Dasar Hukum Larangan Jual Beli di Hari Jumat
Jum'at, 15 Juli 2022 - 13:42 WIB
Dalam al-Quran surat Al-Jumuah ayat 9 disebutkan bahwa Allah melarang jual beli di hari Jumat . Hanya saja, ulama menafsirkan bahwa larangan ini ada waktunya. Selain itu larangan jual beli juga tidak berlaku kepada semua orang.
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat Jum’at, maka bersegeralah kalian unutuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” ( QS al-Jumuah : 9)
Dalam Tafsir Kementerian Agama dijelaskan bahwa apabila muazin mengumandangkan azan pada hari Jumat, maka hendaklah kita meninggalkan perniagaan dan segala usaha dunia serta bersegera ke masjid untuk mendengarkan khutbah dan melaksanakan sholat Jumat , dengan cara yang wajar, tidak berlari-lari, tetapi berjalan dengan tenang sampai ke masjid, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
إِذَا أُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ تَأْتُوْهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوْهَا تَمْشُوْنَ عَلَيْكُمُ السَّكِيْنَةَ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا. (رواه البخاري و مسلم عن أبي هريرة)
Apabila sholat telah diikamahkan, maka janganlah kamu mendatanginya dengan tergesa-gesa. Namun datangilah sholat dalam keadaan berjalan biasa penuh ketenangan. Lalu, berapa rakaat yang kamu dapatkan maka ikutilah, sedangkan rakaat yang ketinggalan maka sempurnakanlah. (HR al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah )
Seandainya seseorang mengetahui betapa besar pahala yang akan diperoleh orang yang mengerjakan sholat Jumat dengan baik, maka melaksanakan perintah itu (memenuhi panggilan sholat dan meninggalkan jual-beli), adalah lebih baik daripada tetap di tempat melaksanakan jual-beli dan meneruskan usaha untuk memperoleh keuntungan dunia.
Allah SWT berfirman: "Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal." ( QS al-A'la/87 : 17)
Dua pendapat
Lalu, sejak kapan larangan aktivitas jual beli dimulai dan kapan pula berakhir di hari Jumat? Menurut Al-Qurtubi dalam kitabnya “tafsir al-Jami’ li Ahkam Aquran” menyebut dalam hal ini ada dua pendapat di kalangan ulama.
Pertama, dimulai sejak matahari tergelincir sampai sholat Jumat selesai dilaksanakan. Ini adalah pendapat al-Dhahhak, Hasan dan Atha’. Kedua, dimulai sejak azan khutbah sampai waktu sholat. Ini adalah pendapat Imam Syafii .
Adapun jual beli yang dilakukan sebelum azan khutbah namun matahari telah tergelincir, hal itu dihukumi makruh, sebab telah masuk waktu pelaksanana sholat Jum’at.
Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya "Nihayatu Zain" mengatakan dimakruhkan melaksanakan transaksi sebelum azan khutbah setelah tergelincirnya matahari, karena telah masuknya waktu wajib.
Tidak Semua Orang
Di sisi lain, Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya memaparkan bahwa larangan jual beli di hari Jumat berlaku hanya untuk orang yang berkewajiban sholat Jumat. Sedangkan yang bukan wajib sholat Jumat maka tidak dilarang.
Dalam literatur fikih disampaikan bahwa orang-orang yang berkewajiban sholat Jumat antara lain laki-laki, bermukim (tidak dalam keadaan bepergian), sedangkan perempuan dan musafir (laki-laki yang sedang bepergian) maka tidak wajib untuk sholat Jumat, bisa melakukan sholat duhur.
Di bagian (وَذَرُوا الْبَيْعَ) “dan tinggalkanlah jual beli” yang hanya menyebut kata ‘jual’ menurut Al-Qurthubi sudah otomatis mencakup kata ‘beli’ (شراء). Oleh karena itu, pengharaman jual beli tersebut berlaku untuk orang yang berkewajiban sholat Jumat, baik sebagai penjual maupun pembeli. Tidak akan terjadi transaksi jika salah satu dari keduanya tidak ada.
Selain itu, masih menurut Al-Qurthubi, kata الْبَيْعَ “jual” dimention secara khusus karena jual beli merupakan transaksi yang paling banyak menyibukkan orang-orang di pasar. Dengan demikian, berarti bahwa kesibukan yang lain yang sekiranya dijadikan alasan untuk meninggalkan sholat Jumat maka hukumnya juga dilarang.
Bagaimana dengan jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak wajib sholat Jumat (perempuan misalnya) dengan orang yang wajib sholat Jumat (laki-laki)?
Syaikh Bakri Syatho dalam "I’anatu Thalibin" tetap menghukuminya haram, karena dianggap membantu pekerjaan yang dilarang. “Adapun bila jual beli dilakukan dengan orang yang wajib melaksanakan sholat Jum’at hukumnya juga haram karena membantunya melakukan perkara haram. Demikian itu ada yang mengatakan hukumnya makruh,” katanya.
Tak Hanya Jual Beli
Ayat tersebut secara teks hanya menyebutkan jual beli, namun maksudnya adalah segala macam transaksi. Mufasir kontemporer Syaikh Ali Assobuni dalam "Rowa’iul Bayan" menafsirkan {وَذَرُواْ البيع} dengan mengutip pendapat Al-Alusi berkata: “Tinggalkanlah mua’amalah, mencakup jual beli, ijaroh dan lain sebagainya dari berbagai macam transaksi”.
Al-Qurtubi berkata: “Kata الْبَيْعَ “jual” secara khusus disebutkan karena jual beli merupakan kegiatan yang paling banyak menyibukan orang-orang di pasar
Syaikh Nawawi al-Bantani menjelaskan dan haram bagi orang yang berkewajiban melaksanakan sholat Jumat melakukan semisal jual beli. Maksudnya haram baginya tersibukkan dengan suatu hal yang dapat memalingkan dari sholat Jumat dengan tidak melakukan upaya melaksanakannya, yakni dengan melakukan transaksi jual beli atau akad-akad yang lain, perindustrian dan sebagainya.
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat Jum’at, maka bersegeralah kalian unutuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” ( QS al-Jumuah : 9)
Dalam Tafsir Kementerian Agama dijelaskan bahwa apabila muazin mengumandangkan azan pada hari Jumat, maka hendaklah kita meninggalkan perniagaan dan segala usaha dunia serta bersegera ke masjid untuk mendengarkan khutbah dan melaksanakan sholat Jumat , dengan cara yang wajar, tidak berlari-lari, tetapi berjalan dengan tenang sampai ke masjid, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
إِذَا أُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ تَأْتُوْهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوْهَا تَمْشُوْنَ عَلَيْكُمُ السَّكِيْنَةَ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا. (رواه البخاري و مسلم عن أبي هريرة)
Apabila sholat telah diikamahkan, maka janganlah kamu mendatanginya dengan tergesa-gesa. Namun datangilah sholat dalam keadaan berjalan biasa penuh ketenangan. Lalu, berapa rakaat yang kamu dapatkan maka ikutilah, sedangkan rakaat yang ketinggalan maka sempurnakanlah. (HR al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah )
Seandainya seseorang mengetahui betapa besar pahala yang akan diperoleh orang yang mengerjakan sholat Jumat dengan baik, maka melaksanakan perintah itu (memenuhi panggilan sholat dan meninggalkan jual-beli), adalah lebih baik daripada tetap di tempat melaksanakan jual-beli dan meneruskan usaha untuk memperoleh keuntungan dunia.
Allah SWT berfirman: "Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal." ( QS al-A'la/87 : 17)
Dua pendapat
Lalu, sejak kapan larangan aktivitas jual beli dimulai dan kapan pula berakhir di hari Jumat? Menurut Al-Qurtubi dalam kitabnya “tafsir al-Jami’ li Ahkam Aquran” menyebut dalam hal ini ada dua pendapat di kalangan ulama.
Pertama, dimulai sejak matahari tergelincir sampai sholat Jumat selesai dilaksanakan. Ini adalah pendapat al-Dhahhak, Hasan dan Atha’. Kedua, dimulai sejak azan khutbah sampai waktu sholat. Ini adalah pendapat Imam Syafii .
Adapun jual beli yang dilakukan sebelum azan khutbah namun matahari telah tergelincir, hal itu dihukumi makruh, sebab telah masuk waktu pelaksanana sholat Jum’at.
Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya "Nihayatu Zain" mengatakan dimakruhkan melaksanakan transaksi sebelum azan khutbah setelah tergelincirnya matahari, karena telah masuknya waktu wajib.
Tidak Semua Orang
Di sisi lain, Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya memaparkan bahwa larangan jual beli di hari Jumat berlaku hanya untuk orang yang berkewajiban sholat Jumat. Sedangkan yang bukan wajib sholat Jumat maka tidak dilarang.
Dalam literatur fikih disampaikan bahwa orang-orang yang berkewajiban sholat Jumat antara lain laki-laki, bermukim (tidak dalam keadaan bepergian), sedangkan perempuan dan musafir (laki-laki yang sedang bepergian) maka tidak wajib untuk sholat Jumat, bisa melakukan sholat duhur.
Di bagian (وَذَرُوا الْبَيْعَ) “dan tinggalkanlah jual beli” yang hanya menyebut kata ‘jual’ menurut Al-Qurthubi sudah otomatis mencakup kata ‘beli’ (شراء). Oleh karena itu, pengharaman jual beli tersebut berlaku untuk orang yang berkewajiban sholat Jumat, baik sebagai penjual maupun pembeli. Tidak akan terjadi transaksi jika salah satu dari keduanya tidak ada.
Selain itu, masih menurut Al-Qurthubi, kata الْبَيْعَ “jual” dimention secara khusus karena jual beli merupakan transaksi yang paling banyak menyibukkan orang-orang di pasar. Dengan demikian, berarti bahwa kesibukan yang lain yang sekiranya dijadikan alasan untuk meninggalkan sholat Jumat maka hukumnya juga dilarang.
Bagaimana dengan jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak wajib sholat Jumat (perempuan misalnya) dengan orang yang wajib sholat Jumat (laki-laki)?
Syaikh Bakri Syatho dalam "I’anatu Thalibin" tetap menghukuminya haram, karena dianggap membantu pekerjaan yang dilarang. “Adapun bila jual beli dilakukan dengan orang yang wajib melaksanakan sholat Jum’at hukumnya juga haram karena membantunya melakukan perkara haram. Demikian itu ada yang mengatakan hukumnya makruh,” katanya.
Tak Hanya Jual Beli
Ayat tersebut secara teks hanya menyebutkan jual beli, namun maksudnya adalah segala macam transaksi. Mufasir kontemporer Syaikh Ali Assobuni dalam "Rowa’iul Bayan" menafsirkan {وَذَرُواْ البيع} dengan mengutip pendapat Al-Alusi berkata: “Tinggalkanlah mua’amalah, mencakup jual beli, ijaroh dan lain sebagainya dari berbagai macam transaksi”.
Al-Qurtubi berkata: “Kata الْبَيْعَ “jual” secara khusus disebutkan karena jual beli merupakan kegiatan yang paling banyak menyibukan orang-orang di pasar
Syaikh Nawawi al-Bantani menjelaskan dan haram bagi orang yang berkewajiban melaksanakan sholat Jumat melakukan semisal jual beli. Maksudnya haram baginya tersibukkan dengan suatu hal yang dapat memalingkan dari sholat Jumat dengan tidak melakukan upaya melaksanakannya, yakni dengan melakukan transaksi jual beli atau akad-akad yang lain, perindustrian dan sebagainya.
(mhy)
Lihat Juga :