Simbol Ketakwaan Sejati itu Dicontohkan Ibrahim dan Ismail
Jum'at, 08 Juli 2022 - 18:31 WIB
Simbol ketakwaan yang sesungguhnya kepada Allah Rabbul ‘Alamin adalah pengorbanan Ibrahim (seorang ayah) yang menyembelih Ismail (anaknya). Artinya, ketika Ismail memberikan dan menyerahkan dirinya untuk disembelih itulah bukti ketundukan yang sempurna kepada Rabbul Izzati wal Jalalah.
Ketika hal itu dikatakan Nabi Ismail berkata kepada ayahnya :
“Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan mendapati aku insyaAllah termasuk orang-orang yang bersabar.” (QS. Ash-Shaffat : 102).
Akibat kesabaran dan ketaatan Nabi Ibrahim dan anaknya, maka Allah gantikan dengan seekor kambing lalu Allah menyebutkan:
“Dan Kami gantikan dengan sembelihan yang agung.” (QS. Ash-Shaffat : 107)
Dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim dalamIghatsatul Lahfan, pengorbanan antar bapak dan anak itu menunjukkan bahwasannya sembelihan di Idul Adha adalah merupakan sembelihan yang agung, sembelihan yang besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini memberikan kepada kita simbol bahwasannya seorang hamba hendaklah mengorbankan dirinya terhadap Rabbul ‘Alamin, Rabb yang telah menciptakan dirinya, yang telah memberikan kepada dia berbagai macam kenikmatan-kenikmatan yang sangat banyak kepadanya. Itulah iman, itulah ketaatan dan ketundukan.
Ketika seorang hamba menyembelih kambingnya tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa itu adalah sembelihan yang agung dan besar. Ia adalah ibadah. Sebagaimana Allah berfirman:
“Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin. Tidak ada sekutu bagi Dia.” (QS. Al-An’am : 163)
Penyembelihan ini merupakan simbol tauhid (pengesahan hanya kepada Allah). Bahwasanya ibadah hanya milik Allah Rabbul ‘Izzah. Bahwasanya ibadah murni untuk Allah semata.
Karena itu, hendaklah seorang berusaha semampu mungkin untuk melaksanakan ibadah yang besar dan agung ini. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Siapa yang mendapatkan kelebihan harta tapi dia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati mushola kami.”
Ancaman dari Rasulullah bagi orang yang diberikan kemampuan untuk berkurban, tapi dia tidak melaksanakan ibadah yang agung ini. Bagaimana tidak? Ini adalah sebuah ibadah yang besar sekali di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan yang akan sampai kepada Allah adalah ketakwaan.
Allah Ta'ala berfirman:
“Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah kurban. Akan tetapi yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan diantara kalian” (QS. Al-Hajj : 37)
Ketika hal itu dikatakan Nabi Ismail berkata kepada ayahnya :
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّـهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan mendapati aku insyaAllah termasuk orang-orang yang bersabar.” (QS. Ash-Shaffat : 102).
Akibat kesabaran dan ketaatan Nabi Ibrahim dan anaknya, maka Allah gantikan dengan seekor kambing lalu Allah menyebutkan:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan Kami gantikan dengan sembelihan yang agung.” (QS. Ash-Shaffat : 107)
Dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim dalamIghatsatul Lahfan, pengorbanan antar bapak dan anak itu menunjukkan bahwasannya sembelihan di Idul Adha adalah merupakan sembelihan yang agung, sembelihan yang besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini memberikan kepada kita simbol bahwasannya seorang hamba hendaklah mengorbankan dirinya terhadap Rabbul ‘Alamin, Rabb yang telah menciptakan dirinya, yang telah memberikan kepada dia berbagai macam kenikmatan-kenikmatan yang sangat banyak kepadanya. Itulah iman, itulah ketaatan dan ketundukan.
Ketika seorang hamba menyembelih kambingnya tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa itu adalah sembelihan yang agung dan besar. Ia adalah ibadah. Sebagaimana Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin. Tidak ada sekutu bagi Dia.” (QS. Al-An’am : 163)
Penyembelihan ini merupakan simbol tauhid (pengesahan hanya kepada Allah). Bahwasanya ibadah hanya milik Allah Rabbul ‘Izzah. Bahwasanya ibadah murni untuk Allah semata.
Karena itu, hendaklah seorang berusaha semampu mungkin untuk melaksanakan ibadah yang besar dan agung ini. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Siapa yang mendapatkan kelebihan harta tapi dia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati mushola kami.”
Ancaman dari Rasulullah bagi orang yang diberikan kemampuan untuk berkurban, tapi dia tidak melaksanakan ibadah yang agung ini. Bagaimana tidak? Ini adalah sebuah ibadah yang besar sekali di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan yang akan sampai kepada Allah adalah ketakwaan.
Allah Ta'ala berfirman:
لَن يَنَالَ اللَّـهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ
“Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah kurban. Akan tetapi yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan diantara kalian” (QS. Al-Hajj : 37)