada kalian yang baik, dan tidak memilih pemimpin yang rusak ketika datang yang terpuji. Tiada yang dapat memberikan pertolongan kepada kami Ahlul Bait, kecuali Allah."
"Wahai penduduk Kufah, kalian adalah tumpuhan cinta kami dan tempat kami mendapatkan kasih sayang. Kalian adalah orang-orang yang tidak berubah mencintai kami, dan tidak menjauhkan kalian dari kami, dan mampu bertahan hidup dari pemimpin yang jahat hingga kalian mendapati masa pemerintahan kami dan Allah SWT menganugerahkan kepada kalian dengan berdirinya pemerintahan kami."
"Kalian adalah orang yang paling membahagiakan kami dan paling mulia di hadapan kami. Aku telah menambah kompensasi bagi kalian hingga seratus dirham. Karena itu, bersiaplah. Aku adalah As-Saffah Al-Mubih dan Ats-Tsa 'ir Al-Mutih!
Berdasarkan pernyataan inilah di kemudian hari ia lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah.
Kala itu, Abul Abbas As-Saffah sedang menderita sakit dan semakin parah. Ia pun duduk di atas mimbar. Sedangkan pamannya, Dawud bin Ali, naik ke mimbar. Dawud adalah sosok yang paling fasih berbicara di kalangan Bani Abbas, lalu menyampaikan khutbah.
Dalam khutbah tersebut, Dawud bin Ali berkata, “Demi Allah, sesungguhnya kami tidak keluar untuk menangani masalah ini untuk memperbanyak keturunan, bukan mencari emas murni, dan tidak menggali sungai ataupun membangun istana. Melainkan keluar karena terdorong atas pelecehan mereka terhadap hak kami, kemarahan terhadap putra-putra paman kami."
"Kami tidak ingin merusak urusan kalian dan tidak pula merendahkannya. Menangani urusan kalian membuat kami menderita sakit sehingga terbaring di atas tempat tidur kami."
"Kami merasa tertekan atas sikap dan perilaku Bani Umayyah terhadap kalian, ulah mereka yang membakar rumah-rumah kalian, merendahkan martabat kalian, merampas harta benda, zakat, dan ghanimah kalian. Kalian berhak mendapatkan jaminan dari Allah dan utusan-Nya, dan jaminan Al-Abbas."
"Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadanya (Abul Abbas) dan berkenan membimbing kami memerintah kalian berdasarkan aturan yang diturunkan Allah agar kami dapat memimpin kalian berdasarkan Kitabullah dan dapat berinteraksi dengan rakyat, baik kelas bawah maupun kelas menengah ke atas dengan meneladani Rasulullah SAW."
Kemudian kami berjanji kepada penduduk Kufah untuk dapat memimpin mereka dengan baik dan benar, memuji penduduk Khurasan yang telah memberikan dukungan dan pengorbanan kepada Ahlul Bait dan mengembalikan hak-hak mereka.”
Di akhir khutbahnya, ia berkata, “Ingatlah, tiada seorangpun dari khalifah Rasulullah yang menaiki mimbar kalian ini, kecuali Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan Amirul Mukminin Abdullah bin Muhammad -seraya memberikan isyarat dengan tangannya kepada Abul Abbas-. Karena itu ketahuilah, urusan ini berada di tangan kami hingga kami menyerahkannya kepada Isa bin Maryam.”
Setelah menyelesaikan dua khutbah dan sholat, As-Saffah keluar menuju istananya dan meminta saudaranya Abu Jafar untuk datang dan membaiat orang-orang di masjid.
Abu Jafar membaiat mereka hingga sholat Ashar bersama dan dilanjutkan sholat Maghrib. Menjelang malam tiba, As-Saffah pun masuk. Setelah itu, Abul Abbas As-Saffah keluar menuju pangkalan militer di Hamam Al-A'yun dan memberikan mandat kepada pamannya, Dawud bin Ali, untuk melaksanakan tugas pemerintahannya di Kufah.
Kisah berikut meceritakan bagaimana Abul Abbas menyusun kekuatan dan melakukan perebutan kekuasaan menjelang tumbangnya Daulah Umayyah digantikan Daulah Abbasiyah.
Syaikh Muhammad Al-Khudari dalam bukunya yang berjudul "Ad-Daulah Al-Abbasiyyah" menceritakan pada hari itu, Jumat tanggal 13 Rabiul Awal, Abul Abbas menunaikan sholat Jumat bersama penduduk Kufah. Dalam khutbahnya setelah memuji dan bersyukur kepada Allah SWT, ia menyatakan merasa bangga karena kekerabatannya dengan Rasulullah SAW.
Lalu menyebut khulafaurrasyidin dan memuji mereka, seraya menyatakan perang terhadap Bani Harb dan Bani Marwan atas sikap dan kezaliman mereka.
Lalu ia berkata, “Sungguh aku berharap agar kalian tidak mendapatkan pemimpin jahat ketika datang kepada kalian yang baik, dan tidak memilih pemimpin yang rusak ketika datang yang terpuji. Tiada yang dapat memberikan pertolongan kepada kami Ahlul Bait, kecuali Allah."
"Wahai penduduk Kufah, kalian adalah tumpuhan cinta kami dan tempat kami mendapatkan kasih sayang. Kalian adalah orang-orang yang tidak berubah mencintai kami, dan tidak menjauhkan kalian dari kami, dan mampu bertahan hidup dari pemimpin yang jahat hingga kalian mendapati masa pemerintahan kami dan Allah SWT menganugerahkan kepada kalian dengan berdirinya pemerintahan kami."
"Kalian adalah orang yang paling membahagiakan kami dan paling mulia di hadapan kami. Aku telah menambah kompensasi bagi kalian hingga seratus dirham. Karena itu, bersiaplah. Aku adalah As-Saffah Al-Mubih dan Ats-Tsa 'ir Al-Mutih!
Berdasarkan pernyataan inilah di kemudian hari ia lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah.
Kala itu, Abul Abbas As-Saffah sedang menderita sakit dan semakin parah. Ia pun duduk di atas mimbar. Sedangkan pamannya, Dawud bin Ali, naik ke mimbar. Dawud adalah sosok yang paling fasih berbicara di kalangan Bani Abbas, lalu menyampaikan khutbah.
Dalam khutbah tersebut, Dawud bin Ali berkata, “Demi Allah, sesungguhnya kami tidak keluar untuk menangani masalah ini untuk memperbanyak keturunan, bukan mencari emas murni, dan tidak menggali sungai ataupun membangun istana. Melainkan keluar karena terdorong atas pelecehan mereka terhadap hak kami, kemarahan terhadap putra-putra paman kami."
"Kami tidak ingin merusak urusan kalian dan tidak pula merendahkannya. Menangani urusan kalian membuat kami menderita sakit sehingga terbaring di atas tempat tidur kami."
"Kami merasa tertekan atas sikap dan perilaku Bani Umayyah terhadap kalian, ulah mereka yang membakar rumah-rumah kalian, merendahkan martabat kalian, merampas harta benda, zakat, dan ghanimah kalian. Kalian berhak mendapatkan jaminan dari Allah dan utusan-Nya, dan jaminan Al-Abbas."
"Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadanya (Abul Abbas) dan berkenan membimbing kami memerintah kalian berdasarkan aturan yang diturunkan Allah agar kami dapat memimpin kalian berdasarkan Kitabullah dan dapat berinteraksi dengan rakyat, baik kelas bawah maupun kelas menengah ke atas dengan meneladani Rasulullah SAW."
Kemudian kami berjanji kepada penduduk Kufah untuk dapat memimpin mereka dengan baik dan benar, memuji penduduk Khurasan yang telah memberikan dukungan dan pengorbanan kepada Ahlul Bait dan mengembalikan hak-hak mereka.”
Di akhir khutbahnya, ia berkata, “Ingatlah, tiada seorangpun dari khalifah Rasulullah yang menaiki mimbar kalian ini, kecuali Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan Amirul Mukminin Abdullah bin Muhammad -seraya memberikan isyarat dengan tangannya kepada Abul Abbas-. Karena itu ketahuilah, urusan ini berada di tangan kami hingga kami menyerahkannya kepada Isa bin Maryam.”
Setelah menyelesaikan dua khutbah dan sholat, As-Saffah keluar menuju istananya dan meminta saudaranya Abu Jafar untuk datang dan membaiat orang-orang di masjid.
Abu Jafar membaiat mereka hingga sholat Ashar bersama dan dilanjutkan sholat Maghrib. Menjelang malam tiba, As-Saffah pun masuk. Setelah itu, Abul Abbas As-Saffah keluar menuju pangkalan militer di Hamam Al-A'yun dan memberikan mandat kepada pamannya, Dawud bin Ali, untuk melaksanakan tugas pemerintahannya di Kufah.