Menelisik Yahudi di Madinah, Keturunan Arab Atau Ibrani?

Senin, 25 Juli 2022 - 15:19 WIB
Abdullah bin Ubay, gembong munafik yang pada awalnya Yahudi. Foto/Ilustrasi: Ist
Dr Muhammad bin Fariz al-Jamil, dalam bukunya berjudul "Nabi Muhammad dan Yahudi Madinah" menyebut sejarah yang jelas dan valid mengenai awal keberadaan kaum Yahudi di Yatsrib (yakni Madinah zaman dahulu) tidak diketahui secara pasti.

"Bahkan, asal-usul orang-orang Yahudi itu pun tidak jelas,” ujar Dosen Sejarah dan Peradaban Islam di Fakultas Adab Universitas al-Malik Saud Riyadh ini.



Dalam buku yang berjudul asli "An-Nabi wa Yahid al-Madinah, Dirasah Tabliliyah li Alagah ar-Rasul bi Yahud al-Madinah wa Mawaqif al-Mustasyriqin Minha" dan diterjemahkan Indi Aunullah itu disebutkan beberapa sumber mengenai imigrasi beberapa kabilah Yahudi ke Yatsrib dan bermukimnya mereka di sana.

Ibnu Rustah (w. 310 H), yang dianggap salah satu sumber paling awal dalam menjawab pertanyaan seputar keberadaan Yahudi di Yatsrib, menyatakan bahwa eksistensi mereka di sana bermula sejak zaman Nabi Musa as. Tepatnya, ketika beliau mengutus ekspedisi militer dari Bani Israil ke Hijaz untuk memberi pelajaran kepada orang-orang Amaliq yang bertindak sewenang-wenang dan zalim. "Inilah pemukiman pertama bangsa Yahudi di Hijaz, setelah pengusiran bangsa Amaliq," ujar Ibnu Rustah.

Kemudian kabilah (Bani) Quraizhah dan saudara-saudara mereka—yaitu Bani Hadal, Amr bin Khazraj bin al-Shuraih, dan Bani Nadhir—keluar dari Syam menuju Yatsrib mengikuti orang-orang Yahudi terdahulu itu. Mereka tinggal di dataran tinggi di atas dua lembah yang disebut Mudzainib dan Mahzur. Bani Nadhir tinggal di Mudzanib dan membuat perkebunan di sana, sementara Bani Quraizhah dan Hadal tinggal di Mahzur dan turut berkebun. Merekalah yang pertama kali menggali sumur dan menanam tanaman di Yatsrib.

Selain tiga kabilah tersebut, Ibnu Rustah menambahkan beberapa kelompok Yahudi lain yang sudah tinggal di Yatsrib ketika kabilah Aus dan Khazraj mendatangi mereka setelah runtuhnya Bendungan Ma'rib. Mereka adalah Bani Dlakhm, Bani Za'ura, Bani Masikah, Bani al-Qama'ah, Bani Zaid al-Lat --yakni kelompok Abdullah bin Salam—Bani Qainuga, Bani Hujr, Bani Tsa'labah, penduduk Zuhrah, penduduk Zabalah, penduduk Yatsrib, penduduk al-Qashish, Bani Naghishah, Bani Ukwah, dan Bani Mazayah.



Kabilah Arab

Abu al-Faraj al-Ashfihani (w. 356 H) mengutip riwayat yang tidak banyak berbeda dari riwayat Ibnu Rustah mengenai awal mula keberadaan Yahudi di Hijaz dan hubungannya dengan ekspedisi yang dikirim Nabi Musa untuk memerangi orang-orang Amaliq.

Al-Ashfihani kemudian menyebutkan beberapa kabilah dan kelompok Yahudi yang sudah bermukim di Yatsrib saat suku Aus dan Khazraj datang ke sana. Mereka adalah Bani Ukwah, Bani Tsa'labah, Bani Muhammim, Bani Za'ura, Bani Qainuga, Bani Zaid, Bani Nadhir, Bani Quraizhah, Bani Hadal, Bani Auf, dan Bani al-Fashish.

Di luar kelompok-kelompok Yahudi tadi, di Yatsrib juga ada sejumlah klan dari kabilah-kabilah Arab seperti Bani Anif (marga dari kabilah Bali), Bani Murid (marga dari kabilah Bali), Bani Mu'awiyah bin al-Harits, dan Bani al-Hadzmi atau al-Hadzma' (marga dari Yaman).

Selain klan-klan ini, al-Ashfihani juga menambahkan Bani al-Hirman (marga dari Yaman) dan Bani al-Syathbah (marga dari Ghassan).

Muhammad bin Fariz mengatakan dengan mengesampingkan kesahihan penamaan klan-klan Arab tersebut, kita bisa menggarisbawahi perbedaan nama-nama kabilah dan klan Yahudi yang disebutkan Ibnu Rustah dan yang disebutkan al-Ashfihani.

Perbedaan lain antara kedua riwayat ini sebagai berikut: Al-Ashfihani menghubungkan migrasi Bani Nadhir, Quraizhah, dan Hadal dari Syam ke Yatsrib dengan peristiwa pendudukan Byzantium terhadap Syam setelah meraih kemenangan atas bangsa Yahudi.

Sedangkan Ibnu Rustah, mengaitkan kedatangan kabilah-kabilah itu dengan ekspedisi militer Bani Israil pada masa Nabi Musa ke negeri Hijaz.



Perang Yahudi-Romawi

Muhammad bin Fariz lalu mengutip pendapat Wolfensohn yang memaparkan peristiwa migrasi Yahudi dari Syam ke Hijaz.

Setelah perang Yahudi-Romawi (80 M) yang berujung pada luluh lantaknya Palestina, hancurnya kuil Baitul Maqdis, dan tercerai-berainya bangsa Yahudi ke seluruh penjuru dunia, banyak kelompok Yahudi menuju ke wilayah Arab. Wilayah ini lebih mereka sukai dibanding tempat lain, karena sistem nomadismenya yang bebas dan lokasinya yang berada di wilayah padang pasir terpencil sehingga sulit dicapai pasukan Romawi yang terorganisasi.

Senada dengan paparan ini, Moshe Gil berpandangan bahwa bangsa Yahudi masuk dan tinggal di Hijaz pada dua periode di antara beberapa periode invasi Romawi ke Palestina, yakni di antara tahun 70 M dan 135 M.

"Dari paparan tersebut, jelaslah bahwa kedua peneliti secara implisit menolak riwayat-riwayat yang menyatakan keberadaan bangsa Yahudi di Hijaz bermula sejak masa Nabi Musa," ujar Muhammad bin Fariz.

Pertanyaannya sekarang, kalau kita bisa menerima pendapat bahwa bangsa Yahudi memasuki Hijaz di antara tahun 70 dan 135 M—hipotesis ini berkemungkinan benar karena terkait peristiwa historis di Syam yang tidak mungkin diabaikan—apakah kita akan menerima pula riwayat-riwayat yang melacak eksistensi bangsa Yahudi di Hijaz sampai ke era sebelum Masehi, tepatnya pada masa Bani Israil kaumnya Nabi Musa?

"Kiranya sulit untuk menerima riwayat-riwayat semacam ini, karena ia tidak bersandar pada sumber-sumber tepercaya," ujar Muhammad bin Fariz.

Jawwad Ali menduga tampaknya dia benar—sumber berbagai riwayat itu adalah orang-orang Yahudi Hijaz atau orang-orang yang masuk Islam di antara mereka. Tujuannya tak lain membuktikan kalau mereka memiliki nasab dan keturunan terhormat di tanah ini sejak dahulu, bahwa mereka pernah punya kekuatan dahsyat, bahwa sejarah mereka di kawasan ini terentang hingga ke zaman para nabi dan permulaan Bani Israil, sehingga mereka dapat mengaku sebagai kelompok yang terpilih di antara bangsa Ibrani.

Salah satu hal yang menarik perhatian adalah meski ada banyak kabilah dan marga Yahudi yang disebutkan Ibnu Rustah, al-Ashfihani, juga as-Samhudi, ternyata tak banyak yang dikenal ketika Rasulullah telah berhijrah ke Madinah.



Melebur

Muhammad bin Fariz menyebutkan bahwa yang paling populer yaitu tiga kabilah Yahudi: Bani Yainuga, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.

Di titik ini bisa diajukan pertanyaan: (1) Apa yang terjadi dengan berbagai kabilah dan marga Yahudi yang lain? (2) Apakah mereka punah atau bermigrasi keluar dari Hijaz? (3) Ataukah mereka melebur dengan kabilah-kabilah Arab yang lebih besar di Yatsrib dan sekitarnya? (4) Apakah kelompok-kelompok Yahudi yang berjumlah belasan itu, selain ketiga kabilah populer di atas, merupakan keturunan Ibrani, ataukah mereka semua adalah keturunan Arab yang memeluk ajaran Yahudi?

Menurut Muhammad bin Fariz, pertanyaan pertama dan kedua sulit dijawab, baik secara negatif maupun positif, karena keduanya sama-sama mungkin.

Sementara itu, kemungkinan meleburnya mereka dengan kabilah-kabilah Arab lain yang menetap di Yatsrib—inti pertanyaan ketiga—termasuk asumsi yang patut dipertimbangkan.

Abu al-Faraj al-Ashfihani menuturkan, setelah Malik bin al-Ajlan' membantai sekelompok Yahudi Madinah, orang-orang Yahudi pun tunduk dan tak banyak melawan. Mereka ketakutan. Bahkan tiap kali ada orang dari suku Aus dan Khazraj mengejek dengan sesuatu yang tidak disenangi, mereka tidak lagi saling mendatangi. Si Yahudi justru mendatangi para tetangga di sekitar tempat dia tinggal dan berkata: “Kami adalah tetangga dan sekutu kalian.

Hingga, mayoritas kelompok Yahudi meminta perlindungan kepada salah satu marga dari dua suku ini demi memperoleh dukungan. "Dan, jika kita akan menerima riwayat ini sebagai kebenaran, barangkali ia bisa membantu menjelaskan asal-usul Yahudi Aus dan Khazraj yang berulang-ulang disebutkan pada Piagam Madinah," ujar Muhammad bin Fariz.

Sedangkan untuk pertanyaan terakhir, mengenai asal-usul berbagai kabilah dan marga ini—apakah mereka keturunan Ibrani atau kabilah-kabilah Arab yang memeluk Yahudi—kita tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan.



Menurut Muhammad bin Fariz, nama-nama kabilah dan marga ini adalah benar nama Arab. Dalam buku sejarahnya, al-Ya'qubi menyebutkan bahwa sebagian besar kelompok Yahudi di Hijaz berasal dari bangsa Arab yang memeluk ajaran atau agama Yahudi.

Karena itulah, dari nama-nama kelompok di atas, Margoliouth tidak mendapati satu nama pun dengan unsur Ibrani kecuali kabilah Za'ura. Pandangan ini diikuti oleh Jawwad Ali. Hal menarik yang patut disebutkan di sini adalah bahwa Za'ura adalah nama salah satu marga kabilah Aus dari keturunan Jusyam dari Bani Abdul Asyhal.

Dengan demikian, tidak mudah mencocokkan Za'ura yang Yahudi dan Za'ura-nya Bani Abdul Asyhal. Pastilah ada kerancuan dalam persoalan ini.

Sementara itu, Moshe Gil tidak mengesampingkan kemungkinan adanya hubungan antara kabilah-kabilah nomaden yang terkenal dari Judzam di wilayah Madyan, yang dikenal sebagai keturunan Jethro, dan Yahudi Hijaz karena adanya beberapa kemiripan besar antara mereka.



Bagian dari Judzam

Terkait asal-usul kabilah Bani Nadhir dan Quraizhah, al-Ya'qubi, sejarawan yang paling awal membahas asal-usul Yahudi Madinah, menduga mereka memiliki asal-usul Arab karena Bani Nadhir merupakan bagian dari Judzam.

Dikatakan bahwa mereka memeluk Yahudi dan tinggal di pegunungan bernama Nadhir, sehingga mereka disebut dengan nama itu. Begitu juga, Bani Quraizhah adalah bagian dari Judzam. Dikatakan bahwa mereka memeluk Yahudi pada masa Samaw'al bin Adiya, kemudian tinggal di gunung bernama Quraizhah sehingga dinisbahkan kepada nama tersebut. "Hanya saja, peneliti ini tidak mengajukan satu pun bukti untuk mendukung kesahihan pendapatnya," ujar Muhammad bin Fariz.

Sebaliknya, Ibnu Rustah melacak genealogi Quraizhah dan Nadhir kepada Nabi Harun bin Imran.

Mengikuti Ibnu Rustah, Abu al-Faraj al-Ashfihani mengatakan bahwa Bani Quraizhah dan Bani Nadhir disebut sebagai al-Kahinan (Dua al-Kahin) karena merupakan keturunan al-Kahin bin Harun bin Imran, saudara Musa bin Imran. Dan, mereka ada di wilayah Yatsrib setelah wafatnya Nabi Musa.

Lalu seperti disebutkan Jawwad Ali, Noldeke dan O'Leary tidak menafikkan kemungkinan bahwa Bani Nadhir dan Quraizhah termasuk keturunan kelas pendeta yang bermigrasi dari Palestina setelah terjadinya berbagai peristiwa di sana sebelum akhirnya tinggal di kawasan Hijaz.



Bani Qainuqa adalah kabilah ketiga di antara kabilah-kabilah populer Yahudi yang menetap di Madinah saat Nabi Muhammad hijrah ke sana. Kita tidak tahu banyak mengenai kabilah ini, selain bahwa mereka terkenal di kota ini: bahwa mereka kabilah Yahudi pertama yang mengingkari perjanjian dengan Rasulullah setelah Perang Badar, dan bahwa seorang rabi dan tokoh mereka, al-Hushain bin Salam, adalah orang Yahudi pertama yang masuk Islam, dan beliau mengganti namanya menjadi Abdullah.

Keturunan Ibrani

Muhammad bin Fariz menjelaskan ada seorang peneliti yang meragukan asal-usul Bani Qainuqa. Dia mengajukan kemungkinan bahwa mereka keturunan Arab yang memeluk Yahudi, atau keturunan Bani Adum. Namun, kata Muhammad bin Fariz, masih diperlukan bukti untuk mendukung pendapat ini.

Barangkali yang menguatkan dugaan bahwa Bani Qainuqa benar-benar keturunan Ibrani adalah biografi Abdullah bin Salam yang ditulis Ibnu Hajar, tanpa menyebutkan sumbernya. Dia menulis, “Abdullah bin Salam bin al-Harits, Abu Yusuf keturunan Nabi Yusuf, sekutu kafilah-kafilah (Bani) Khazraj, al-Israili (seorang Yahudi) kemudian al-Anshari (seorang muslim Anshar). Dia sekutu Bani Khazraj yang berasal dari Bani Qainuqa. Dia masuk Islam di awal kedatangan Nabi ke Madinah, wafat di Madinah pada 43 H.

Sementara itu, nasab Ummul Mukminin Shafiyah binti Huyay (w. 52 H) bersambung ke kabilah Bani Nadhir dan Bani Quraizhah karena ayahnya, Huyay bin Akhthab, berasal dari Bani Nadhir dan ibunya, Barrah binti Samau-al, berasal dari Bani Quraizhah.

Menurut beberapa riwayat, Rasulullah mengakui kesahihan dan keaslian nasab (geneologi) Israilnya. Antara lain ketika Ummul Mukminin Aisyah bertengkar dengan Shafiyah, saat itu, Rasulullah berkata kepada Shafiyah, “Kenapa tidak kamu beritahukan: “Ayahku adalah Harun, dan pamanku adalah Musa?”

Al-Qur'an menyebut Bani Israil sebanyak 43 kali, 23 di antaranya berhubungan dengan era Mekkah dan 20 kali terkait dengan era Madinah. Adapun diketahui bahwa yang dimaksud Bani Israil dalam ayat-ayat Madani (yang diturunkan di Madinah) adalah kaum Yahudi Hijaz, terutama tiga kabilah terkenal di kota tersebut.

Menurut Muhammad bin Fariz, karena itulah, jika kesahihan genealogi klan-klan Yahudi di Hijaz tetap menjadi perdebatan di antara para spesialis, baik sejarawan maupun peneliti lainnya, kesahihan nasab Yahudi Bani Nadhir, Quraizhah, dan Qainuqa tidaklah problematis. Sebab, mereka adalah sisa-sisa Ahli Kitab dari Bani Israil di Hijaz. Setidaknya, inilah yang bisa dipahami dari beberapa teks Al-Qur'an dan riwayat-riwayat dari Rasulullah.



Berebut Dominasi atas Yatsrib

Secara umum, bisa kita katakan bahwa kabilah Aus dan Khazraj di satu sisi, serta berbagai kabilah dan klan Yahudi di sisi lain, memperebutkan dominasi atas Yatsrib, Madinah saat itu. Kerap terjadi perang di antara kedua pihak ini.

Perang terakhir mereka adalah Perang Bu'ats, yaitu antara kabilah Aus dan sekutu mereka Bani Quraizhah dengan Bani Nadhir dan Khazraj serta sekutu mereka Bani Qainuqa. Perang ini terjadi tak berapa lama sebelum Nabi hijrah ke Yatsrib. Perang ini populer dan dianggap sebagai perseteruan terakhir antara suku Aus dan Khazraj.

Kemudian datanglah Rasulullah ke Madinah yang saat itu dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul al-“Awfi Khazraji. Bahkan, kaumnya sudah membuat mahkota sebagai simbol penobatan sang pemimpin menjadi raja. Tetapi, rencana itu tak terlaksana akibat tibanya sang Nabi yang disambut para pengikutnya dari kaum Anshar.

(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa menegakkan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

(HR. Bukhari No. 36)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More