Agar Hakikat Taubat Dapat Dipenuhi, Begini Penjelasan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi
Minggu, 12 Juni 2022 - 19:47 WIB
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mengatakan dalam taubat terdapat sisi atau unsur praksis yang harus dijalankan, hingga hakikat taubat dapat dipenuhi, serta ia dapat memberikan hasilnya bagi jiwa dalam kehidupan.
"Sisi praksis ini mempunyai dasar, dan darinya keluar dua cabang, atau barangkali beberapa cabang," katanya dalam bukunya berjudul "at Taubat Ila Allah".
Selanjutnya, ia menyebut cabang pertama yang dimaksud adalah meninggalkan kemaksiatan secepatnya.
Suatu taubat, menurut dia, tidak bermakna jika orang yang bertaubat itu masih tetap menjalankan kemaksiatan yang ia sesali itu, serta tidak meninggalkannya.
Meninggalkan taubat itu dinilai sebagai pekerjaan, kata Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, karena ia menahan diri dari kemaksiatan yang ia ingin lakukan, untuk tetap dalam ketaatan. Tidak diragukan lagi, menahan diri ini adalah pekerjaan, gerak tubuh, serta jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman:
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." ( QS al 'Ankabut : 69).
Istighfar
Selanjutnya, menurut Al-Qardhawi, dua cabang asal itu adalah, pertama: istighfar. Dengan pengertian, meminta maghfirah dan ampunan dari Allah SWT. Seperti dikatakan oleh bapak yang pertama, Adam, dan ibu yang pertama, Hawa; setelah keduanya makan pohon yang dilarang itu:
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." ( QS al A'raaf : 23)
Seluruh orang yang bertaubat amat membutuhkan untuk beristighfar, seperti diperintahkan oleh Al-Qur'an dan sunnah serta dijelaskan oleh kaum salaf saleh.
Mengingat pentingnya istighfar, dan diulangnya perintah untuk istighfar itu, serta dorongan untuk melakukannya dalam Al-Qur'an dan hadis, maka kami akan khususkan suatu pasal tesendiri tentang hal itu.
Mengubah Lingkungan
Selanjutnya, cabang kedua adalah mengubah lingkungan masyarakat yang penuh dengan kotoran, yang ia tempati saat ia melakukan kemaksiatan dan penyelewengan. Kemudian mencari lingkungan yang bersih dan suci yang bebas dari penyakit yang berbahaya.
"Yang kami maksud dengan penyakit-penyakit itu adalah: penyakit kesalahan, dosa dan penyelewengan. Dan ini lebih berbahaya dari penyakit badan, dan lebih cepat pengaruhnya," ujar Al-Qardhawi.
Jika pengaruh penyakit anggota badan berbahaya bagi seorang individu, maka bahaya penyelewengan dan kemaksiatan mengancam individu dan masyarakat secara bersamaan.
Ia tidak hanya bahaya bagi materi yang tangible (terindera) saja, namun juga terhadap sisi maknawi dan etika (yang intangible). "Ia tidak hanya berbahaya bagi dunia saja, namun juga terhadap dunia dan akhirat secara bersamaan," ujar Al-Qardhawi.
Ini artinya, katanya lagi, orang yang bertaubat hendaknya meninggalkan teman-temannya yang jahat yang mengajaknya untuk melakukan kemaksiatan dan menarik kakinya ke arah itu.
"Sisi praksis ini mempunyai dasar, dan darinya keluar dua cabang, atau barangkali beberapa cabang," katanya dalam bukunya berjudul "at Taubat Ila Allah".
Selanjutnya, ia menyebut cabang pertama yang dimaksud adalah meninggalkan kemaksiatan secepatnya.
Suatu taubat, menurut dia, tidak bermakna jika orang yang bertaubat itu masih tetap menjalankan kemaksiatan yang ia sesali itu, serta tidak meninggalkannya.
Meninggalkan taubat itu dinilai sebagai pekerjaan, kata Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, karena ia menahan diri dari kemaksiatan yang ia ingin lakukan, untuk tetap dalam ketaatan. Tidak diragukan lagi, menahan diri ini adalah pekerjaan, gerak tubuh, serta jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman:
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." ( QS al 'Ankabut : 69).
Istighfar
Selanjutnya, menurut Al-Qardhawi, dua cabang asal itu adalah, pertama: istighfar. Dengan pengertian, meminta maghfirah dan ampunan dari Allah SWT. Seperti dikatakan oleh bapak yang pertama, Adam, dan ibu yang pertama, Hawa; setelah keduanya makan pohon yang dilarang itu:
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." ( QS al A'raaf : 23)
Seluruh orang yang bertaubat amat membutuhkan untuk beristighfar, seperti diperintahkan oleh Al-Qur'an dan sunnah serta dijelaskan oleh kaum salaf saleh.
Mengingat pentingnya istighfar, dan diulangnya perintah untuk istighfar itu, serta dorongan untuk melakukannya dalam Al-Qur'an dan hadis, maka kami akan khususkan suatu pasal tesendiri tentang hal itu.
Mengubah Lingkungan
Selanjutnya, cabang kedua adalah mengubah lingkungan masyarakat yang penuh dengan kotoran, yang ia tempati saat ia melakukan kemaksiatan dan penyelewengan. Kemudian mencari lingkungan yang bersih dan suci yang bebas dari penyakit yang berbahaya.
"Yang kami maksud dengan penyakit-penyakit itu adalah: penyakit kesalahan, dosa dan penyelewengan. Dan ini lebih berbahaya dari penyakit badan, dan lebih cepat pengaruhnya," ujar Al-Qardhawi.
Jika pengaruh penyakit anggota badan berbahaya bagi seorang individu, maka bahaya penyelewengan dan kemaksiatan mengancam individu dan masyarakat secara bersamaan.
Ia tidak hanya bahaya bagi materi yang tangible (terindera) saja, namun juga terhadap sisi maknawi dan etika (yang intangible). "Ia tidak hanya berbahaya bagi dunia saja, namun juga terhadap dunia dan akhirat secara bersamaan," ujar Al-Qardhawi.
Ini artinya, katanya lagi, orang yang bertaubat hendaknya meninggalkan teman-temannya yang jahat yang mengajaknya untuk melakukan kemaksiatan dan menarik kakinya ke arah itu.
(mhy)
Lihat Juga :