13 Adab yang Harus Diperhatikan Agar Doa Mustajab
Rabu, 24 Agustus 2022 - 05:15 WIB
Doa di dalam Islam memiliki kedudukan sangat agung. Doa merupakan ibadah yang sangat dicintai oleh Allah SWT. Doa merupakan bukti ketergantungan seorang hamba kepada Allah SWT dalam meraih apa-apa yang bermanfaat dan menolak apa-apa yang membawa mudharat baginya.
Doa merupakan bukti keterkaitan seorang manusia kepada Rabb-nya, dan kecondongannya kepada Allah SWT, bahwasannya tiada daya dan upaya melainkan dengan bantuan Allah SWT. Dalam berdoa, ada beberapa perkara dan adab yang harus diperhatikan oleh seseorang, sehingga doanya mustajab .
Pertama, memasang niat yang benar. Seseorang yang berdoa, hendaklah meniatkan dalam doanya tersebut untuk menegakkan ibadah kepada Allah SWT dan menggantungkan kebutuhannya kepadaNya. Karena siapa saja yang mengggantungkan hajatnya kepada Allah SWT, niscaya ia tidak akan rugi selama-lamanya.
Kedua, berdoa dalam keadaan bersuci. Cara seperti ini lebih afdhal. Hanya saja, jika seseorang berdoa dalam kondisi tidak berwudhu’, maka hal itu tidak mengapa.
Ketiga, meminta kepada Allah Ta’ala dengan menengadahkan telapak tangan.
Nabi Muhammad SAW telah bersabda:
إِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلَا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا
Jika engkau meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka mintalah dengan menengadahkan telapak tangan, dan janganlah engkau memintanya dengan menengadahkan punggung telapak tangan. (HR Abu Dawud, 1486 dari Malik bin Yasar; Shahih Abu Dawud, 1318. Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan yang lainnya).
Kaifiatnya adalah, dengan mengarahkan telapak tangan ke wajah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Atau dengan cara mengangkat tangan hingga nampak putih ketiaknya (bagian dalam ketiaknya). Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ إِبِطُهُ يَسْأَلُ اللَّهَ مَسْأَلَةً إِلَّا آتَاهَا إِيَّاهُ
Tidaklah seorang hamba mengangkat kedua tangannya hingga nampak ketiaknya dan memohon suatu permohonan, kecuali Allah mengabulkan permohonannya itu).(HR at Tirmidzi, 3603 dari Abu Hurairah. Shahih at Tirmidzi, 2853).
Cara seperti menunjukkan ketergantungan seorang hamba kepada Allah, kebutuhannya kepada Allah, dan permohonannya yang sangat kepada AllahTa’ala.
Keempat, memulai dengan mengucapkan hamdalah dan puji-pujian kepada Allah SWT. Cara seperti ini menjadi sebab lebih dekat kepada terkabulnya doa. Rasulullah SAW pernah mendengar seorang laki-laki berdoa dalam sholatnya dan dia tidak mengagungkan Allah SWT, tidak bersholawat atas Nabi SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Orang ini terburu-buru,” kemudian Rasulullah memanggilnya dan bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ
Jika salah seorang dari kalian sholat, hendaklah ia memulainya dengan mengucapkan hamdalah serta puja dan puji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , kemudian bershalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , setelah itu ia berdoa dengan apa yang ia inginkan. (HR Abu Dawud, 1481; an Nasaa-i, 44/3; at Tirmidzi, 3477 dan dishahihkannya, dari Fudhalah bin ‘Ubaid. Silahkan lihat Shahih Abu Dawud, 1314).
Kelima, bersholawat atas Nabi SAW. Jika ia meninggalkan sholawat atas Nabi, doanya bisa terhalang. Nabi SAW bersabda : “Semua doa terhalang, sehingga diucapkan sholawat atas Nabi SAW.
Hadis tersebut diriwayatkan Ad-Dailami dalam Musnad al Firdaus, III/4791 dari ‘Ali. Dalam hadis lain diriwayatkan dari Anas. Juga dari Ali secara mauquf yang diriwayatkan ath Thabrani di dalam al Ausath, dan al Baihaqi di dalam asy Syu’ab. Berkata al Haitsami di dalam al Majma’, X/160 : “Para perawinya tsiqat”. Silahkan lihat Shahih al Jaami’, 4523).
Keenam, memulai berdoa untuk diri sendiri terlebih dahulu. Demikian ini yang diisyaratkan dalam al Qur`an, seperti ayat:
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ
Ya Rabb-ku! Ampunilah aku, dan ibu bapakku …… [ QS Nuh/71 : 28].
Ketujuh, bersungguh-sungguh dalam meminta. Janganlah seseorang ragu-ragu dalam doanya, atau ia mengucapkan pengecualian dengan mengucapkan “jika Engkau berkehendak ya Allah, berikanlah kepadaku ini dan ini”. Doa seperti itu dilarang, karena tidak ada sesuatupun yang dapat memaksa kehendak Allah.
Kedelapan, menghadirkan hati dalam berdoa. Seorang hamba, hendaklah menghadirkan hati, memusatkan pikiran, mentadaburi doa yang ia ucapkan, serta menampakkan kebutuhan dan ketergantungannya kepada Allah.
Janganlah ia berdoa dengan lisannya, namun hatinya entah ke mana. Karena doa tidak akan dikabulkan dengan cara seperti itu. Rasulullah SAW bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
Berdoalah kepada Allah Ta’ala , sementara kalian yakin doa kalian dikabulkan. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lengah. (HR at Tirmidzi, 3479 dan al Hakim, 493/1 dari Abu Hurairah. Lihat Shahih at Tirmidzi, 2766).
Kesembilan, berdoa dengan kata-kata singkat dan padat, serta doa-doa yang ma’tsur. Tidak syak lagi, kata-kata yang paling padat dan paling singkat dan paling agung berkahnya adalah, doa-doa yang diriwayatkan dari Nabi SAW.
Kesepuluh, bertawasul dengan nama dan sifat-sifat Allah. Allah Ta’ala berfirman:
وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma-ul husna itu … … [ QS al A’raf/7 : 180].
Atau seseorang bertawasul dengan amal shalih yang telah dia lakukan, sebagaimana disebutkan dalam hadis saheh yang mashur tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa. Atau bertawasul dengan doa orang saleh yang mendoakan untuknya. Dalil-dalil yang menunjukkan hal ini banyak ditunjukkan di dalam al-Qur`an maupun Sunnah Nabi.
Kesebelas, memperbanyak ucapan “Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam”. Nabi SAW bersabda:
أَلِظُّوا بِيَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Ulang-ulangilah ucapan Yaa Dzal Jalaali Wal Ikraam. (HR at Tirmidzi, 3525 dan yang lainnya, dari Anas. Lihat dalam Shahih at Tirmidzi, 2797. Dan diriwayatkan juga dari hadits Rabi’ah).
Keduabelas, mencari waktu-waktu yang mustajab dan tempat-tempat yang utama. Ada beberapa waktu dan tempat-tempat yang utama, sebagaimana telah disebutkan di dalam nash-nash.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya 'Ulumiddin telah mengajarkan waktu yang baik dan mulia untuk berdoa, seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jumat, sepertiga yang akhir dari malam dan pada waktu sahur.
Di antara waktu-waktu yang utama dan mustajab lainnya adalah, waktu antara adzan dan iqamah, di dalam sholat, setelah selesai mengerjakan sholat-sholat fardhu, pada waktu sore hari, ketika berbuka puasa, di bagian akhir malam.
Ketigabelas, memperbanyak doa pada saat-saat lapang. Upaya ini agar Allah SWT mengabulkan permintaannya pada saat-saat sempit. Karena termasuk hikmah Allah SWT menakdirkan suatu bala (musibah), bahwasanya Allah menyukai mendengarkan rintihan hambaNya kepadaNya.
Allah senang melihat para hamba kembali kepadaNya pada saat-saat sempit dan tercekam. Namun apabila seorang insan itu bertadharru’ pada saat-saat ia lapang, maka akan segera dikabulkan baginya permintaan-permintaannya. Nabi SAW telah mengatakan:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيبَ اللَّهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالْكَرْبِ فَلْيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ
Barangsiapa yang suka Allah mengabulkan doanya pada saat-saat sempit dan kesulitan, maka hendaklah ia banyak-banyak berdoa pada saat-saat ia lapang. (HR at Tirmidzi, 3382; al Hakim, I/544 dan dishahihkannya, dan disetujui oleh adz Dzahabi dari Abu Hurairah. Silahkan lihat dalam Shahih at Tirmidzi, 2693).
Tips Imam al-Ghazali
Sementara itu, Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya 'Ulumiddin telah mengajarkan apabila seseorang hendak berdoa, memohonkan sesuatu yang dihajatkannya kepada Allah, hendaklah ia melakukan doa itu sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya, dengan memelihara adab-adab doa.
1. Pada waktu yang baik dan mulia, seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jumat, sepertiga yang akhir dari malam dan pada waktu sahur.
2. Dalam keadaan yang mulia, seperti ketika bersujud dalam sembahyang, ketika berhadapan dengan musuh dalam pertempuran, ketika hujan turun, sebelum menunaikan sembahyang dan sesudahnya, ketika jiwa sedang tenang dan bersih dari segala gangguan setan dan ketika menghadap Kabah.
3. Dengan menghadap kiblat.
4. Merendahkan suara
5. Jangan bersajak, tetapi cukup dengan kata-kata biasa, sederhana, sopan dan tepat mengenai sesuatu yang dihajati. Dengan kata lain, dalam berdoa dilakukan dengan irama-irama tertentu, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh penggubah-penggubah doa dalam bahasa Arab. Dan sebaiknya memilih lafal-lafal doa yang datang dari Rasulullah SAW.
6. Bersikap khusyuk dan tadharru, ' yakni merasakan kebesaran dan kehebatan Allah dalam jiwa kita yang halus.
7. Mengokohkan kepercayaan bahwa doa itu akan diperkenankan Allah dan tidak merasa gelisah jika doa itu tidak diperkenankannya.
8. Mengulang-ulang doa tersebut dua tiga kali, khususnya tentang doa yang berkaitan dengan sesuatu yang sangat diutamakan atau diinginkan sekali.
9. Menyebut (memuji) Allah pada permulaannya.
10. Bertobat sebelum berdoa dan menghadapkan diri dengan sesungguhnya kepada Allah.
Doa merupakan bukti keterkaitan seorang manusia kepada Rabb-nya, dan kecondongannya kepada Allah SWT, bahwasannya tiada daya dan upaya melainkan dengan bantuan Allah SWT. Dalam berdoa, ada beberapa perkara dan adab yang harus diperhatikan oleh seseorang, sehingga doanya mustajab .
Pertama, memasang niat yang benar. Seseorang yang berdoa, hendaklah meniatkan dalam doanya tersebut untuk menegakkan ibadah kepada Allah SWT dan menggantungkan kebutuhannya kepadaNya. Karena siapa saja yang mengggantungkan hajatnya kepada Allah SWT, niscaya ia tidak akan rugi selama-lamanya.
Kedua, berdoa dalam keadaan bersuci. Cara seperti ini lebih afdhal. Hanya saja, jika seseorang berdoa dalam kondisi tidak berwudhu’, maka hal itu tidak mengapa.
Ketiga, meminta kepada Allah Ta’ala dengan menengadahkan telapak tangan.
Nabi Muhammad SAW telah bersabda:
إِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلَا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا
Jika engkau meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka mintalah dengan menengadahkan telapak tangan, dan janganlah engkau memintanya dengan menengadahkan punggung telapak tangan. (HR Abu Dawud, 1486 dari Malik bin Yasar; Shahih Abu Dawud, 1318. Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan yang lainnya).
Kaifiatnya adalah, dengan mengarahkan telapak tangan ke wajah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Atau dengan cara mengangkat tangan hingga nampak putih ketiaknya (bagian dalam ketiaknya). Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ إِبِطُهُ يَسْأَلُ اللَّهَ مَسْأَلَةً إِلَّا آتَاهَا إِيَّاهُ
Tidaklah seorang hamba mengangkat kedua tangannya hingga nampak ketiaknya dan memohon suatu permohonan, kecuali Allah mengabulkan permohonannya itu).(HR at Tirmidzi, 3603 dari Abu Hurairah. Shahih at Tirmidzi, 2853).
Cara seperti menunjukkan ketergantungan seorang hamba kepada Allah, kebutuhannya kepada Allah, dan permohonannya yang sangat kepada AllahTa’ala.
Baca Juga
Keempat, memulai dengan mengucapkan hamdalah dan puji-pujian kepada Allah SWT. Cara seperti ini menjadi sebab lebih dekat kepada terkabulnya doa. Rasulullah SAW pernah mendengar seorang laki-laki berdoa dalam sholatnya dan dia tidak mengagungkan Allah SWT, tidak bersholawat atas Nabi SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Orang ini terburu-buru,” kemudian Rasulullah memanggilnya dan bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ
Jika salah seorang dari kalian sholat, hendaklah ia memulainya dengan mengucapkan hamdalah serta puja dan puji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , kemudian bershalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , setelah itu ia berdoa dengan apa yang ia inginkan. (HR Abu Dawud, 1481; an Nasaa-i, 44/3; at Tirmidzi, 3477 dan dishahihkannya, dari Fudhalah bin ‘Ubaid. Silahkan lihat Shahih Abu Dawud, 1314).
Kelima, bersholawat atas Nabi SAW. Jika ia meninggalkan sholawat atas Nabi, doanya bisa terhalang. Nabi SAW bersabda : “Semua doa terhalang, sehingga diucapkan sholawat atas Nabi SAW.
Hadis tersebut diriwayatkan Ad-Dailami dalam Musnad al Firdaus, III/4791 dari ‘Ali. Dalam hadis lain diriwayatkan dari Anas. Juga dari Ali secara mauquf yang diriwayatkan ath Thabrani di dalam al Ausath, dan al Baihaqi di dalam asy Syu’ab. Berkata al Haitsami di dalam al Majma’, X/160 : “Para perawinya tsiqat”. Silahkan lihat Shahih al Jaami’, 4523).
Keenam, memulai berdoa untuk diri sendiri terlebih dahulu. Demikian ini yang diisyaratkan dalam al Qur`an, seperti ayat:
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ
Ya Rabb-ku! Ampunilah aku, dan ibu bapakku …… [ QS Nuh/71 : 28].
Ketujuh, bersungguh-sungguh dalam meminta. Janganlah seseorang ragu-ragu dalam doanya, atau ia mengucapkan pengecualian dengan mengucapkan “jika Engkau berkehendak ya Allah, berikanlah kepadaku ini dan ini”. Doa seperti itu dilarang, karena tidak ada sesuatupun yang dapat memaksa kehendak Allah.
Baca Juga
Kedelapan, menghadirkan hati dalam berdoa. Seorang hamba, hendaklah menghadirkan hati, memusatkan pikiran, mentadaburi doa yang ia ucapkan, serta menampakkan kebutuhan dan ketergantungannya kepada Allah.
Janganlah ia berdoa dengan lisannya, namun hatinya entah ke mana. Karena doa tidak akan dikabulkan dengan cara seperti itu. Rasulullah SAW bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
Berdoalah kepada Allah Ta’ala , sementara kalian yakin doa kalian dikabulkan. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lengah. (HR at Tirmidzi, 3479 dan al Hakim, 493/1 dari Abu Hurairah. Lihat Shahih at Tirmidzi, 2766).
Kesembilan, berdoa dengan kata-kata singkat dan padat, serta doa-doa yang ma’tsur. Tidak syak lagi, kata-kata yang paling padat dan paling singkat dan paling agung berkahnya adalah, doa-doa yang diriwayatkan dari Nabi SAW.
Kesepuluh, bertawasul dengan nama dan sifat-sifat Allah. Allah Ta’ala berfirman:
وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma-ul husna itu … … [ QS al A’raf/7 : 180].
Atau seseorang bertawasul dengan amal shalih yang telah dia lakukan, sebagaimana disebutkan dalam hadis saheh yang mashur tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa. Atau bertawasul dengan doa orang saleh yang mendoakan untuknya. Dalil-dalil yang menunjukkan hal ini banyak ditunjukkan di dalam al-Qur`an maupun Sunnah Nabi.
Kesebelas, memperbanyak ucapan “Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam”. Nabi SAW bersabda:
أَلِظُّوا بِيَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Ulang-ulangilah ucapan Yaa Dzal Jalaali Wal Ikraam. (HR at Tirmidzi, 3525 dan yang lainnya, dari Anas. Lihat dalam Shahih at Tirmidzi, 2797. Dan diriwayatkan juga dari hadits Rabi’ah).
Keduabelas, mencari waktu-waktu yang mustajab dan tempat-tempat yang utama. Ada beberapa waktu dan tempat-tempat yang utama, sebagaimana telah disebutkan di dalam nash-nash.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya 'Ulumiddin telah mengajarkan waktu yang baik dan mulia untuk berdoa, seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jumat, sepertiga yang akhir dari malam dan pada waktu sahur.
Di antara waktu-waktu yang utama dan mustajab lainnya adalah, waktu antara adzan dan iqamah, di dalam sholat, setelah selesai mengerjakan sholat-sholat fardhu, pada waktu sore hari, ketika berbuka puasa, di bagian akhir malam.
Ketigabelas, memperbanyak doa pada saat-saat lapang. Upaya ini agar Allah SWT mengabulkan permintaannya pada saat-saat sempit. Karena termasuk hikmah Allah SWT menakdirkan suatu bala (musibah), bahwasanya Allah menyukai mendengarkan rintihan hambaNya kepadaNya.
Allah senang melihat para hamba kembali kepadaNya pada saat-saat sempit dan tercekam. Namun apabila seorang insan itu bertadharru’ pada saat-saat ia lapang, maka akan segera dikabulkan baginya permintaan-permintaannya. Nabi SAW telah mengatakan:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيبَ اللَّهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالْكَرْبِ فَلْيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ
Barangsiapa yang suka Allah mengabulkan doanya pada saat-saat sempit dan kesulitan, maka hendaklah ia banyak-banyak berdoa pada saat-saat ia lapang. (HR at Tirmidzi, 3382; al Hakim, I/544 dan dishahihkannya, dan disetujui oleh adz Dzahabi dari Abu Hurairah. Silahkan lihat dalam Shahih at Tirmidzi, 2693).
Baca Juga
Tips Imam al-Ghazali
Sementara itu, Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya 'Ulumiddin telah mengajarkan apabila seseorang hendak berdoa, memohonkan sesuatu yang dihajatkannya kepada Allah, hendaklah ia melakukan doa itu sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya, dengan memelihara adab-adab doa.
1. Pada waktu yang baik dan mulia, seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jumat, sepertiga yang akhir dari malam dan pada waktu sahur.
2. Dalam keadaan yang mulia, seperti ketika bersujud dalam sembahyang, ketika berhadapan dengan musuh dalam pertempuran, ketika hujan turun, sebelum menunaikan sembahyang dan sesudahnya, ketika jiwa sedang tenang dan bersih dari segala gangguan setan dan ketika menghadap Kabah.
3. Dengan menghadap kiblat.
4. Merendahkan suara
5. Jangan bersajak, tetapi cukup dengan kata-kata biasa, sederhana, sopan dan tepat mengenai sesuatu yang dihajati. Dengan kata lain, dalam berdoa dilakukan dengan irama-irama tertentu, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh penggubah-penggubah doa dalam bahasa Arab. Dan sebaiknya memilih lafal-lafal doa yang datang dari Rasulullah SAW.
6. Bersikap khusyuk dan tadharru, ' yakni merasakan kebesaran dan kehebatan Allah dalam jiwa kita yang halus.
7. Mengokohkan kepercayaan bahwa doa itu akan diperkenankan Allah dan tidak merasa gelisah jika doa itu tidak diperkenankannya.
8. Mengulang-ulang doa tersebut dua tiga kali, khususnya tentang doa yang berkaitan dengan sesuatu yang sangat diutamakan atau diinginkan sekali.
9. Menyebut (memuji) Allah pada permulaannya.
10. Bertobat sebelum berdoa dan menghadapkan diri dengan sesungguhnya kepada Allah.
(mhy)