Kisah Rasulullah SAW: Ditawari Anak Kunci Isi Dunia dan Hidup Kekal Jelang Sakaratul Maut
Jum'at, 19 Agustus 2022 - 13:46 WIB
"Selamat datang, putriku," ujar Rasulullah SAW. Lalu didudukkannya Fatimah di sampingnya. Ada kata-kata yang dibisikkannya ketika itu, Fatimah lalu menangis. Kemudian dibisikkannya kata-kata lain Fatimah pun jadi tertawa.
Penasaran Aisyah pun bertanya kepada Fatimah apa yang dibisikkan Rasulullah. "Sebenarnya saya tidak akan membuka rahasia Rasulullah SAW," jawab Fatimah.
Hanya saja, setelah Rasul wafat, Fatimah mengatakan, bahwa ayahnya membisikkan kepadanya, bahwa beliau akan meninggal oleh sakitnya sekali ini. Itu sebabnya Fatimah menangis. Kemudian dibisikkannya lagi, bahwa putrinya itulah dari keluarganya yang pertama kali akan menyusul. Itu sebabnya ia tertawa.
Karena panas demam yang tinggi itu, sebuah bejana berisi air dingin diletakkan di samping Nabi. Sekali-sekali beliau meletakkan tangan ke dalam air itu lalu mengusapkannya ke muka.
Begitu tingginya suhu panas demam itu, kadang beliau sampai tak sadarkan diri. Kemudian beliau sadar kembali dengan keadaan yang sudah sangat payah. Karena perasaan sedih yang menyayat hati, pada suatu hari Fatimah berkata mengenai penderitaan ayahnya itu: "Alangkah beratnya penderitaan ayah!"
"Tidak. Takkan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini," jawabnya.
Suatu hari sahabat-sahabatnya berusaha hendak meringankan penderitaannya itu dengan mengingatkan kepada nasihat-nasihatnya, bahwa orang yang menderita sakit jangan mengeluh.
Beliau menjawab, bahwa apa yang dialaminya dalam hal ini lebih dari yang harus dipikul oleh dua orang. Dalam keadaan sakit keras serupa itu dan di dalam rumah banyak orang, ia berkata: "Bawakan dawat dan lembaran, akan ku (minta) tuliskan surat buat kamu, supaya sesudah itu kamu tidak lagi akan pernah sesat."
Dari orang-orang yang hadir ada yang berkata, bahwa sakit Rasulullah SAW sudah sangat gawat; pada kita sudah ada Qur'an, maka sudah cukuplah dengan Kitabullah itu.
Ada yang menyebutkan, bahwa Umar yang mengatakan itu. Di kalangan yang hadir itu terdapat perselisihan. Ada yang mengatakan: Biar dituliskan, supaya sesudah itu kita tidak sesat. Ada pula yang keberatan karena sudah cukup dengan Kitabullah.
Setelah melihat pertengkaran itu, Nabi Muhammad berkata: "Pergilah kamu sekalian! Tidak patut kamu berselisih di hadapan Nabi."
Tetapi Ibn 'Abbas masih berpendapat, bahwa mereka membuang waktu karena tidak segera menuliskan apa yang hendak dikatakan oleh Nabi. Sebaliknya Umar masih tetap dengan pendapatnya, bahwa dalam Kitab Suci Tuhan berfirman: "Tiada sesuatu yang Kami abaikan dalam Kitab itu." (Qur'an, 6:38)
Harta Tujuh Dinar
Berita sakitnya Nabi yang bertambah keras itu telah tersiar dari mulut ke mulut, sehingga akhirnya Usamah dan anak buahnya yang ada di Jurf itu turun pulang ke Madinah. Begitu Usamah masuk menemui Nabi di rumah Aisyah, Nabi sudah tidak dapat berbicara. Tetapi setelah dilihatnya Usamah, ia mengangkat tangan ke atas kemudian meletakkannya kepada Usamah sebagai tanda mendoakan.
Melihat keadaannya yang demikian keluarganya berpendapat hendak membantunya dengan pengobatan. Asma' - salah seorang kerabat Maimunah - telah menyediakan semacam minuman, yang pernah dipelajari cara pembuatannya selama ia tinggal di Abisinia. Tatkala Nabi sedang dalam keadaan pingsan karena demamnya itu, mereka mengambil kesempatan menegukkan minuman itu ke mulutnya.
Begitu beliau sadar kembali, Beliau bertanya: "Siapa yang membuatkan ini? Mengapa kamu melakukan itu?"
"Kami khawatir Rasulullah menderita sakit radang selaput dada," kata 'Abbas pamannya.
"Allah tidak akan menimpakan penyakit yang demikian itu kepadaku."
Kemudian disuruhnya semua yang hadir dalam rumah - supaya meminum obat itu, tidak terkecuali Maimunah meskipun sedang berpuasa.
Penasaran Aisyah pun bertanya kepada Fatimah apa yang dibisikkan Rasulullah. "Sebenarnya saya tidak akan membuka rahasia Rasulullah SAW," jawab Fatimah.
Hanya saja, setelah Rasul wafat, Fatimah mengatakan, bahwa ayahnya membisikkan kepadanya, bahwa beliau akan meninggal oleh sakitnya sekali ini. Itu sebabnya Fatimah menangis. Kemudian dibisikkannya lagi, bahwa putrinya itulah dari keluarganya yang pertama kali akan menyusul. Itu sebabnya ia tertawa.
Karena panas demam yang tinggi itu, sebuah bejana berisi air dingin diletakkan di samping Nabi. Sekali-sekali beliau meletakkan tangan ke dalam air itu lalu mengusapkannya ke muka.
Begitu tingginya suhu panas demam itu, kadang beliau sampai tak sadarkan diri. Kemudian beliau sadar kembali dengan keadaan yang sudah sangat payah. Karena perasaan sedih yang menyayat hati, pada suatu hari Fatimah berkata mengenai penderitaan ayahnya itu: "Alangkah beratnya penderitaan ayah!"
"Tidak. Takkan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini," jawabnya.
Suatu hari sahabat-sahabatnya berusaha hendak meringankan penderitaannya itu dengan mengingatkan kepada nasihat-nasihatnya, bahwa orang yang menderita sakit jangan mengeluh.
Beliau menjawab, bahwa apa yang dialaminya dalam hal ini lebih dari yang harus dipikul oleh dua orang. Dalam keadaan sakit keras serupa itu dan di dalam rumah banyak orang, ia berkata: "Bawakan dawat dan lembaran, akan ku (minta) tuliskan surat buat kamu, supaya sesudah itu kamu tidak lagi akan pernah sesat."
Dari orang-orang yang hadir ada yang berkata, bahwa sakit Rasulullah SAW sudah sangat gawat; pada kita sudah ada Qur'an, maka sudah cukuplah dengan Kitabullah itu.
Ada yang menyebutkan, bahwa Umar yang mengatakan itu. Di kalangan yang hadir itu terdapat perselisihan. Ada yang mengatakan: Biar dituliskan, supaya sesudah itu kita tidak sesat. Ada pula yang keberatan karena sudah cukup dengan Kitabullah.
Setelah melihat pertengkaran itu, Nabi Muhammad berkata: "Pergilah kamu sekalian! Tidak patut kamu berselisih di hadapan Nabi."
Tetapi Ibn 'Abbas masih berpendapat, bahwa mereka membuang waktu karena tidak segera menuliskan apa yang hendak dikatakan oleh Nabi. Sebaliknya Umar masih tetap dengan pendapatnya, bahwa dalam Kitab Suci Tuhan berfirman: "Tiada sesuatu yang Kami abaikan dalam Kitab itu." (Qur'an, 6:38)
Harta Tujuh Dinar
Berita sakitnya Nabi yang bertambah keras itu telah tersiar dari mulut ke mulut, sehingga akhirnya Usamah dan anak buahnya yang ada di Jurf itu turun pulang ke Madinah. Begitu Usamah masuk menemui Nabi di rumah Aisyah, Nabi sudah tidak dapat berbicara. Tetapi setelah dilihatnya Usamah, ia mengangkat tangan ke atas kemudian meletakkannya kepada Usamah sebagai tanda mendoakan.
Melihat keadaannya yang demikian keluarganya berpendapat hendak membantunya dengan pengobatan. Asma' - salah seorang kerabat Maimunah - telah menyediakan semacam minuman, yang pernah dipelajari cara pembuatannya selama ia tinggal di Abisinia. Tatkala Nabi sedang dalam keadaan pingsan karena demamnya itu, mereka mengambil kesempatan menegukkan minuman itu ke mulutnya.
Begitu beliau sadar kembali, Beliau bertanya: "Siapa yang membuatkan ini? Mengapa kamu melakukan itu?"
"Kami khawatir Rasulullah menderita sakit radang selaput dada," kata 'Abbas pamannya.
"Allah tidak akan menimpakan penyakit yang demikian itu kepadaku."
Kemudian disuruhnya semua yang hadir dalam rumah - supaya meminum obat itu, tidak terkecuali Maimunah meskipun sedang berpuasa.