Kisah Juraij: Laki-Laki Ahli Ibadah dan Bayi yang Bisa Berbicara
Selasa, 30 Juni 2020 - 05:00 WIB
Lalu ada Juraij. Perempuan pelacur ini gigih menggodanya, namun ia tidak tergoda dan terus khusyuk dalam ibadah dan salatnya. Seolah-olah dia tidak melihat dan menyaksikan perempuan rupawan itu.
Perempuan penggoda ini amat kecewa. Ia marah, kesal, campur aduk. Ia merasa kalah perang. Padahal ia telah berjanji kepada orang-orang yang membicarakan kebaikan Juraij bahwa dirinya bisa menjerumuskan Juraij dalam pelukannya. Sekarang, dia pulang tanpa hasil. Keinginannya gagal dan impiannya kandas.
Dia benar-benar tidak bisa menerima hal ini. Oleh karena itu, perempuan ini membuat makar besar terhadap Juraij. Di kuil tempat Juraij beribadah juga juga menginap seorang penggembala. Di kuil itu, si pelacur merayu penggembala tersebut. Mereka pun berbuat mesum. Singkat cerita, perempuan itu hamil.
Ketika bayi yang dikandungnya lahir, dia mengatakan kepada semua orang bahwa bayi itu sebagai hasil perbuatan Juraij, si ahli ibadah. Orang-orang kaget bukan kepalang. Mereka langsung memvonis bahwa selama ini Juraij orang yang munafik. Ia beribadah secara dusta, kebaikannya hanyalah sekadar pemanis yang palsu.
Mereka menganggap Juraij hanyalah serigala berbulu domba atau musang berbulu ayam untuk menipu orang-orang bodoh. Maka, mereka pun berbalik melawan ketika kesempatan tersebut tersedia.
Penduduk desa mendatangi Juraij dengan kemarahan yang memuncak di hati dan pembuluh darah mereka. Mereka meminta Juraij turun dan meninggalkan ibadah dusta yang ditampakkannya. Tetapi Juraij tidak menghiraukan panggilan mereka karena dia terus larut dalam ibadah dan salatnya.
Pada saat itu kapak-kapak dan sekop-sekop mereka bekerja menghancurkan kuil Juraij. Melihat itu Juraij pun turun untuk menemui mereka. Akibatnya, mereka meneriaki dan memukulinya. Ketika Juraij bertanya tentang alasan kemarahannya, mereka mengatakan perbuatan Juraij. Mereka meminta agar Juraij bertanya kepada perempuan yang membawa bayi masih merah itu.
Juraij tersenyum mendengar ucapan mereka. Dia benar dalam ibadahnya, jujur dalam istiqomahnya. Dia yakin tidak melakukan seperti tuduhan mereka. Tuduhan wanita hina itu hanyalah dusta yang terbuka. Juraij meminta kepada orang-orang yang marah agar
memberinya waktu untuk berwudhu dan salat. Selesai salat dia mendatangi bocah yang baru dilahirkan beberapa jam atau beberapa hari. Juraij menusuk perutnya sambil bertanya, sementara orang-orang terdiam, "Siapa bapakmu?"
Sebuah ayat Allah yang menunjukkan kepada-Nya dan kepada besarnya kodrat-Nya, bayi itu berbicara dengan suara yang terdengar, ucapan yang jelas dan dipahami. Bayi itu menjawab, "Bapakku adalah fulan penggembala kambing."
Orang-orang menyadari besarnya kejahatan mereka terhadap seorang hamba saleh. Mereka mengetahui bahwa Juraij tidak termasuk dalam deretan orang-orang yang mereka duga. Juraij bukan penjilat dan bukan penipu, dia benar dalam ibadah dan
kesalehannya, dan bahwa wanita inilah yang telah berdusta dengan menuduh Juraij. Mereka menyadari bahwa mereka telah terburu-buru mempercayai tuduhan itu, sebagaimana mereka telah gegabah memukuli Juraij dan merobohkan kuilnya. Orang-orang yang bertindak terburu-buru itu mencoba menebus kesalahan mereka pada Juraij. Mereka menawarkan kepadanya untuk membangun tempat ibadahnya dari emas atau perak, tetapi Juraij menolaknya. Dia ngotot supaya tempat ibadahnya dikembalikan seperti sedia kala.
Mereka melakukan. Begitu selesai Juraij masuk kembali untuk beribadah kepada Tuhannya. Allah telah menjawab doa ibu Juraij pada Juraij. Dia mewujudkan keinginannya, akan tetapi Dia menyelamatkannya dengan kesalehan dan ketakwaannya.
Kisah tentang Juraij dan bayi yang bisa berbicara ini direkam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah . Hadis ini dalam Shahih Bukhari dalam Kitab Ahadisil Anbiya’, bab firman Allah, "Dan sebutlah Maryam dalam Al-Kitab." (QS. Maryam: 16), 6/476, no. 3436.
Lalu, Bukhari meriwayatkan dalam bab tanpa judul (6/511), no. 3466. Bukhari meriwayatkan secara muallaq dalam Kitabul Amal Fis Sholah, bab jika ibu memanggil anaknya di dalam salat, 3/78, no. 1206. Bukhari juga meriwayatkannya dalam Kitabul Madzalim, bab siapa yang menghancurkan tembok hendaknya dia membangun sepertinya, 5/126.
Sedangkan Muslim meriwayatkan dalam Kitabul Bir Was Shilah, bab mendahulukan Birrul Walidain di atas salat sunnah , 4/1976, no. 2550.
Terdapat dua pelajaran yang berharga pada dikabulkannya doa ibu Juraij dan selamatnya Juraij.