5 Karomah Sayyidina Ali bin Abi Thalib

Senin, 22 Juni 2020 - 17:45 WIB
Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu (599-661) adalah Khalifah keempat Islam yang berkuasa sekitar 4-5 tahun. Foto/tangkapan layar film serial Omar
Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu (599-661 M) adalah Khalifah keempat yang berkuasa sekitar 4-5 tahun. Beliau adalah sepupu Nabi Muhammad shallalalhu 'alaihi wa sallam (SAW) yang juga menantunya setelah menikahi putri Nabi , Fatimah Az-Zahra radhiyallahu 'anha.

Salah satu keistimewaan Ali bin Abi Thalib adalah beliau merupakan orang kedua menerima dakwah Islam, setelah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Shallallahu 'alahi wa sallam. Selain keistimewaan itu, ada 5 karomah Sayyidina Ali yang dilansir dari berbagai sumber, yaitu:( )

1. Berbicara dengan Ahli Kubur.

Sid bin Musayyab menceritakan bahwa ia dan para sahabat menziarahi makam-makam di Madinah bersama Sayyidina Ali . Ali berseru, "Wahai para penghuni kubur, semoga dan rahmat dari Allah senantiasa tercurah kepada kalian, beritahukanlah keadaan kalian kepada kami atau kami akan memberitahukan keadaan kami kepada kalian." Lalu terdengar jawaban, "Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah dari Allah senantiasa tercurah untukmu, wahai Amirul Mukminin. Kabarkan kepada kami tentang hal-hal yang terjadi setelah kami". Ali berkata, "Istri-istri kalian sudah menikah lagi, kekayaan kalian sudah dibagi, anak-anak kalian berkumpul dalam kelompok anak-anak yatim, bangunan-bangunan yang kalian dirikan sudah ditempati musuh-musuh kalian. Inilah kabar dari kami, lalu bagaimana kabar kalian?" Salah satu mayat menjawab, "Kain kafan telah koyak, rambut telah rontok, kulit mengelupas, biji mata terlepas di atas pipi, hidung mengalirkan darah dan nanah. Kami mendapatkan pahala atas kebaikan yang kami lakukan dan mendapatkan kerugian atas kewajiban yang yang kami tinggalkan. Kami bertanggung jawab atas perbuatan kami". (Riwayat Al-Baihaqi).( )

2. Mengobati Orang yang Menderita Lumpuh.

Dalam Kitab Al-Tabaqat, Taj al-Subki meriwayatkan bahwa pada suatu malam, Ali dan kedua putranya, Hasan dan Husein radhiallahu anhuma mendengar seseorang bersyair: "Hai Zat yang mengabulkan doa orang yang terhimpit kezaliman. Wahai Zat yang menghilangkan penderitaan, bencana, dan sakit. Utusan-Mu tertidur di rumah Rasulullah sedang orang-orang kafir mengepungnya. Dan Engkau Yang Maha Hidup lagi Maha Tegak tidak pernah tidur. Dengan kemurahan-Mu, ampunilah dosa-dosaku. Wahai Zat tempat berharap makhluk di Masjidil Haram. Kalau ampunan-Mu tidak bisa diharapkan oleh orang yang bersalah. Siapa yang akan menganugerahi nikmat kepada orang-orang yang durhaka. ( )

Ali lalu menyuruh orang mencari si pelantun syair itu. Pelantun syair itu datang menghadap Ali seraya berkata, "Aku, ya Amirul mukminin!" Laki-laki itu menghadap sambil menyeret sebelah kanan tubuhnya, lalu berhenti di hadapan Ali. Ali bertanya, "Aku telah mendengar syairmu, apa yang menimpamu?" Laki-laki itu menjawab, "Dulu aku sibuk memainkan alat musik dan melakukan kemaksiatan, padahal ayahku sudah menasihatiku bahwa Allah memiliki kekuasaan dan siksaan yang pasti akan menimpa orang-orang zalim. Karena ayah terus-menerus menasihati, aku memukulnya. Karenanya, ayahku bersumpah akan mendoakan keburukan untukku, lalu ia pergi ke Mekkah untuk memohon pertolongan Allah. Ia berdoa, belum selesai ia berdoa, tubuh sebelah kananku tiba-tiba lumpuh. Aku menyesal atas semua yang telah aku lakukan, maka aku meminta belas kasihan dan ridha ayahku sampai ia berjanji akan mendoakan kebaikan untukku jika Ali mau berdoa untukku. Aku mengendarai untanya, unta betina itu melaju sangat kencang sampai terlempar di antara dua batu besar, lalu mati di sana".

Ali lalu berkata, "Allah akan meridhaimu, kalau ayahmu meridhaimu". Laki-laki itu menjawab, "Demi Allah, demikianlah yang terjadi". Kemudian Ali berdiri, salat beberapa rakaat, dan berdoa kepada Allah dngan pelan, kemudian berkata, "Hai orang yang diberkahi, bangkitlah!". Laki-laki itu berdiri, berjalan, dan kembali sehat seperti sedia kala. Ali berkata, "Jika engkau tidak bersumpah bahwa ayahmu akan meridhaimu, maka aku tidak akan mendoakan kebaikan untukmu."

3. Menyatukan Kembali Tangan yang Terpotong atas Izin Allah.

Fakhrurrazi yang hanya sedikit memasukkan cerita-cerita tentang karamah para sahabat dalam kitabnya, juga meriwayatkan bahwa seorang budak kulit hitam penggemar SayyidinaAli mencuri. Budak itu dihadapkan kepada Ali dan ditanya, "Betulkah kau mencuri?" Ia menjawab, "Ya,". Maka Ali memotong tangannya. Budak itu berlalu dari hadapan Ali , kemudian berjumpa dengan Salman al-Farisi dan Ibnu al-Kawwa'. Ibnu al-Kawwa' bertanya, "Siapa yang telah memotong tanganmu?" Ia menjawab, "Amirul mukminin, pemimpin besar umat muslim, menantu Rasullah, dan suami Fatimah".

Ibnu al-Kawwa’ bertanya, "Ia telah memotong tanganmu dan kamu masih juga memujinya?" Budak itu menjawab, "Mengapa aku tidak memujinya? Ia mcmotong tanganku sesuai dengan kebenaran dan berarti membebaskanku dari neraka".

Salman mendengarkan penuturan budak itu, lalu menceritakannya kepada Al i. Selanjutnya Ali memanggil budak hitam itu, lalu meletakkan tangan yang telah dipotong di bawah lengannya, dan menutupnya dengan selendang, kemudian Ali memanjatkan doa. Orang-orang yang ada di sana tiba-tiba mendengar seruan dari langit, "Angkat selendang itu dari tangannya!" Ketika selendang itu diangkat, tangan budak hitam itu tersambung kembali dengan izin Allah.

4. Menyembuhkan Penyakit.

Dalam Kitab Al-Iktibar, Usamah bin Munqidz mengemukakan kisah yang didengarnya dari Syihabuddin Abu al-Fath, pelayan Mu'izuddaulah bin Buwaihi di Mosul pada tanggal 18 Ramadhan 566 M. Diceritakan ketika Syihabuddin berada di dalam Masjid Shunduriyah di pinggir Kota Anbar daerah Tepi Barat, Khalifah Al-Muqtafi datang berkunjung bersama salah seorang menterinya.

Al-Mugtafi memasuki masjid tersebut, yang dikenal dengan sebutan Masjid Amirul Mukminin Ali, dengan memakai baju biasa dan menyandang pedang yang hiasannya dari besi. Tak seorang pun mengetahui bahwa ia adalah seorang khalifah, kecuali orang-orang yang telah mengenalnya. Pengurus masjid mendoakan sang menteri. Lalu sang menteri berkata, "Celaka, doakanlah khalifah!".

Kemudian Khalifah Al-Mugtafi berkata kepada menterinya, "Tanyakan sesuatu yang bermanfaat pada pengurus masjid itu. Katakan padanya bahwa dulu pada masa pemerintahan Maulana Al-Mustazhhir, aku melihat ia menderita sakit di wajahnya. Wajahnya penuh bisul schingga jika mau makan, bisulnya harus ditutup dengan sapu tangan, agar makanan bisa masuk ke mulutnya.”

Pengurus masjid itu menjelaskan, "Seperti Anda ketahui, aku berulang kali datang ke masjid ini dari Anbar. Suatu hari, ada seseorang menemuiku dan berkata, 'Kalau engkau berulang kali menemui si Fulan setiap datang dari Anbar, seperti engkau berulang kali datang ke masjid ini, niscaya si Fulan akan memanggilkan tabib untukmu yang bisa menghilangkan penyakit di wajahmu.'

Perkataan orang itu merasuk ke hatiku dan menghimpit dadaku. Lalu aku tertidur pada malam itu dan bermimpi bertemu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib yang tengah berada dalam masjid tersebut seraya bertanya, 'Lubang apa ini?' Maksudnya adalah sebuah lubang di tanah. Kemudian aku mengadukan penyakit yang menimpaku tetapi Al i berpaling dariku. Maka aku kembali mengadukan penyakitku dan perkataan yang diucapkan oleh lelaki yang menemuiku di masjid tadi.

Ali berkata, 'Engkau termasuk orang yang menginginkan dunia'. Kemudian aku terbangun, dan tiba-tiba bisul-bisul di wajahku lenyap."Khalifah Al-Mugtafi berkata, "Ia benar," lalu menoleh ke arah Syihabuddin dan berkata, "Bicaralah pada pengurus masjid itu, cari tahu apa yang ia minta, tuliskan permintaannya disertai tanda tangannya, dan berikan padaku untuk kutandatangani".

Selanjutnya Syihabuddin berbincang-bincang dengan pengurus masjid itu, dan pengurus masjid itu bercerita, "Aku memiliki istri yang sedang menyusui anak dalam keadaan hamil dan beberapa anak perempuan. Setiap bulan, aku membutuhkan 3 dinar". Syihabuddin menuliskan permintaan pengurus Masjid Ali itu beserta alamatnya dan Al-Mugtafi menandatanganinya.

Al-Mugtafi kemudian menyuruh Syihabuddin untuk menyampaikan permintaan pengurus masjid itu ke dewan keuangan. Syihabuddin membawa berkas permintaan pengurus masjid itu ke dewan keuangan dan dewan menandatanganinya tanpa membacanya serta mengambil bagian tulisan khalifah Al-Mugtafi. Ketika sekretaris dewan membuka tulisan itu untuk dipindahkan, ia menemukan tulisan khalifah Al-Mugtafi di bawah tanda tangan pengurus Masjid Ali yang berbunyi, "Seandainya ia meminta lebih dari itu, tentu akan diberi".

5. Alat Penggiling Bergerak Sendiri.

Kisah lainnya menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW menyuruh Abu Dzar memanggil Ali bin Abi Thalib . Sesampai di rumah Ali, Abu Dzar melihat alat penggiling sedang menggiling gandum padahal tidak ada seorang pun di sana. Kemudian Abu Dzar menceritakan hal tersebut kepada Nabi. Beliau berkata, "Hai Abu Dzar! Tahukah kau bahwa Allah memiliki Malaikat-malaikat yang berjalan-jalan di bumi dan mereka diperintahkan untuk membantu keluarga Nabi Muhammad SAW ". (Dikemukakan oleh Al-Shubban dalam kitab Is'af Al-Raghibin dan Al-Mala'’ dalam kitab Sirahnya).(Baca Juga: Biografi Ali bin Abi Thalib, Khalifah Bergelar Karramallahu Wajhah)

Wallahu A'lam
(rhs)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Jabir bin Abdillah dia berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Dzikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Dan doa yang paling utama adalah Alhamdulillah (segala puji bagi Allah).

(HR. Sunan Ibnu Majah No. 3790)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More