Awas! Utang Bisa Jadi Pemberat dan Penghapus Kebaikan Ketika Dihisab Kelak

Selasa, 19 Juli 2022 - 13:58 WIB
Islam memandang utang bisa menjadi pemberat dan penghapus kebaikan kita kelak dihisab di akhirat, karenanya bersegeralah membayar utang bila kita memiliki utang sebelum ajal menjemput kita. Foto ilustrasi/ist
Islam melarang umatnya untuk meninggal dalam keadaan memilki utang. Islam memandang utang bisa menjadi pemberat dan penghapus kebaikan kita kelak dihisab di akhirat.

Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Barangsiapa yang rohnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal, yakni sombong, ghulul (khianat), dan utang , maka dia akan masuk surga”. (HR. Ibnu Majah).



Dalam hadis lain disebutkan :

Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang satu dinar atau satu dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah).

Itulah keadaan orang yang mati dalam keadaan masih membawa utang dan belum juga dilunasi, maka untuk membayarnya akan diambil dari pahala kebaikannya. Itulah yang terjadi ketika hari kiamat karena di sana tidak ada lagi dinar dan dirham untuk melunasi utang tersebut.

Dari Abu Hurairah, juga disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan utangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi).

Ada juga hadis dari Shuhaib Al Khoir, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Siapa saja yang berutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah).

Al Munawi dalam kitab, Faitul Qodir mengatakan, “Orang yang sengaja tidak mau membayar utang akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka.”

Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.

Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau menshalati jenazah tersebut.

Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari).

Oleh karena itu, seseorang hendaknya berpikir: “Mampukah saya melunasi utang tersebut dan mendesakkah saya berutang?” Karena ingatlah utang pada manusia tidak bisa dilunasi hanya dengan istighfar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berlindung dari berutang ketika Sholat

Imam Al Bukhari membawakan dalam kitab shohihnya pada Bab “Siapa yang berlindung dari hutang”. Lalu beliau rahimahullah membawakan hadis dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam): ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).”

Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah utang?” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika orang yang berutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari)



Dalam buku Syarh Ibnu Baththol, Al Muhallab mengatakan, “terdapat dalil tentang wajibnya memotong segala perantara yang menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal ini adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berlindung dari hutang dan hutang sendiri dapat mengantarkan pada dusta.”

Disebutkan juga dalam buku tersebut, adapun utang yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung darinya adalah tiga bentuk utang

1. Utang yang dibelanjakan untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah dan dia tidak memiliki jalan keluar untuk melunasi utang tersebut.

2. Utang bukan pada hal yang terlarang, namun dia tidak memiliki cara untuk melunasinya. Orang seperti ini sama saja menghancurkan harta saudaranya.

3. Utang namun dia berniat tidak akan melunasinya. Orang seperti ini berarti telah bermaksiat kepada Rabbnya.

Orang-orang semacam inilah yang apabila berutang lalu berjanji ingin melunasinya, namun dia mengingkari janji tersebut. Dan orang-orang semacam inilah yang ketika berkata akan berdusta.

Itulah sikap jelek orang yang berutang sering berbohong dan berdusta. Semoga kita dijauhkan dari sikap jelek ini.

Ada do’a yang seharusnya kita amalkan agar terlindung dari utang: ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).

Ibnu Majah dalam sunannya membawakan dalam Bab “Siapa saja yang memiliki utang dan dia berniat melunasinya.” Lalu beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah.

Dulu Maimunah ingin berutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang muslim memiliki utang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi utang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi utang tersebut di dunia”. (HR. Ibnu Majah).

Dari hadis ini ada pelajaran yang sangat berharga yaitu boleh saja kita berutang, namun harus berniat untuk mengembalikannya.

Juga terdapat hadis dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi utang tersebut selama utang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah).

Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar utang. Ketika dia mampu, dia langsung melunasinya atau melunasi sebagiannya jika dia tidak mampu melunasi seluruhnya.



Wallahu'alam
(wid)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنۡ يُّكَلِّمَهُ اللّٰهُ اِلَّا وَحۡيًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآىٴِ حِجَابٍ اَوۡ يُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَيُوۡحِىَ بِاِذۡنِهٖ مَا يَشَآءُ‌ؕ اِنَّهٗ عَلِىٌّ حَكِيۡمٌ
Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahatinggi, Mahabijaksana.

(QS. Asy-Syura Ayat 51)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More