Sejarah Berdirinya Organisasi Keturunan Nabi Muhammad di Indonesia

Rabu, 29 Juni 2022 - 05:10 WIB
Sejarah berdirinya organisasi keturunan Nabi Muhammad di Indonesia awalnya bernama Perkoempoelan Arrabitatoel-Alawijah. Kongres pertama perkumpulan ini digelar di Gang Karet, Tanah Abang. Foto/dok rabithahalawiyah.id
Sejarah berdirinya organisasi keturunan Nabi Muhammad di Indonesia awalnya bernama "Perkoempoelan Arrabitatoel-Alawijah" dan sekarang dikenal dengan nama Rabithah Alawiyah.

Organisasi ini menghimpun WNI keturunan Arab, khususnya yang memiliki nasab keturunan langsung dari Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam. Organisasi ini berdiri pada tanggal 27 Desember 1928 tidak lama setelah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

Dilansir dari rabithahalawiyah, surat permintaan pengesahan bertanggal 8 Maret 1928 ditandatangani Sayyid Muhamad bin Abdulrahman bin Syahab dan Sayid Achmad bin Abdullah Assagaf, masing-masing sebagai ketua dan sekretaris. Surat ini ditujukan kepada Tuan Besar Hindia Nederland, G.R. Erdbrink yang kemudian mengeluarkan jawaban mengakui bahwa "perkoempoelan Arrabitatoel-Alawijah" sebagai perkumpulan legal pada tanggal 27 Desember 1928 yang dikeluarkan di Bogor.

Tujuan awal perkumpulan ini untuk memajukan bangsa Arab Hadrami, menguatkan tali persaudaraan antara golongan sayyid dan orang Arab Hadrami lainnya. Selain itu, mendidik anak piatu, menolong janda-janda dan orang yang tidak mampu bekerja dan fakir miskin.

Kemudian, memelihara keturunan Sayyid dan setiap sesuatu yang berkaitan dengannya. Melaksanakan dan menyebarkan pengajaran agama Islam dan bahasa Arab dan ilmu lainnya. Tujuan lainnya membangun hubungan dengan tanah asal Hadramaut dan penduduknya demi keamanan dan kemakmurannya.

Perkumpulan juga bercita-cita membangun sekolah meskipun golongan Sayyid waktu itu telah mempunyai sekolah, yaitu Jamiat Kheir. Rabithah Alawiyah didirikan oleh orang-orang Arab dari keturunan Alawiyyin seperti Sayyid Alwi bin Thahir Alhaddad, Sayyid Muhammad bin Abdurrahman Shahab dan Sayyid Ahmad bin Abdullah Assegaf yang ingin berkontibusi kepada bangsa Indonesia saat mengalami penjajahan oleh Belanda.

Membentuk 6 Cabang



Setelah pembentukan perkumpulan Arrabitatoel-Alawijah, pengurus kemudian membentuk enam cabang pada Tahun 1928. Yaitu Surabaya, Bondowoso, Solo, Gresik, Semarang dan Pekalongan.

Selain cabang itu terdapat perwakilan dari berbagai daerah lainnya yaitu Probolinggo, Cianjur, Sukaraja, Tulung Agung, Bangil, Ende, Tegal, Jombang, Jember, Makassar, Mojosari, Lumajang, Malang, Sumenep dan Banyuwangi.

Cabang Rabithah dan perwakilannya menyebar di berbagai daerah pada zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda atau kurang lebih 17 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia.

Sayyid Ahmad Abdullah Assagaf adalah satu-satunya anggota Rabithah yang namanya tertera di Majalah Rabithah sebagai pendirinya pada edisi bulan Dzulqidah 1347 H. Selain itu beliau juga satu-satunya yang menulis di majalah tersebut selain surat-surat dan artikel-artikel dari pembaca.

Rabithah Alawiyah kini memiliki 42 cabang di berbagai wilayah di Indonesia. Kantor pusatnya berada di Jalan TB Simatupang, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Rabithah Alawiyah juga mempunyai jaringan dengan majelis-majelis taklim di seluruh Indonesia yang dikelola oleh kaum Alawiyin.

Mendirikan Maktab Daimi

Untuk merealisasikan program Rabithah Alawiyah, beberapa waktu kemudian didirikan Al-Maktab Al-Daimi, lembaga khusus yang memelihara sejarah dan mencatat nasab As-Saadah Al-Alawiyyin (keturunan Nabi Muhammad di Indonesia).

Maktab ini telah melakukan pencatatan di seluruh wilayah Indonesia. Adapun jumlah Alawiyyin yang tercatat oleh Maktab Daimi berjumlah 17.764 orang lebih. Tokoh-tokoh yang telah berjasa antara lain: Sayyid Ali bin Ja'far Assegaf dan Sayid Syech bin Ahmad bin Syihabuddin.

Adapun kegiatan sosial Rabithah Alawiyah antara lain mendirikan Panti Asuhan Daarul Aitam pada tanggal 12 Agustus 1931 di Jalan Karet No 47, yang dipimpin pertama kali oleh Sayyid Abubakar bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Habsyi.

Saat ini, Rabithah Alawiyah dipimpin oleh Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf hasil Muktamar Rabithah Alawiyah di Jakarta pada Ahad 5 Desember 2021 lalu. Habib Taufiq dikenal sebagai ulama asal Pasuruan yang juga pernah menjadi Mustasyar Nahdlatul Ulama Jawa Timur.

Jumlah Alawiyyin di Jabodetabek

Alawiyin adalah sebutan bagi kaum atau orang yang memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam. Jumlah Alawiyyin se-Jabodetabek yang berhasil dicatat pada 2014 mencapai 14.500 orang.

Wilayah paling banyak dihuni Alawiyyin di jabodetabek adalah Jakarta Timur sebanyak 35%. Tak heran di wilayah ini memiliki daerah khas yang banyak ditempati penduduk Alawiyyin seperti Kampung Arab Condet. Wilayah terbesar selanjutnya yaitu Jakarta Selatan sebanyak 18%. Kemudian Depok 10%, Jakarta Barat 9%, Tangerang, Bogor, dan Jakarta Pusat sebanyak 7%. Kemudian Bekasi sebanyak 5%. Penduduk Alawiyyin paling sedikit menempati wilayah Jakarta Utara sebanyak 2%.

Berdasarkan qabilah, penduduk Alawiyyin terbanyak yaitu qabilah atau marga Al-Attas sebanyak 24%. Kemudian Al-Haddad dan Al-Assegaf sebanyak 15%. Kemudian Al-Alaydrus sebanyak 13%, Al-Habsyi sebanyak 11%.

Selanjutnya marga Bin Shahab sebanyak 7%. Al-Kaff sebanyak 5%, kemudian qabilah Al-Jufri sebanyak 4%, qabilah Bin Yahya dan Syeikh Abu Bakar bin Salim (BSA) sebanyak 3%.

(rhs)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Ibnu Umar dari Hafshah ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Tidak ada puasa bagi yang tidak berniat di waktu malamnya.

(HR. Sunan Ibnu Majah No. 1690)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More