Makan Sahur Memiliki Keberkahan Dunia dan Akhirat
Rabu, 06 April 2022 - 20:02 WIB
Makan sahur memiliki keberkahan dunia dan akhirat. Ibnu Hajjar dalam kitab Fat-hul Baari mengatakan bahwa keberkahan dalam makan sahur dapat diperoleh dari banyak segi.
Pertama, mengikuti sunah dan menyelisihi ahlul Kitab . Kedua, takwa kepada Allah SWT dengan beribadah. Ketiga, menambah semangat beramal dan mencegah akhlak yang buruk yang diakibatkan oleh kelaparan.
Keempat, menjadi sebab bersedekah kepada siapa yang meminta saat itu atau berkumpul bersama dengannya untuk makan. Kelima, membuatnya berzikir, berdoa pada waktu-waktu dikabulkannya doa, memperbaiki niat puasa bagi mereka yang melalaikannya sebelum tidur.
Hal yang sama juga dikatakan Imam an-Nawawi. Menurutnya, keberkahan yang terdapat pada makan sahur sangatlah jelas sekali, karena ia menguatkan untuk berpuasa dan membuatnya bergairah untuknya serta mendapatkan keinginan untuk menambah puasa oleh karena ringannya kesulitan padanya bagi orang yang bersahur.
“Sesungguhnya ia mengandung terjaga dari tidur, zikir dan doa pada saat itu, di mana waktu tersebut adalah waktu turunnya malaikat, penerimaan doa dan istighfar, dan kemungkinan ia mengambil wudhu lalu sholat atau terus melanjutkan terjaga untuk zikir, doa, salat atau mempersiapkan diri untuk salat hingga terbit Fajar,” ujarnya
Menegakkan Sunah
Sedangkan Ibnu Daqiqil ‘Ied berkata, ‘Keberkahan ini dapat juga berlaku terhadap hal-hal ukhrawi karena dengan menegakkan sunah, maka akan diganjar dan bertambahnya sunah (yang dilakukan), begitu pula bisa saja berlaku terhadap hal-hal duniawi, seperti kekuatan tubuh untuk berpuasa dan juga memudahkan dirinya tanpa ada bahaya bagi orang yang melakukan puasa.’”
Di antara keutamaan-keutamaan yang ditambah bagi makan sahur adalah Allah SWT dan malaikat-Nya akan bershalawat bagi orang-orang yang makan sahur, tidak dimungkiri bahwa itu adalah keutamaan yang besar.
Abu Said al-Khudri Radhiyallahu anhu telah meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:
“السَّحُوْرُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلاَ تَدْعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يُجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحَّرِيْنَ.”
“Makan sahur adalah keberkahan, maka janganlah kalian meninggalkannya, walaupun hanya berupa seteguk air, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Malaikat-Nya bershalawat bagi orang-orang yang bersahur.” [Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (III/12-44), al-Mundziri berkata dalam at-Targhiib wat-Tarhiib (II/139): “Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang kuat.”]
Dr Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i dalam bukunya At Tabaruk Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu menekankan maka seyogyanyalah bagi seorang muslim mengikuti Nabi SAW dalam perbuatannya pada masalah ini, hingga memperoleh keberkahannya dan keutamaan-keutamaannya serta manfaat dunia dan akhirat.
Waktu Sahur
Sahur, dinamakan begitu karena dilaksanakan pada waktu sahur. Sedang as-Sahir adalah, akhir dari malam sebelum subuh. Ada yang bilang, ia dari sepertiga malam akhir hingga terbit fajar. Maksudnya adalah bahwa akhir dari waktu sahur bagi seorang yang berpuasa adalah terbitnya fajar.
Allah SWT berfirman:
Dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…” [QS Al-Baqarah/2: 187]
Disunnahkan untuk mengakhirkan sahur jika tidak dikhawatirkan terbitnya fajar, riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Anas Radhiyallahu anhu dari Zaid bin Harits Radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Kita bersahur bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu kita mendirikan salat.” Saya berkata: “Berapa lamakah antara keduanya?” Ia berkata: “Lima puluh ayat.” (Shahih al-Bukhari (II/771) Kitaabush Shaum bab Qadru Kam bainas Suhuur wa Shallatul Fajr dan Shahih Muslim (II/771).
Imam al-Baghawi mengatakan bahwa para ulama menganjurkan mengakhirkan makan sahur. Sahur hukumnya adalah mustahab (disunnahkan) bagi orang yang berpuasa karena Nabi SAW bersabda:
“تَسَحَّرُوْا! فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةٌ.”
“Bersahurlah kalian karena dalam bersahur tersebut terdapat keberkahan.” (HR al-Bukhari)
Nabi SAW bersabda:
“تَسَحَّرُوْا! فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةٌ.”
“Bersahurlah, karena pada makan Sahur itu ada keberkahan.”[Telah diriwayatkan dalam ash-Shahihain)
Dan diriwayatkan dari al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Aku telah mendengar Nabi SAW memanggil seseorang untuk makan sahur seraya bersabda:
“هَلُمَّ إِلَى الْغَدَاءِ الْمُبَارَكِ.”
“Kemarilah untuk menyantap makanan yang diberkati.” [HR Abu Dawud)
Dan dalam riwayat yang lain beliau bersabda:
“فَصْلٌ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ، أَكْلَةُ السَّحَرِ.”
”Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahlul Kitab adalah makan Sahur.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya (II/771) kitab ash-Shiyaam bab Fadhlus Suhuur dari ‘Amr bin ‘Ash).
Maka, dengan makan sahur berarti telah menyelisihi ahlul Kitab. “Artinya, pemisah dan pembeda antara puasa kita dengan puasa mereka adalah sahur, karena mereka tidak bersahur sedang kita dianjurkan untuk bersahur,” ujar Imam an-Nawawi.
Pertama, mengikuti sunah dan menyelisihi ahlul Kitab . Kedua, takwa kepada Allah SWT dengan beribadah. Ketiga, menambah semangat beramal dan mencegah akhlak yang buruk yang diakibatkan oleh kelaparan.
Keempat, menjadi sebab bersedekah kepada siapa yang meminta saat itu atau berkumpul bersama dengannya untuk makan. Kelima, membuatnya berzikir, berdoa pada waktu-waktu dikabulkannya doa, memperbaiki niat puasa bagi mereka yang melalaikannya sebelum tidur.
Hal yang sama juga dikatakan Imam an-Nawawi. Menurutnya, keberkahan yang terdapat pada makan sahur sangatlah jelas sekali, karena ia menguatkan untuk berpuasa dan membuatnya bergairah untuknya serta mendapatkan keinginan untuk menambah puasa oleh karena ringannya kesulitan padanya bagi orang yang bersahur.
“Sesungguhnya ia mengandung terjaga dari tidur, zikir dan doa pada saat itu, di mana waktu tersebut adalah waktu turunnya malaikat, penerimaan doa dan istighfar, dan kemungkinan ia mengambil wudhu lalu sholat atau terus melanjutkan terjaga untuk zikir, doa, salat atau mempersiapkan diri untuk salat hingga terbit Fajar,” ujarnya
Menegakkan Sunah
Sedangkan Ibnu Daqiqil ‘Ied berkata, ‘Keberkahan ini dapat juga berlaku terhadap hal-hal ukhrawi karena dengan menegakkan sunah, maka akan diganjar dan bertambahnya sunah (yang dilakukan), begitu pula bisa saja berlaku terhadap hal-hal duniawi, seperti kekuatan tubuh untuk berpuasa dan juga memudahkan dirinya tanpa ada bahaya bagi orang yang melakukan puasa.’”
Di antara keutamaan-keutamaan yang ditambah bagi makan sahur adalah Allah SWT dan malaikat-Nya akan bershalawat bagi orang-orang yang makan sahur, tidak dimungkiri bahwa itu adalah keutamaan yang besar.
Abu Said al-Khudri Radhiyallahu anhu telah meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:
“السَّحُوْرُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلاَ تَدْعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يُجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحَّرِيْنَ.”
“Makan sahur adalah keberkahan, maka janganlah kalian meninggalkannya, walaupun hanya berupa seteguk air, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Malaikat-Nya bershalawat bagi orang-orang yang bersahur.” [Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (III/12-44), al-Mundziri berkata dalam at-Targhiib wat-Tarhiib (II/139): “Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang kuat.”]
Dr Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i dalam bukunya At Tabaruk Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu menekankan maka seyogyanyalah bagi seorang muslim mengikuti Nabi SAW dalam perbuatannya pada masalah ini, hingga memperoleh keberkahannya dan keutamaan-keutamaannya serta manfaat dunia dan akhirat.
Waktu Sahur
Sahur, dinamakan begitu karena dilaksanakan pada waktu sahur. Sedang as-Sahir adalah, akhir dari malam sebelum subuh. Ada yang bilang, ia dari sepertiga malam akhir hingga terbit fajar. Maksudnya adalah bahwa akhir dari waktu sahur bagi seorang yang berpuasa adalah terbitnya fajar.
Allah SWT berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ “…
Dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…” [QS Al-Baqarah/2: 187]
Disunnahkan untuk mengakhirkan sahur jika tidak dikhawatirkan terbitnya fajar, riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Anas Radhiyallahu anhu dari Zaid bin Harits Radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Kita bersahur bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu kita mendirikan salat.” Saya berkata: “Berapa lamakah antara keduanya?” Ia berkata: “Lima puluh ayat.” (Shahih al-Bukhari (II/771) Kitaabush Shaum bab Qadru Kam bainas Suhuur wa Shallatul Fajr dan Shahih Muslim (II/771).
Imam al-Baghawi mengatakan bahwa para ulama menganjurkan mengakhirkan makan sahur. Sahur hukumnya adalah mustahab (disunnahkan) bagi orang yang berpuasa karena Nabi SAW bersabda:
“تَسَحَّرُوْا! فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةٌ.”
“Bersahurlah kalian karena dalam bersahur tersebut terdapat keberkahan.” (HR al-Bukhari)
Nabi SAW bersabda:
“تَسَحَّرُوْا! فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةٌ.”
“Bersahurlah, karena pada makan Sahur itu ada keberkahan.”[Telah diriwayatkan dalam ash-Shahihain)
Dan diriwayatkan dari al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Aku telah mendengar Nabi SAW memanggil seseorang untuk makan sahur seraya bersabda:
“هَلُمَّ إِلَى الْغَدَاءِ الْمُبَارَكِ.”
“Kemarilah untuk menyantap makanan yang diberkati.” [HR Abu Dawud)
Dan dalam riwayat yang lain beliau bersabda:
“فَصْلٌ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ، أَكْلَةُ السَّحَرِ.”
”Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahlul Kitab adalah makan Sahur.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya (II/771) kitab ash-Shiyaam bab Fadhlus Suhuur dari ‘Amr bin ‘Ash).
Maka, dengan makan sahur berarti telah menyelisihi ahlul Kitab. “Artinya, pemisah dan pembeda antara puasa kita dengan puasa mereka adalah sahur, karena mereka tidak bersahur sedang kita dianjurkan untuk bersahur,” ujar Imam an-Nawawi.
(mhy)
Lihat Juga :