Wajibkah Membayar Zakat untuk Orang yang Terlilit Utang?

Rabu, 06 April 2022 - 11:04 WIB
Ustadz Ahmad Pranggono, Dai yang berkhidmat di Dompet Dhuafa. Foto Dok Dompet Dhuafa
Utang memang sangat membebani kehidupan manusia, apalagi jika sampai terlilit. Biasanya jika sudah terlilit, kita akan sulit untuk melunasi dan sulit keluar dari jeratannya. Namun terkadang walaupun terlilit utang atau memiliki utang dengan jumlah tertentu, seseorang bisa saja masih memiliki harta atau aset berharga.

Di sisi lain, zakat adalah rukun Islam yang wajib untuk dilaksanakan. Di masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan sahabat, zakat menjadi penunjang dan penggerak kemajuan Islam. Dalam QS Al-Baqarah ayat 43 juga disebutkan, “Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk”.

Lantas bagaimanakah hukum membayar zakat bagi orang yang terlilit utang?



Gharimin adalah Orang yang Berhak Menerima Zakat

Di dalam Al-Qur'an, jelas disebutkan bahwa orang yang terlilit dalam utang dan sudah jatuh tempo atau disebutnya dengan gharimin, ia tidak wajib membayar zakat. Dalam status tersebut mereka sebenarnya berhak untuk diberikan zakat (baik zakat fitrah atau mall). Hal ini dikarenakan orang-orang yang termasuk gharimin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup, bisa saja dia juga memang fakir miskin, ditambah lagi adanya hutang yang memberatkan.

Dilansir dari laman Islamico, para ulama membagi gharimin menjadi dua kategori. Ketegori pertama adalah orang yang berutang untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak mampu membayarnya dengan cara apapun, walau sudah menjual barang, atau dengan cicilan. Kategori ini, sama halnya dengan fakir miskin dan mereka berhak menerima zakat karena hartanya tak ada yang bersisa.

Kategori kedua, adalah yang berutang untuk kemaslahatan misalnya seperti yayasan yatim piatu, pesantren, sekolah non profit, dsb. Imam Nawawi juga menyampaikan orang yang membantu jalannya rekonsiliasi pasca konflik sama halnya dengan kategori ini.

Para ulama dalam kasus tertentu memiliki perbedaan pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa jika utang yang dimiliki dan sudah jatuh tempo namun dilakukan dalam rangka maksiat, maka ia tidak berhak untuk mendapatkan zakat. Hal ini karena kemaksiatan tentu bukan bagian dari dari Islam.

Dari apa yang disampaikan Al-Mawardi, ada beberapa pendapat ulama terkait hal tersebut.

1. Zakat tidak boleh diberikan pada orang yang menggunakan utang untuk bermaksiat, karena khawatir akan digunakan kembali untuk maksiat

2. Mereka tetap berhak, karena utang harus ditunaikan. Perbuatan maksiatnya harus diputuskan dengan hukum dan harus bertaubat.

3. Jika memang telah bertaubat dan keluar dari kemaksiatan dan berkomitmen untuk berubah maka diperbolehkan jika tidak maka haram hukumnya diberikan kepada orang tersebut.

Dari sini saja kita bisa melihat bahwa fungsi zakat sangat besar kaitannya dengan sosial dan kestabilan ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, wajib hukumnya bagi umat Islam yang sudah masuk hartanya pada nishab harus berzakat.

Pengertian Utang dan Kesepakatan Ulama

Namun, di zaman yang serba maju dan modern saat ini, orang yang terlilit hutang bisa saja berbeda konteksnya dengan zaman dulu. Terkadang, ada juga pengusaha yang banyak sekali utangnya, namun ia masih kaya karena hartanya masih ada banyak yang tersimpan. Selain itu, utangnya pun bukan untuk kebutuhan pokok.

Untuk itu akan kita perdalam lagi pembahasannya, tentang orang-orang yang mungkin masih memiliki kemampuan berzakat, masih ada hartanya, namun juga masih memiliki utang.

Dilansir dari situs Almanhaj, hutang tetaplah hutang. Yang dimaksudkan dalam kasus ini, semua jenis utang baik yang diakibatkan perbuatan yang merusakkan atau menghilangkan barang orang lain atau utang yang diakibatkan oleh transaksi. Misalnya saja, jual beli, atau mungkin mahar dalam akad nikah yang belum dibayarkan.

Ulama dalam hal ini jika seseorang memiliki harta yang mencapai nishab dalam waktu lebih dari satu tahun, namun ia masih memiliki utang kepada orang lain, maka para fuqaha sepakat:

Utang tidak menghalangi kewajiban zakat jika hutang tersebut tidak mengurangi jumlah harta dari nishab. Artinya ia masih berkewajiban zakat seperti biasanya dan muslim lainnya yang tidak berhutang. Utang tidak menghalangi kewajiban zakat juga, bila hutang tersebut menjadi tanggungan orang yang berhutang setelah kewajiban zakat datang

Untuk itu, butuh kesadaran dan kebesaran hati dari setiap orang untuk mau membayar zakatnya. Tentunya zakat 2,5% dari harta yang sudah kena nisab selama satu tahun, tidak akan membuat kita jatuh miskin dan terpuruk. Jika memang memiliki hutang, namun kita masih bisa membayar kewajiban zakat, maka bayarlah kewajiban tersebut. Jangan membuat diri kita merasa miskin, karena sesungguhnya Allah SWT akan memberikan nikmat dan rezeki yang tidak diduga-duga.



Wallahu A'lam
(wid)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ يُسۡرًا (٥) اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ يُسۡرًا ؕ‏ (٦) فَاِذَا فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡۙ (٧) وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْ (٨)
Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.

(QS. Al-Insyirah Ayat 5-8)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More