Beberapa Ayat dalam Surat Ar-Rahman Merujuk Indonesia, Ini Penjelasan Pakar Perikanan

Selasa, 26 April 2022 - 14:33 WIB
Pakar perikanan dari Unpad meyakini bahwa beberapa ayat di dalam Surat Ar-Rahman sejatinya merujuk kepada Indonesia. Foto/Ilustrasi: SINDOnews
Dekan Perikanan dan Kelautan Universitas Padjadjaran (Unpad), Yudi Nurul Ihsan, meyakini bahwa beberapa ayat di dalam Surat Ar-Rahman sejatinya merujuk kepada Indonesia.

Allah SWT berfirman:

رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْن


Tuhan (yang memelihara) dua timur dan Tuhan (yang memelihara) dua barat.” ( QS al-Rahman : 17).





Merujuk kepada penjelasan tafsir, dua timur diartikan sebagai dua kali matahari terbit dan dua barat diartikan sebagai dua kali matahari terbenam. "Dari perspektif ilmu bumi, makna ayat ini adalah daerah yang memiliki dua musim atau daerah tropis yang berada di sepanjang garis ekuator," ujar Yudi dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah bertajuk ‘Menjaga Kedaulatan NKRI’, Kamis (21/4/2022), pekan lalu.

Akan tetapi, menurut dia, dari seluruh negara di sepanjang garis ekuator, hanya Indonesia saja yang menjadi titik pertemuan dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Hal inilah yang menambah keyakinan Yudi bahwa Ar-Rahman merujuk wilayah Indonesia sebagaimana ayat 19-20 Surah Ar Rahman yang artinya, “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.”

Menurut ilmu sains, dua samudera itu membawa arus yang bertemu di wilayah Indonesia yang mana dalam pergerakannya, arus itu membawa mineral, ikan-ikan, dan kekayaan alam. Konsekuensi keadaan ini, sesuai dengan ayat selanjutnya, (ayat ke-22) yang artinya, “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.”

Indonesia, nyatanya juga memiliki Selat Malaka, yaitu selat terpadat di dunia. Kapal angkut dan kontainer yang menjulang tinggi karena banyaknya muatan senantiasa berlalu-lalang di selat ini.

Menurut Yudi, keadaan ini seperti dalam Surat Ar-Rahman ayat ke-24 yang artinya, ”Dan kepunyaan-Nya lah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung.”

“Maka negara ini akan sangat kaya dengan sumber daya mineral, sumberdaya ikannya, kandungan mineralnya dan tidak ada satu pun negara yang memiliki potensi besar seperti sumber daya alam negara yang kita miliki,” tutur Yudi sebagaimana dilansir laman resmi Muhammadiyah.



Dua Tempat Terbit

Yudi boleh saja menafsirkan hal seperti itu. Menafsirkan surat al-Rahman ayat 17, Wahbah al-Zuhaili dalam al-Tafsir al-Wasith mengatakan dua tempat terbit dan terbenam pada ayat tersebut adalah tempat terbit dan terbenam pada musim panas dan hujan yang berarti Allah menjaga, mengatur dan memelihara matahari sehingga terjadi empat musim di bumi yaitu semi, panas, gugur dan dingin serta terjadi beberapa iklim seperti iklim sedang, dingin, tropis dan subtropis.

Imam al-Baidhawi dalam kitab tafsirnya menyampaikan: “Dari ayat di atas terdapat berbagai manfaat dan faidah yang tidak terhitung seperti muncul iklim tropis, pergantian musim dan terjadinya berbagai hal pada tiap musim serta lain sebagainya.”

Sementara itu, dalam diskursus tafsir modern surat Al-Rahman ayat 19-21 memang dimasukkan dalam objek ‘tafsir ilmi’ sebuah corak penafsiran yang fokus pada pembahasan tentang isyarat-isyarat ilmiah yang ada dalam al-Quran.

Corak tafsir ini meniscayakan bahwa jauh sebelum teori-teori ilmiah mutakhir ditemukan, al-Quran telah memberikan sebuah isyarat mengenai hal itu. Salah satu contohnya adalah terkait dengan pertemuan dua arus laut tersebut.

Allah SWT berfirman:

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ (19) بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ (20) فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ


Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu. Di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” ( QS Al-Rahman :19-21)



Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai sejauh mana umat Islam dapat memahami al-Quran melalui corak tafsir ilmi. Sebagian mufassir cenderung menolak corak tafsir seperti ini karena dianggap apologetik. Artinya al-Quran hanya diglorifikasi karena ada kesesuaian dengan temuan ilmiah. Padahal pada kenyataannya sumber inspirasi penemuan ilmiah itu bukan berasal dari al-Quran. Sebagian yang lain berpendapat bahwa corak tafsir ilmi merupakan bagian dari tanda kemukjizatan al-Quran. Dengan kata lain, isyarat ilmiah ini diyakini sebagai salah satu bukti Kuasa Allah SWT yang mengungkap isyarat ilmiah jauh sebelum teori itu ditemukan.

Ibnu Jarir al-Thabari (w. 310 H) yang hidup di abad ke-3 mengemukakan dua penafsiran yang selaras dengan riwayat yang didapatkannya.

Pertama riwayat dari Sa’id dan Ibnu Abbas , makna dari dua laut di atas adalah pertemuan antara laut langit (bahr fi al-sama’) dan laut bumi (bahr fi al-ardh).

Menurut pandangan al-Thabari, yang dimaksud dengan ini adalah fenomena air hujan yang turun dari langit yang diibaratkan ada lautan di langit, turun ke lautan bumi.

Kedua riwayat dari al-Hasan dan Qatadah, yang dimaksud dengan dua laut adalah laut Persia (bahr faris) dan laut Romawi (bahr al-rum).



Berbeda dengan al-Thabari, Ibnu Katsir (w. 774 H) yang hidup di sekitar abad ke-8 H berpendapat bahwa tafsir dari ayat di atas adalah pertemuan antara dua arus air tawar dan asin yakni pertemuan antara aliran sungai yang menuju ke laut.

Menurut Ibnu Katsir, keterangan seperti ini juga terdapat dalam bunyi ayat QS al-Furqan ayat 53: “Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan), yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit, dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus.”

Thahir Ibnu ‘Asyur (w. 1393 H) yang hidup di abad modern dalam tafsirnya al-Tahrir wa al-Tanwir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-bahrain adalah Sungai Eufrat di Irak dan Teluk Persia di pantai Basrah serta daerah di sekitar Bahrain saat ini.

Kemungkinan lain menurut Ibnu ‘Asyur adalah dua laut yang dikenal oleh masyarakat Arab ketika wahyu diturunkan, yaitu Laut Merah (di sekitar Jeddah-Yunbu’, Saudi Arabia) dan Laut Oman (sekitar Hadhramaut, Aden, juga beberapa kota lain di Yaman).



Dalam penelitian oceanografi mutakhir sebagaimana dikutip dalam Tafsir Kementerian Agama Tahun 2010, bahwa di bawah garis khatulistiwa di Lautan Pasifik, Atlantik dan lautan Hindia terdapat arus yang bergerak melawan arus permukaannya, arus ini dikenal sebagai Pacific Equatorial Undercurrent atau dikenal juga dengan nama Cromwell Current.

Arus ini bergerak ke timur menentang arus Pacific South Equatorial Current yang bergerak ke barat. Arus Cromwell ini mempunyai ketebalan 150 m, panjang 402 km, batas atas antara 42-91 m, dan selalu bergerak di bawah khatulistiwa.

Menurut para ahli, terdapat batas yang kasat mata di antara arus laut yang bergerak dalam arus Cromwell yang bergerak ke timur menentang arus barat. Batas ini juga dapat dilihat di wilayah lain seperti Selat Gibraltar dan Laut sebelah timur Jepang.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
cover top ayah
اِذۡ قَالَ يُوۡسُفُ لِاَبِيۡهِ يٰۤاَبَتِ اِنِّىۡ رَاَيۡتُ اَحَدَ عَشَرَ كَوۡكَبًا وَّالشَّمۡسَ وَالۡقَمَرَ رَاَيۡتُهُمۡ لِىۡ سٰجِدِيۡنَ‏
Ingatlah, ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, Wahai ayahku! Sungguh, aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku.

(QS. Yusuf Ayat 4)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More