Sejarah Idul Adha dan Perayaannya di Dalam Al-Qur'an
Senin, 04 Juli 2022 - 18:44 WIB
Nabi Ismail yang sudah siap disembelih digantikan dengan seekor kibas. Firman Allah SWT, “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
Menurut Ibnu Abbas, kibas itu adalah kambing besar yang dipersembahkan oleh Habil untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang dipelihara di surga sehingga dipakai menebus Ismail.
Berkat ketabahan, keikhlasan, serta keyakinan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Allah SWT memberikan anugerah yang teramat besar bagi keduanya.
Peristiwa asal-usul ibadah kurban ini kemudian diakhiri dengan penegasan bahwa Nabi Ibrahim benar-benar adalah hamba sekaligus utusan Allah SWT dan ia termasuk di antara orang-orang yang salih.
Pada ayat-ayat tersebut, Allah seakan menyatakan bahwa penyembelihan Nabi Ismail pada hakikatnya adalah ujian yang ia berikan kepada Nabi Ibrahim. Jika ia lulus, maka akan kami beri anugerah. Firman Allah SWT, ”Selamat sejahtera bagi Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. As-Saffat [37] ayat 109-111).
Hari Raya Kurban
Selanjutnya, Idul Adha menjadi hari besar atau hari raya dalam tradisi kaum muslimin. Pada hari itu dirayakan untuk kaum muslimin yang telah selesai menunaikan ibadah haji. Ia adalah puncak dari seluruh prosesi ibadah tersebut. Meski demikian, hari itu juga dirayakan oleh umat Islam dimanapun.
Ia juga sering disebut sebagai hari raya kurban, yang secara harfiah kurban berarti dekat atau mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih hewan kurban untuk dibagikan kepada fakir miskin.
Pensyariatan berkurban tersebut dalam Al-Qur'an, salah satunya disampaikan Allah dalam Firman-Nya, surah al-Kautsar ayat 2, yang berbunyi;
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”
Imam al-Qurthuby dalam kitab tafsirnya al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an memaparkan beberapa pendapat mengenai apa yang dikehendaki dari perintah sholat, فَصَلِّ dan perintah menyembelih, وَانْحَرْ pada ayat kedua dari surah al-Kautsar tersebut.
Mengutip pendapat Imam adh-Dhohak dari Ibn Abbas, bahwasannya yang dimaksud dari perintah sholat فَصَلِّ pada ayat tersebut adalah, “Laksanakanlah sholat yang diwajibkan kepadamu (Shalat Fardhu lima waktu)”.
Sedangkan menurut Imam Qatadah, Atho’, dan Ikrimah, bahwasannya yang dimaksud perintah sholat فَصَلِّ pada ayat tersebut adalah sholat Idul Adha. Adapun yang dimaksud dari perintah menyembelih وَانْحَرْ pada ayat tersebut adalah menyembelih hewan kurban. (al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, Juz 10, Hal. 444).
Kata “النحر” pada ayat tersebut, menurut pendapat yang paling banyak dipahami dengan menyembelih hewan kurban. Oleh sebab itu, ayat ini sering dijadikan sebagai dalil teologis ibadah kurban.
Sedangkan mengenai hukumnya, perintah berkurban dalam ayat di atas oleh Madzhab Syafi’i dihukumi sunnah muakkad bagi orang muslim yang baligh, berakal, merdeka dan mampu. Hukum ini berbeda dengan Mazhab Hanafi yang menghukumi wajib.
Menurut Ibnu Abbas, kibas itu adalah kambing besar yang dipersembahkan oleh Habil untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang dipelihara di surga sehingga dipakai menebus Ismail.
Berkat ketabahan, keikhlasan, serta keyakinan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Allah SWT memberikan anugerah yang teramat besar bagi keduanya.
Peristiwa asal-usul ibadah kurban ini kemudian diakhiri dengan penegasan bahwa Nabi Ibrahim benar-benar adalah hamba sekaligus utusan Allah SWT dan ia termasuk di antara orang-orang yang salih.
Pada ayat-ayat tersebut, Allah seakan menyatakan bahwa penyembelihan Nabi Ismail pada hakikatnya adalah ujian yang ia berikan kepada Nabi Ibrahim. Jika ia lulus, maka akan kami beri anugerah. Firman Allah SWT, ”Selamat sejahtera bagi Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. As-Saffat [37] ayat 109-111).
Hari Raya Kurban
Selanjutnya, Idul Adha menjadi hari besar atau hari raya dalam tradisi kaum muslimin. Pada hari itu dirayakan untuk kaum muslimin yang telah selesai menunaikan ibadah haji. Ia adalah puncak dari seluruh prosesi ibadah tersebut. Meski demikian, hari itu juga dirayakan oleh umat Islam dimanapun.
Ia juga sering disebut sebagai hari raya kurban, yang secara harfiah kurban berarti dekat atau mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih hewan kurban untuk dibagikan kepada fakir miskin.
Pensyariatan berkurban tersebut dalam Al-Qur'an, salah satunya disampaikan Allah dalam Firman-Nya, surah al-Kautsar ayat 2, yang berbunyi;
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”
Imam al-Qurthuby dalam kitab tafsirnya al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an memaparkan beberapa pendapat mengenai apa yang dikehendaki dari perintah sholat, فَصَلِّ dan perintah menyembelih, وَانْحَرْ pada ayat kedua dari surah al-Kautsar tersebut.
Mengutip pendapat Imam adh-Dhohak dari Ibn Abbas, bahwasannya yang dimaksud dari perintah sholat فَصَلِّ pada ayat tersebut adalah, “Laksanakanlah sholat yang diwajibkan kepadamu (Shalat Fardhu lima waktu)”.
Sedangkan menurut Imam Qatadah, Atho’, dan Ikrimah, bahwasannya yang dimaksud perintah sholat فَصَلِّ pada ayat tersebut adalah sholat Idul Adha. Adapun yang dimaksud dari perintah menyembelih وَانْحَرْ pada ayat tersebut adalah menyembelih hewan kurban. (al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, Juz 10, Hal. 444).
Kata “النحر” pada ayat tersebut, menurut pendapat yang paling banyak dipahami dengan menyembelih hewan kurban. Oleh sebab itu, ayat ini sering dijadikan sebagai dalil teologis ibadah kurban.
Sedangkan mengenai hukumnya, perintah berkurban dalam ayat di atas oleh Madzhab Syafi’i dihukumi sunnah muakkad bagi orang muslim yang baligh, berakal, merdeka dan mampu. Hukum ini berbeda dengan Mazhab Hanafi yang menghukumi wajib.
Baca Juga
(mhy)