3 Aspek Pokok Bukti Keesaan Tuhan Menurut Al-Qur'an
Sabtu, 25 Juni 2022 - 11:32 WIB
Muhammad Quraish Shihab mengatakan secara umum kita dapat membagi uraian Al-Qur'an tentang bukti Keesaan Tuhan dengan tiga bagian pokok, yaitu: Kenyataan wujud yang tampak, rasa yang terdapat dalam jiwa manusia, dan dalil-dalil logika.
Dalam hal kenyataan wujud yang tampak, menurut Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat", Al-Quran menggunakan seluruh wujud sebagai bukti, khususnya keberadaan alam raya ini dengan segala isinya.
Berkali-kali manusia diperintahkan untuk melakukan nazhar, fikr, serta berjalan di permukaan bumi guna melihat betapa alam raya ini tidak mungkin terwujud tanpa ada yang mewujudkannya.
"Tidakkah mereka melihat kepada unta bagaimana diciptakan, dan ke langit bagaimana ia ditinggikan, ke gunung bagaimana ia ditancapkan, serta ke bumi bagaimana ia dihamparkan?" ( QS Al-Ghasyiyah [88] : l7-20).
Dalam uraian Al-Qur'an tentang kenyataan wujud, dikemukakannya keindahan dan keserasian alam raya. "Tidakkah mereka melihat ke langit di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi serta Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata." ( QS Qaf [50] : 6-7).
Adapun keserasiannya, maka dinyatakannya:
"(Allah) yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sama sekali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah sesuatu yang kamu lihat tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu pun yang cacat, dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah" ( QS Al-Mulk [67] : 3-4).
Kedua, rasa yang terdapat dalam jiwa manusia. Menurut Quraish, dalam konteks ini, Al-Qur'an misalnya mengingatkan manusia,
"Katakanlah (hai Muhammad kepada yang mempersekutukan Tuhan), 'Jelaskanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar?'
Tidak! Tetapi hanya kepada-Nya kamu bermohon, maka Dia menyisihkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah)" ( QS Al-An'am [6] : 40-41).
"Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, dan (berlayar) di lautan. Sehingga bila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa para penumpangnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya: (kemudian) datanglah angin badai dan apabila gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata.
(Mereka berkata) 'Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur'" ( QS Yunus [10] : 22).
Quraish mengatakan demikian Al-Qur'an menggambarkan hati manusia. Karena itu sungguh tepat pandangan sementara filosof yang menyatakan bahwa manusia dapat dipastikan akan terus mengenal dari berhubungan dengan Tuhan sampai akhir zaman, walaupun ilmu pengetahuan membuktikan lawan dari hal tersebut.
Ini selama tabiat kemanusiaan masih sama seperti sediakala, yakni memiliki naluri mengharap, cemas, dan takut, karena kepada siapa lagi jiwanya akan mengarah jika rasa takut atau harapannya tidak lagi dapat dipenuhi oleh makhluk, sedangkan harapan dan rasa takut manusia tidak pernah akan putus.
Dalil-Dalil Logika
Quraish menyatakan bertebaran ayat-ayat yang menguraikan dalil-dalil aqliah tentang Keesaan Tuhan. Misalnya,
"Bagaimana Dia mempunyai anak, padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia yang menciptakan segala sesuatu, dan Dia mengetahui segala sesuatu" ( QS Al-An'am [6] : 101)
Dalam hal kenyataan wujud yang tampak, menurut Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat", Al-Quran menggunakan seluruh wujud sebagai bukti, khususnya keberadaan alam raya ini dengan segala isinya.
Berkali-kali manusia diperintahkan untuk melakukan nazhar, fikr, serta berjalan di permukaan bumi guna melihat betapa alam raya ini tidak mungkin terwujud tanpa ada yang mewujudkannya.
"Tidakkah mereka melihat kepada unta bagaimana diciptakan, dan ke langit bagaimana ia ditinggikan, ke gunung bagaimana ia ditancapkan, serta ke bumi bagaimana ia dihamparkan?" ( QS Al-Ghasyiyah [88] : l7-20).
Dalam uraian Al-Qur'an tentang kenyataan wujud, dikemukakannya keindahan dan keserasian alam raya. "Tidakkah mereka melihat ke langit di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi serta Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata." ( QS Qaf [50] : 6-7).
Adapun keserasiannya, maka dinyatakannya:
"(Allah) yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sama sekali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah sesuatu yang kamu lihat tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu pun yang cacat, dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah" ( QS Al-Mulk [67] : 3-4).
Kedua, rasa yang terdapat dalam jiwa manusia. Menurut Quraish, dalam konteks ini, Al-Qur'an misalnya mengingatkan manusia,
"Katakanlah (hai Muhammad kepada yang mempersekutukan Tuhan), 'Jelaskanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar?'
Tidak! Tetapi hanya kepada-Nya kamu bermohon, maka Dia menyisihkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah)" ( QS Al-An'am [6] : 40-41).
"Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, dan (berlayar) di lautan. Sehingga bila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa para penumpangnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya: (kemudian) datanglah angin badai dan apabila gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata.
(Mereka berkata) 'Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur'" ( QS Yunus [10] : 22).
Quraish mengatakan demikian Al-Qur'an menggambarkan hati manusia. Karena itu sungguh tepat pandangan sementara filosof yang menyatakan bahwa manusia dapat dipastikan akan terus mengenal dari berhubungan dengan Tuhan sampai akhir zaman, walaupun ilmu pengetahuan membuktikan lawan dari hal tersebut.
Ini selama tabiat kemanusiaan masih sama seperti sediakala, yakni memiliki naluri mengharap, cemas, dan takut, karena kepada siapa lagi jiwanya akan mengarah jika rasa takut atau harapannya tidak lagi dapat dipenuhi oleh makhluk, sedangkan harapan dan rasa takut manusia tidak pernah akan putus.
Dalil-Dalil Logika
Quraish menyatakan bertebaran ayat-ayat yang menguraikan dalil-dalil aqliah tentang Keesaan Tuhan. Misalnya,
"Bagaimana Dia mempunyai anak, padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia yang menciptakan segala sesuatu, dan Dia mengetahui segala sesuatu" ( QS Al-An'am [6] : 101)
Lihat Juga :